Satu Persatu Terpenuhi
Oleh: Ndaru Anugerah
Masih ingat dalam ingatan saya, saat Maret yang lalu dimana saya yang mungkin pertama kali ulas tentang skenario elite global dalam menjalankan rencana vaksinasi global. Saat itu saya sempat disematkan status sebagai penganut teori konspirasi oleh media mainstream. (baca disini)
Nyatanya yang saya sudah ulas jauh-jauh hari sebelumnya tersebut, kini sudah di depan mata. Vaksinasi global bukan lagi sekedar wacana, tapi sudah diambang eksekusinya. (baca disini)
Yang terbaru adalah makalah ilmiah yang dibuat oleh Michelle M. Mello Ph.D (dari Universitas Stanford), Saad B. Omer Ph.D (dari Universitas Yale) serta Ross Silverman dan diterbitkan pada jurnal bergengsi New England Journal of Medicine. (https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMp2020926)
Jurmal itu saat ini bikin heboh lantaran isinya merupakan arahan teknis bagi mandat vaksinasi virus Corona selain menguraikan strategi bagaimana orang AS agar dapat menerimanya walaupun dengan paksaan.
Gimana detil isi jurnal yang kontroversial tersebut?
Awalnya vaksinasi harus bersifat sukarela alias nggak dipaksa-paksa, agar nggak memicu perlawanan dari rakyat yang nggak mau divaksin. Namun jika sedikit orang yang merespon vaksin yang telah tersedia tersebut, maka statusnya akan dibuat wajib dengan sanksi keras bagi yang menolaknya.
Selain itu, makalah tersebut menguraikan 6 kriteria kelompok yang harus disasar sebelum mewajibkan program vaksinasi tersebut. Kelompok pertama adalah mereka yang berisiko tinggi tertular si Kopit, seperti manula dan nakes serta mereka yang tinggal di lingkungan padat seperti penjara dan asrama.
Yang nggak kalah penting menurut makalah tersebut, anggota militer juga menjadi kelompok yang pertama disasar program vaksinasi.
Bagaimana dengan yang mbalelo?
Akan kena sanksi hukuman keras, berupa penangguhan untuk tidak boleh keluar rumah untuk bekerja hingga kewajiban untuk tetap tinggal di rumah.
Sanksi denda tidak bisa dilakukan, mengingat akan ada perlawanan secara hukum selain dapat memicu ketidakpercayaan publik terhadap program pemerintah tersebut.
Makalah tersebut juga menyarankan agar pemerintah menghindari kontak secara langsung dengan produsen vaksin, agar keraguan publik dapat diredam.
Dan anehnya, penulis makalah adalah praktisi di Stanford dan Yale, dimana pada kedua kampus tersebut Bill & Melinda Gates Foundation kasih dana jumbo bagi pengembangan vaksin si Kopit. (https://www.gatesfoundation.org/How-We-Work/Quick-Links/Grants-Database/Grants/2019/10/INV-001288) (https://philanthropynewsdigest.org/news/gates-foundation-awards-stanford-50-million-for-vaccine-discovery)
Apakah ini kebetulan? Manaketehe…
Yang jelas makalah itu keluar setelah gelombang demonstrasi merebak di berbagai kota besar di dunia dalam menolak vaksinasi global tersebut. (https://summit.news/2020/09/29/new-normal-mp-urges-mandatory-corona-vaccination-to-be-allowed-to-travel/)
Bahkan di AS warga sana sudah jauh-jauh hari bilang akan menolak vaksinasi global tersebut. (https://summit.news/2020/05/14/ny-times-worries-half-of-americans-will-refuse-to-take-coronavirus-vaccine/)
Wajar jika akhirnya banyak negara mengagendakan vaksinasi sebagai program wajib yang digelar untuk mengakhiri pandemi. (https://summit.news/2020/05/22/british-health-officials-suggest-coronavirus-vaccine-could-be-mandatory/)
Bahkan saking bernafsunya, pemerintah Kanada malah buat film dokumenter yang isinya akan memberikan gelang pelacak yang wajib digunakan warga yang menolak program vaksinasi global tersebut. (https://summit.news/2020/04/28/chief-public-health-officer-of-canada-appeared-in-2010-documentary-to-adcovate-tracking-bracelets-for-vaccine-refusniks/)
Dengan kata lain, program vaksinasi global harus terlaksana dengan tujuan sebagai senjata dalam menanggulangi pandemi si Kopit. Itu memang skenario yang dirancang dari awal. Apakah yang terjadi di AS sana nggak akan dicopas dibelahan dunia lainnya?
Akankah ini berhasil? Kesadaran anda yang mampu menjawab itu semua.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments