Saat Penyelamat Datang


515

Saat Penyelamat Datang

Oleh: Ndaru Anugerah

Ada good news. Indonesia sudah memulai uji klinis fase III dari vaksin si Kopit yang diklaim cukup potensial. Vaksin itu bukan buatan Indonesia, tapi dikembangkan oleh sebuah perusahaan biofarmasi yang berbasis di Tiongkok.

Rencananya akan ada 6 lokasi berbeda di Bandung yang dijadikan tempat uji coba vaksin tersebut. (https://www.thejakartapost.com/news/2020/08/07/indonesia-to-start-phase-iii-clinical-trials-of-sinovac-covid-19-vaccine-on-tuesday.html)

Berapa jumlah relawan yang mendaftarkan diri pada uji klinis fase III tersebut?

Guru Besar FK Unpad, Kusnadi Rusmil mengatakan, “Sejauh ini sudah ada sekitar 800 relawan yang sudah mendaftar dari target 1620 orang.” Dan uji coba diharapkan selesai paling cepat setengah tahun dari sekarang.

Pada tataran teknis, setengah dari angka 1620 tersebut akan mendapatkan vaksin potensial, dan setengahnya akan mendapatkan vaksin plasebo alias vaksin yang nggak mengandung bahan apa-apa.

Ini diperlukan untuk mengetahui efektivitas vaksin sesuai protokol uji coba yang semestinya. Dalam medis, plasebo biasanya digunakan selama penelitian untuk membantu memahami efek obat baru serta membandingkan efektivitas suatu pengobatan tertentu. (https://www.sehatq.com/artikel/apa-itu-efek-plasebo-dan-bagaimana-cara-kerjanya)

Setelah suntikan pertama, para relawan akan diamati selama 30-40 menit untuk melihat reaksinya terhadap vaksin. Nah, relawan yang tidak menunjukkan reaksi negatif, langsung bisa pulang dengan damai.

Proses nggak berhenti sampai disitu, karena 2 minggu setelah suntikan pertama, relawan akan mendapatkan suntikan kedua. Setelah itu, selama 6 bulan kondisi mereka akan dipantau dan dibandingkan, mana yang lebih efetif: yang memakai vaksin betulan apa yang plasebo?

Kenapa China perlu melakukan uji klinis fase III di Indonesia?

“Karena genom virus si Kopit di Indonesia 99,9% mirip dengan yang ada di China,” ungkap Honesti Basyir selaku Dirut Bio Farma.

Sebenarnya bukan Indonesia saja yang dijadikan tempat uji coba vaksin si Kopit yang diberi nama CoronaVac tersebut. Brazil juga sudah memulainya minggu lalu, dengan melibatkan 9000 orang relawan, untuk melihat keamanan dan kemanjuran vaksin tersebut. (https://www.thejakartapost.com/news/2020/08/04/explainer-what-you-need-to-know-about-indonesias-vaccine-development.html)

China telah menyetujui uji klinis vaksin Kopit potensial mereka pada April 2020 silam. Vaksin itu dikembangkan oleh China National Pharmaceutical Group (Sinophram) dan Sinovac R&D yang berbasis di Beijing.

Vaksinnya terbilang unik, mengingat bahanya berasal dari virus-nya dinonaktifkan, sehingga si virus tidak dapat menghasilkan penyakit. Beda dengan vaksin hidup.

Vaksin ini tergolong vaksin tradisional yang berasal dari patogen yang dimatikan oleh bahan kimia, panas atau radiasi. Jadi aman dipakai, tapi masih memiliki antigen yang bisa memicu respons kekebalan dalam tubuh. (https://www.rt.com/newsline/485726-china-approves-vaccine-trials/)

Bukan pertama kali ini saja Sinovac mengembangkan vaksin. Saat wabah SARS di tahun 2002-2003, Sinovac adalah satu-satunya perusahaan yang melakukan ujicoba vaksin fase I. Tapi tba-tiba pandeminya hilang, sehingga penelitian dihentikan. Akibatnya Sinovac merugi.

Tapi Sinovac nggak rugi-rugi amat, mengingat vaksin yang saat ini diuji cobakan, merupakan kelanjutan uji coba 17 tahun silam yang sempat terhenti. Bukankah C19 sangat mirip dengan SARS?

Pada awalnya, Sinovac juga sama dengan Moderna di AS sana, yang mengembangakn vaksin berbasis m-RNA. Tapi setelah diteliti, vaksin tradisional yang mengandung bahan virus non-aktif, justru memberikan hasil yang lebih baik ketimbang vaksin berbasis m-RNA.

Untuk mengembangkan vaksin CoronaVac tersebut, pemerintah China telah berinvestasi USD 140 juta. Angka yang fantastik. (https://time.com/5872081/sinovac-covid19-coronavirus-vaccine-coronavac/)

China berhasil melaju pada fase klinis III, setelah sukses pada fase klinis tahap II, dimana 90% relawan fase II berhasil mengembangkan antibodi penetral setelah 14 hari mendapatkan suntikan kedua. (https://www.dailymail.co.uk/health/article-8423761/Sinovac-vaccine-triggered-immune-response-90-patients-early-human-tests.html)

“Dari 2600 relawan yang ikut uji coba fase II di China, telah menunjukkan bahwa vaksin tersebut aman dan juga berhasil memicu respons antibodi penetral yang diperlukan untuk membentuk kekebalan tubuh guna melawan virus Corona,” begitu ungkap Sinovac. (https://www.fiercepharma.com/pharma/coronavirus-tracker-hydroxychloroquine-fails-va-study-fda-approves-at-home-sample-collection)

Pertanyaanya, kenapa China demikian ngotot melakukan uji coba vaksin Corona dimana-mana?

Karena China berkepentingan untuk mega proyek BRI mereka dapat berjalan sesuai rencana, setelah sempat molor gegara si Kopit. Selain itu, bukankah jalur sutra kesehatan juga merupakan infra-struktur yang harus mereka kembangkan guna antisipasi, manakala jalur BRI mereka dihantam oleh ancaman virus atau senjata biologis serupa.

Lalu, apakah vaksin tersebut aman untuk dipakai?

Aman, mengingat bahan dasarnya adalah virus yang telah dinon-aktifkan. Jadi nggak mungkin memacu penyakit tertentu pada orang yang menerimanya.

Apakah efektif?

Nah disini masalahnya. Kalo niatannya untuk mengalahkan si Kopit, maka bisa jadi usaha ini bakal sia-sia. Mengapa? Karena pihak big pharma nggak akan mungkin membiarkan vaksin China mengubur rencana mereka akan program vaksinasi global plus.

Investasi vaksin bernilai milyaran dollar, apa boleh dikalahkan oleh muculnya vaksin dari Tiongkok?

Ada 2 cara yang akan ditempuh oleh elite global. Pertama mereka akan memainkan skenario bahwa si Kopit telah bermutasi dipicu oleh ketidakstabilan cuaca. Dan mutasi virus bisa mengakibatkan vaksin yang sudah dibuat menjadi nggak efektif untuk menghantam varian virus jenis baru yang telah bermutasi tersebut.

Kedua, mereka bukan nggak mungkin akan melepaskan varian si Kopit lainnya, untuk mementahkan vaksin yang sudah siap produksi tersebut.

Ini nggak mengada-ada.

Setidaknya Universitas Cambridge telah mengidentifikasikan 3 mutasi terpisah sejak kasus Wuhan, pada April yang lalu. (https://www.telegraph.co.uk/news/2020/04/10/uks-coronavirus-epidemic-may-have-seeded-outside-china-new-study/)

National Laboratory Los Alamos di Amrik sana, juga melaporkan mutasi yang kurleb sama, yang sifatnya lebih menular daripada jenis asli yang berasal dari Wuhan. (https://www.biorxiv.org/content/10.1101/2020.04.29.069054v1.full)

Jadi menarik untuk disimak, bukan?

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)

 


3 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!