Mengurai Pakta Masa Depan (*Bagian 1)


531

Mengurai Pakta Masa Depan (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah – 18102024

“Bang, katanya janji mau ulas soal Pakta Masa Depan PBB?” pinta seorang netizen.

Saya tepati janji saya.

Pakta Masa Depan sebenarnya adalah perjanjian internasional yang diadopsi oleh negara-negara anggota PBB yang diadakan di New York pada September tahun ini.

Dengan total sebanyak 56 tindakan aksi, pakta ini membahas bidang-bidang penting termasuk pembangunan berkelanjutan, perdamaian dan keamanan internasional, iptek, inovasi serta peran pemuda dan generasi masa depan. (https://www.un.org/en/summit-of-the-future/pact-for-the-future-revisions)

Kurang lebihnya seperti itu.

Sekarang kita akan gali lebih dalam tentang Pakta Masa Depan tersebut.

Saat anda membuka dokumen tersebut, pada Pasal 1 ada tertulis seperti ini: “Kami,  kepala-kepala negara dan pemerintahan, telah (dengan sengaja) berkumpul di markas PBB untuk melindungi kebutuhan dan minat dari generasi saat ini dan juga generasi masa depan yang dituangkan dalam Pakta Masa Depan.”

Bagian ini hanya ingin mengatakan bahwa generasi kini dan mendatang (yang akan lahir di masa depan), sudah pasti akan terikat pada aturan yang tertuang dalam Pakta Masa Depan tersebut.

Jadi jangan ada omongan jika perjanjian ini tidak mengikat semua orang di kolong jagat, karena nyatanya telah dirumuskan bersama oleh mayoritas kepala negara dan pemerintah di markas PBB, New York. Itu jelas nggak relevan.

Lantas apa alasan mereka berkumpul di New York?

Bagian ini bisa kita lihat pada Pasal 2. “Kita berada pada era transformasi global akibat risiko bencana dan eksistensial yang telah kita buat. … Dan jika kita tidak mengubah arah, kita akan terjerumus ke masa depan penuh krisis dan kehancuran yang tak berkesudahan.”

Parafrase bagian ini adalah bencana dan eksistensial yang kita hadapi saat ini adalah karena buatan kita alias manusia. Jadi semua krisis dan kerusakan yang telah terjadi, tak terkecuali perubahan iklim, disebabkan karena aktivitas manusia alias antropogenik.

Apa aktivitas manusia yang dimaksud?

Tentu saja banyak hal, mulai dari menggunakan kendaraan pribadi ke tempat kerja, menyalakan AC saat di rumah dan tempat kerja, hingga kebiasaan kita dalam mengonsumsi daging saban hari. Itu-lah yang dituding sebagai sumber dari perubahan iklim.

Dan memang, manusia-lah yang dianggap sebagai sumber kerusakan di bumi sedari awal oleh klan Ndoro besar yang merupakan kaum eugenika.

“Semua bahaya (bencana iklim) ini disebabkan oleh campur tangan manusia dan hanya melalui perubahan sikap dan perilaku mereka dapat diatasi. (Jadi) Musuh sebenarnya adalah umat manusia itu sendiri,” begitu kata sang Ndoro. (https://www.clubofrome.org/publication/the-first-global-revolution-1991/)

Saya pernah bahas soal ini. (baca disini, disini, disini dan disini)

Dengan demikian, setelah sang Ndoro menyalahkan kita (manusia) atas krisis yang terjadi di dunia, kemudian muncullah sekelompok orang yang mengklaim dirinya sebagai ‘perwakilan umat manusia’ yang diberi mandat untuk mengatur, membatasi dan mengendalikan kegiatan kita alih-alih untuk memecahkan krisis eksistensial di dunia.

Agak pusing kan mencerna aturan sang Ndoro besar?

Apa solusi yang ditawarkan?

Kita lanjut pada Pasal 3 yang berbunyi demikian, “Masih ada harapan yang bernama transformasi global yang berisi peluang untuk pembaruan dan kemajuan yang didasarkan pada kemanusiaan, sehingga kita dapat menuju masa depan yang berkelanjutan.”

Dengan kata lain, untuk menghindari bencana di masa depan, harus ada solusi konkrit yang bernama transformasi global.

Transformasi global tuh seperti apa?

Sebenarnya ini bukan barang baru. Segudang istilah telah anda dengar sebelumnya, mulai dari Revolusi Industri ke-4, The Great Reset, hingga Transformasi Pangan.

Itulah Transformasi Global yang dimaksud.

Apa lagi yang menarik dari Pakta Masa Depan?

Pasal 5, yang menyangkut tentang Hukum Internasional. Dikatakan bahwa untuk mengatasi masalah-masalah yang kita hadapi saat ini, kita perlu mengambil komitmen bersama dalam rangka kerjasama internasional yang didasarkan pada hukum internasional.

Ada satu frase yang disebutkan disitu: Hukum Internasional.

Sebuah konotasi positif pada frase itu, bukan? Lagian siapa juga yang nggak menginginkan hukum internasional yang kelak akan menciptakan keteraturan?

Masalahnya, apakah konsep Hukum Internasional yang bakal diterapkan, bakal melindungi manusia secara universal?

Gampang membuktikannya.

Anda pasti tahu International Criminal Court (ICC). Secara definitif, ICC merupakan sebuah pengadilan permanen untuk menuntut individu atas tindakan genosida, kejahatan atas kemanusiaan ataupun kejahatan perang. (https://www.icc-cpi.int/)

Sudah rahasia umum jika ICC adalah alat kepanjangan tangan dari NATO dan sekutu. Jadi, musuh NATO akan menjadi musuh ICC secara otomatis.

Jangan aneh jika yang menjadi target ICC adalah para pemimpin di negara yang dikategorikan sebagai ‘terbelakang’, yang tentu saja bersikap mbalelo alias melawan terhadap dikte yang diberikan rezim Washington.

Ambil contoh Slobodan Milosevic mantan pemimpin Yugoslavia yang sudah pasti nggak sejalan dengan AS. Tanpa ampun langsung dicokok oleh ICC dan dijatuhi hukuman atas kejahatan perang di Kosovo. (https://www.wilsoncenter.org/publication/257-milosevic-and-the-hague-war-crimes-tribunal)

Masalahnya apakah ICC berani mencokok aktor kelas kakap atas kejahatan perang di Irak, Gaza, Suriah atau di Vietnam, yang notabene-nya ada di pihak AS atau sekutunya?

Tentu saja tidak akan pernah terjadi.

Karena apa?

ICC adalah kepanjangan tangan NATO. Nggak ada ceritanya tangan yang sama bakal menggampar muka-nya sendiri, bukan?

Jadi, aturan dan hukum internasional hanya sekedar lip service semata, yang tentu saja bersikap subyektif sesuai kepentingan sang Ndoro dan kroni-nya.

Btw, tulisan ini kita sudahi dan akan dilanjut pada bagian kedua nanti.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


error: Content is protected !!