Menyoal Rencana Infrastruktur Biden
Oleh: Ndaru Anugerah
Presiden Joe Biden mengajukan Rencana Pekerjaan Amerika, yang ‘katanya’ berniat untuk membangun kembali proyek infrastruktur di negara tersebut. Nilainya nggak tanggung-tanggung, karena mencapai USD 2,3 triliun. (https://www.wsj.com/articles/bidens-infrastructure-plan-how-the-2-3-trillion-would-be-allocated-11617234178)
Banyak kalangan menilai bahwa RUU infrastruktur yang bakal diajukan Biden tersebut bakal dapat membuat AS meraih masa kejayaannya kembali.
Apa iya?
Sekarang mari kita telisik. Uang segede itu mau buat apa aja? Benarkah untuk membangkitkan kejayaan AS kembali?
Dari uang senilai USD 2,3 triliun tersebut, nyatanya hanya kurang dari setengahnya yang benar-benar untuk membangun proyek infrastruktur semisal jalan raya, rel, jaringan listrik, pasokan air, pelabuhan hingga bandara. Uang yang rencananya dipakai untuk hal ini hanya sekitar 32% alias USD 750 milyar.
Nah, jika ditelusur lebih dalam lagi, dari USD 750 milyar, hanya sekitar USD 115 milyar yang dipakai untuk infrastruktur yang nyata yang telah disebutkan di atas. Jadi bukan utuh USD 750 milyar. (https://www.instituteforenergyresearch.org/renewable/bidens-infrastructure-bill-green-handouts-for-the-politically-connected/)
Sementara, dari USD 750 milyar, sebanyak USD 174 milyar akan dipakai untuk subsidi kendaraan listrik (e-Car) sesuai agenda Hijau yang ‘berkelanjutan’. Dan sudah tentu, Elon Musk ‘bersukacita’ atas rencana Biden tersebut.
“Langkah ini akan membuat AS lebih kompetitif terhadap mobil listrik buatan China,” begitu kurleb alasannya. Ini jelas mengada-ada, lha wong di China sana, mobil listrik yang paling laku ya Tesla buatan Elon Musk. (https://www.bbc.com/news/business-56178802)
Jadi alasan AS menjadikan China sebagai ‘pesaing’ dalam mobil listrik, jelas lebay.
Kita lanjut ya…
Dari angka USD 2,3 triliun tersebut, sekitar USD 100 milyar akan digunakan untuk modernisasi jaringan listrik dan USD 27 milyar lainnya akan digunakan untuk membangun energi bersih yang berkelanjutan yang sudah tentu menyasar energi surya dan angin guna mencapai kondisi nol karbon di 2035. (https://www.washingtonpost.com/climate-environment/2020/07/30/biden-calls-100-percent-clean-electricity-by-2035-heres-how-far-we-have-go/)
Apa ini tanpa masalah?
Asal tahu saja, dalam rangka menghasilkan energi ‘nol karbon’ di AS pada 2035, butuh setidaknya 25-50% lahan yang akan dikonversi. Ini jelas pemborosan lahan, mengingat energi yang dihasilkan dari batubara, gas dan nuklir, hanya butuh sekitar 0,5% luas lahan di AS. (https://www.instituteforenergyresearch.org/renewable/bidens-infrastructure-bill-green-handouts-for-the-politically-connected/)
Belum lagi kalo kita gali lebih dalam, bahwa untuk menghasilkan energi dari surya, akan butuh banyak panel surya. Dan China yang akan diuntungkan dari proyek Biden tersebut, mengingat China memonopoli secara global produksi panel surya. Masa iya mau beli panel surya di Wakanda? (https://www.scientificamerican.com/article/why-china-is-dominating-the-solar-industry/)
Pada turbin kincir angin, kondisinya juga sami mawon. Bukan AS yang mendominasi bidang ini, tapi Denmark. Jadi kalo rencana infrastruktur Biden mau buka lapangan kerja bagi warga AS, dimana logikanya? (https://www.offshorewindindustry.com/news/danish-dominance)
Keanehan nggak cukup sampai disitu.
Ada lagi dana sebesar USD 100 milyar yang akan digunakan untuk menyediakan makan siang di sekolah menjadi lebih berkelanjutan. Ini maksudnya apa? Apa berencana menghilangkan piring kertas dan bahan sekali pakai lainnya sebagai alat makan siswa di sekolah dan menyuruh mereka beralih menggunakan tangan mereka saat menyantap makanan? (https://fee.org/articles/9-crazy-examples-of-unrelated-waste-and-partisan-spending-in-biden-s-2t-infrastructure-proposal/)
Aneh bin ajaib, bukan? Lantas kenapa juga nama proposalnya pake istilah infrastruktur? Jaka sembung bawa golok, kan?
Ini sungguh miris, mengacu pada 2 hal. Pertama rakyat AS yang akan menanggung utangan jumbo tersebut. Dan kedua, ini sama saja upaya ‘merontokkan’ industri nasional di AS sendiri dengan beralihnya ke rencana hijau yang ‘berkelanjutan’.
Sementara American Society of Civil Engineers (ASCE) menyatakan bahwa AS setidaknya butuh dana sekitar USD 6 triliun untuk memperbaiki insfrastruktur dasar yang telah usang. Ini yang sesungguhnya dibutuhkan. Bukan malah beralih ke energi yang berkelanjutan. (https://global.chinadaily.com.cn/a/202103/08/WS6045907ea31024ad0baad956.html)
“42% atau sekitar 617.000 jembatan di seluruh AS telah berusia lebih dari 50 tahun, dan lebih dari 40% jalan dan jalan raya di negara bagian telah berada dalam kondisi yang memprihatikan,” demikian kurleb-nya. (https://infrastructurereportcard.org/united-for-infrastructure-2021-a-week-of-broad-agreement-urgency/)
Ini yang seharusnya jadi fokus Biden kalo ingin membangun AS, bukan malah berpaling ke rencana hijau ‘berkelanjutan’ yang diusung oleh kartel Ndoro besar. (baca disini, disini dan disini)
Kalo begini, sama saja mempercepat ambruknya ekonomi AS yang saat ini sudah menjelang ajalnya.
Tapi Biden selaku pion Ndoro besar, bisa apa? Yang namanya jongos, hanya bisa pasrah manut saja terhadap program ‘berkelanjutan’ tersebut.
Ini nggak mengada-ada.
Coba lihat siapa yang pegang kendali pada pemerintahan Biden?
Ada Brian Deese selaku Direktur Dewan Ekonomi Nasional pada pemerintahan Biden. Padahal kita tahu bahwa Deese adalah kepala ESG di BlackRock. (https://www.esgtoday.com/biden-taps-brian-deese-global-head-of-sustainable-investing-at-blackrock-to-lead-national-economic-council/)
Ada juga Adewale Adeyemo selaku Deputi Menkeu AS yang juga jebolan BlackRock. (https://www.bloomberg.com/news/articles/2020-12-01/blackrock-builds-clout-in-washington-as-biden-fills-out-his-team)
Asal anda tahu bahwa BlackRock adalah kartel Ndoro besar yang berperan penting dalam mengusung agenda hijau secara global. (baca disini)
Dengan adanya orang-orang mereka pada postur kabinet Biden, apa hanya kebetulan saja sifatnya atau ada rencana tersendiri?
Silakan anda simpulkan sendiri.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments