Sekedar Pamer Program
Oleh: Ndaru Anugerah
Pada Senin (25/1) kemarin hingga Jumat besok (29/1), World Economic Forum (WEF) menggelar pertemuan tahunan secara virtual karena pandemi masih berlangsung. (https://www.dw.com/en/davos-wef-covid-pandemic-economic-recovery/a-56302207)
Para pembicara yang akan mengisi pada acara tersebut juga telah diatur, dari mulai Presiden China Xi Jinping, Kanselir Jerman Angela Merkel hingga PM India Narendra Modi. Jadi acaranya walaupun digelar online, diharapkan menghasilkan kesepakatan yang berarti utamanya dalam mengatasi krisis akibat si Kopit.
Apakah agenda tahunan tersebut ‘beneran’ punya niatan untuk mengatasi pandemi?
Gampang menjawabnya. Lihat saja peserta yang hadir pada pertemuan tahunan tersebut.
Bagi para jongos Ndoro besar, agenda utamanya jelas bukan untuk mengatasi pandemi. Gak ada untungnya buat mereka kalo mengatasi pandemi, toh pandemi ini mereka juga yang ciptakan.
Mereka akan mempromosikan rencana The Great Reset yang mereka punya.
Cuma kan nggak lucu juga kalo tiba-tiba ada China dan Rusia disana, terus mereka tiba-tiba mengajukan menu The Great Reset tersebut. Bisa tersinggung kedua negara tersebut. “Ini agenda bersama atau agenda ‘titipan’? Ngapain kami hadir kalo sudah ada agenda?”
Setidaknya rencana besar tersebut nggak ditawarkan secara vulgar alias pakai cara halus. Dan ini terbukti, setidaknya sampai saya membuat analisa ini.
Pada hari pertama, pembicaraan hanya bersifat umum namun sudah ‘mengarah’ yaitu tentang bagaimana membangun agenda ekonomi baru pasca Kopit. (https://www.weforum.org/events/the-davos-agenda-2021/sessions/restoring-economic-growth-eastern-hemisphere)
Lalu pada sesi lainnya, pembicaraan mulai memanas, dimana diskusi mulai membahas soal rencana meluncurkan kontrak sosial baru. (https://www.weforum.org/events/the-davos-agenda-2021/sessions/advancing-a-new-social-contract)
Kontrak sosial baru ini diperlukan karena struktur sosial-ekonomi berubah secara drastis akibat pandemi. Sehingga perlu bentuk baru yang sang Ndoro besar telah siapkan, yaitu kapitalisme pemangku kepentingan alias stakeholder capitalism.
“Ini diperlukan agar pemerintah, para pebisnis dan individu dapat bekerja lagi secara optimal,” begitu kurleb-nya. (https://www.weforum.org/events/the-davos-agenda-2021/sessions/developing-the-evolution-of-stakeholder-capitalism)
Kenapa mereka ngotot diskusi soal itu?
Karena The Great Reset nggak akan bisa dijalankan tanpa stakeholder capitalism tersebut yang digadang-gadang sebagai pengganti sistem tata dunia baru setelah kapitalisme dinyatakan ‘bangkrut’. (baca disini)
Itukan maunya sang Ndoro besar. Lalu bagaimana dengan maunya China?
Xi Jinping justru sebaliknya.
Dia secara implisit menghendaki sistem multilateralisme yang sebaiknya diterapkan. “Pendekatan antogonisme dan mengedepankan konfrontasi dalam bentuk perang dingin, perang dagang atau perang teknologi pada akhirnya hanya akan merugikan kepentingan semua negara,” ungkap Xi.
Selanjutnya Xi menambahkan, “Perbedaan itu nggak perlu dikhawatirkan selama nggak ada kesombongan, prasangka buruk dan perasaan benci.”
Sebagai penutup Xi bilang kurleb begini, “Kerjasama internasional yang dibutuhkan adalah multilateralisme yang dapat melindungi masa depan dunia.” (http://www.xinhuanet.com/english/2021-01/26/c_139699643.htm)
Kalo analisa wacananya, Xi Jinping cuma mau bilang bahwa akhir Kopit bukan malah buat agenda The Great Reset, tapi justru buat tatanan dunia baru yang multipolar. Dan ini selaras dengan harapan China. (baca disini)
Namun, mau China ngomong apapun bahkan sampai berbusa, program The Great Reset tetap harus jalan. The show must go on whatever it takes.
Dengan kata lain, forum diskusi digelar hanya untuk kasih tahu China, “Ini lho, kami sudah punya rencana baru. Titik.” Dan China sudah menjawab proposal yang diajukan oleh jongos Ndoro besar.
Jadi menarik mengikuti akhir krisis yang dibuat oleh sang Ndoro.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments