Polemik Penundaan 2024
Oleh: Ndaru Anugerah
“Bang, bisa bahas soal demonstrasi mahasiswa kemarin dalam konteks agenda politik di 2024 mendatang?” tanya seorang netizen.
Sebenarnya agak malas mengulas hal ini, karena concern saya adalah geopolitik global. Apa urgensinya saya membahas soal ini?
Namun karena ditanya, saya akan berikan analisa saya. Harapannya, anda bisa memahami masalah secara lebih komprehensif.
Seperti kita tahu, aksi mahasiswa kemarin, merupakan reaksi atas langkah politik yang diambil beberapa pihak, utamanya yang mengagendakan penundaan pemilu, hingga pemberian masa jabatan tambahan alias top-up kepada Jokowi. (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-61022402)
Soal penundaan pemilu ataupun perpanjangan masa jabatan presiden, saya pernah bahas pada Juni tahun lalu. Point yang saya mau sampaikan, ini bukan lagi wacana, melainkan rencana yang telah disusun rapih dan akan dieksekusi oleh beberapa pihak. (baca disini)
Sekarang kita mau lihat, siapa saja yang belakangan bersuara atas ‘rencana’ tersebut?
Di mulai oleh Bahlil Lahadalia selaku Menteri Investasi/Kepala BKPM yang berkicau soal penundaan pemilu pada Januari 2022 silam. “Pengusaha berpandangan bahwa baiknya penyelenggaraan pilpres 2024 ditunda karena ekonomi nasional sedang dalam pemulihan,” begitu kurleb-nya. (https://bisnis.tempo.co/read/1548472/bahlil-lahadalia-blak-blakan-soal-alasan-pengusaha-ingin-jadwal-pemilu-diundur/full&view=ok)
Berikutnya ada nama cak Imin selaku ketua PKB yang bersuara sama. “Kalo parpol kompak soal penundaan pemilu, maka presiden akan setuju,” demikian ungkapnya pada Februari silam. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220223170543-32-763086/cak-imin-usul-pemilu-2024-ditunda-dua-tahun)
Surya Paloh selaku Ketum Nasdem dan Airlangga Hartarto selaku Ketum Golkar, juga nggak mau kalah set, karena kedua juga membahas isu terkait penundaan pemilu di 2024 mendatang pada Maret 2022. (https://www.beritasatu.com/politik/900701/airlangga-hartarto-bertemu-surya-paloh-nasdem-tidak-bahas-penundaan-pemilu)
Sehari berselang, Ketum PAN, Zulkifli Hasan bahkan menyatakan dengan gamblang bahwa dirinya setuju atas isu penundaan pemilu, meskipun dia nggak yakin itu akan bisa dieksekusi dengan mudah. (https://news.detik.com/berita/d-5979395/meski-setuju-penundaan-zulhas-sebut-pemilu-2024-tak-mungkin-ditunda)
Dan di ring 1 istana, ada juga nama LBP yang menyuarakan hal yang sama.
Berbicara pada podcast Deddy Corbuzier (11/3), LBP menyatakan bahwa publik menghendaki penundaan pemilu. “Saya punya big data-nya, bahwa ada 110 juta warganet setuju pemilu ditunda,” begitu ujarnya. (https://news.detik.com/berita/d-5978918/luhut-klaim-punya-big-data-berisi-suara-rakyat-ingin-pemilu-ditunda)
Dan yang paling gres ada Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia alias Apdesi yang anggotanya menyuarakan 3 periode pada Jokowi pada salah satu acara silatnas di penghujung Maret silam. (https://www.suara.com/news/2022/03/29/203531/usai-silatnas-apdesi-siap-dukung-jokowi-tiga-periode-pks-bukti-ada-pembiaran-dari-presiden)
Sekali lagi, apakah isu penundaan pemilu maupun top-up 3 periode, merupakan wacana yang sifatnya spontan atau justru sebaliknya?
Asal tahu saja, dalam politik, nggak ada yang terjadi secara kebetulan, karena semua sudah direncanakan sebelumnya. Itu diktum yang umum berlaku.
Lalu siapa yang mengorkestrasi ‘wacana’ 3 periode?
Entahlah.
Merujuk pada pernyataan yang dilontarkan oleh politisi PDIP, Masinton Pasaribu, LBP lah sosok dibalik ‘wacana’ tersebut. “Semua kan sudah bicara, … (dan) semuanya mengarah pada satu Menko, Luhut Binsar Panjaitan,” ungkap Masinton. (https://www.kompas.tv/article/278893/masinton-minta-luhut-bersikap-kesatria-dan-mundur-sebut-sumber-wacana-tiga-periode)
Apa tujuannya?
Kepentingan bisnis semata. Dengan adanya top-up masa jabatan, bisnis siapa yang banyak meraup kepentingan atas skenario ini?
Terlepas dari siapa sosok yang berada dibalik ‘rencana’ 3 periode tersebut, harusnya ini nggak menjadi polemik yang berkepanjangan, jika dan hanya jika seorang Jokowi berani ambil keputusan tegas atas ‘tawaran’ maut tersebut.
Misalnya Jokowi bisa menyatakan tindakan indisipliner kepada para menteri yang menyuarakan agenda tersebut, atau memecat para pembantunya di kabinet yang kerap berkicau di luar garis kebijakan presiden.
Nyatanya, itu tidak dilakukan, bukan?
Pertanyaannya: nggak bisa atau nggak mau?
Menjadi wajar jika para mahasiswa menekankan pentingnya agenda politik nasional di tahun 2024 mendatang agar bisa dijalankan sesuai koridor yang berlaku. Bukankah itu bicara soal moral?
Namun, sebagai mantan aktivis 98, saya mempertanyakan: mengapa mahasiswa mengangkat isu politik yang sifatnya elitis dan bukan isu populis yang menyangkut kepentingan rakyat banyak, (meskipun itu juga disuarakan dengan nada lirih)? Siapa sebenarnya yang ‘bermain’ di belakang mereka?
Saya lebih baik tutup mulut soal itu.
Lantas, kemana semua akan bermuara?
Kalo kita ulas memakai kacamata nasional, kita akan kesulitan cari ujung-nya. Namun, jika kita lihat pakai kacamata geopolitik global, akan lebih mudah memahaminya.
Gerakan untuk menunda pemilu ataupun pemberian top-up masa kepemimpinan kepada Jokowi, akan berakhir sia-sia. Pemilu akan tetap dijalankan di 2024 mendatang. Itu yang akan terjadi, ke depannya. Percayalah!
Lalu, siapa yang akan melaju menggantikan Jokowi di 2024 mendatang?
Pada lain tulisan saya akan mengulasnya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments