Mengulas Bitcoin (*Bagian 1)


521

Mengulas Bitcoin (*Bagian 1)

“Bang, bisa bahas soal bitcoin?” tanya seorang netizen.

Karena pertanyaannya sudah cukup lama diajukan, sekarang mumpung ada waktu saya coba menjawabnya.

Bitcoin muncul di muka bumi di tahun 2008 silam saat sosok misterius bernama Satoshi Nakamoto mempublikasi paper-nya secara online yang berjudul: Bitcoin: A peer to peer electronic cash system.

Secara singkat, papernya tersebut berisi cita-cita Nakamoto untuk membuat mata uang baru yang sifatnya elektronik. “Kelak kita bisa mengirim uang semudah kita mengirim email,” begitu ungkapnya. (https://bitcoin.org/bitcoin.pdf)

Nakamoto menambahkan, “Yang dibutuhkan adalah sistem pembayaran elektronik berdasarkan bukti kriptografi dan bukan hanya kepercayaan semata.”

Sebenarnya, gagasan Nakamoto bukan yang pertama ada, karena sejak hadirnya e-commerce banyak yang sudah menawarkan gagasan tentang penggunaan uang digital. Tapi sialnya nggak pernah berhasil. Yang ada hanya uang biasa yang diubah ke bentuk elektronik.

Nakamoto punya gagasan yang beda setelah menjalani risetnya dengan mengawinkan teknologi, kriptografi, peer to peer file sharing dan juga blockchain, guna menciptakan uang digital pertama yang kelak diberi nama sebagai Bitcoin.

Sejak digunakan sebagai mata uang dalam transaksi, banyak pihak mempertanyakan banyak hal seputar bitcoin. Dan yang paling banyak adalah klaim bahwa bitcoin dapat digunakan sebagai kegiatan transaksi terlarang. Nggak aneh jika pemerintah China kini melarangnya. (https://www.bbc.com/news/technology-58678907)

Presiden Bank Sentral Eropa, Christine Lagarde juga mengatakan, “Bitcoin bisa dipakai sebagai sarana pencucian uang.” (https://www.bloomberg.com/news/articles/2021-01-13/lagarde-blasts-bitcoin-s-role-in-facilitating-money-laundering)

Bahkan Menkeu AS Janet Yellen juga buka suara bernada sama, “Bitcoin selain nggak efisien juga sering digunakan pada transaksi ilegal.” (https://www.businessinsider.com/janet-yellen-bitcoin-is-an-extremely-inefficient-way-to-transact-2021-2)

Apakah benar demikian adanya?

Menurut mantan Direktur CIA, Michael Morell justru sebaliknya. “Teknologi yang ada dibalik bitcoin justru bisa dipakai oleh pemerintah untuk mengawasi penggunanya sebagai alat forensik,” demikian kurleb-nya. (https://cryptoforinnovation.org/resources/Analysis_of_Bitcoin_in_Illicit_Finance.pdf)

“Sederhananya, bitcoin bisa dipakai pemerintah untuk memerangi kejahatan selain sebagai alat untuk mengumpulkan data intelijen yang sangat efektif,” ungkap Morell.

Apa alasannya?

Dengan adanya bitcoin yang menggunakan teknologi blockchain, otomatis semua transaksi dicatat di buku besar publik, terdesentralisasi dan nggak bisa diubah. “Melacak transaksi bitcoin lebih mudah ketimbang melacak dana ilegal yang ‘diterbangkan’ melalui transaksi perbankan tradisional,” tambah Morell.

Pernyataan Morell sepertinya bukan isapan jempol semata.

Anda tahu perusahaan pelacak cripto yang bernama Chainanalysis yang telah bekerjasama dengan penegak hukum di hampir semua negara? Dalam pernyataannya baru-baru ini mereka menyatakan, “Pasar darknet telah meraup untung lebih banyak dari sebelumnya sejak menggunakan crypto.” (https://blog.chainalysis.com/reports/darknet-markets-cryptocurrency-2019)

Pertanyaannya: bagaimana Chainanalysis berkata demikian kalo nggak punya datanya? Nah terus datanya didapat darimana? Mungkinkah dari pasar loak atau tukang kredit panci?

Itu bukan satu-satunya, karena di tahun 2013 pernah ada kejadian serupa.

Pada September 2013, FBI berhasil menutup pasar obat online dan menyita semua bitcoin milik Dread Pirated Roberts yang ‘katanya’ berkebangsaan Amrik. (https://www.reuters.com/article/us-crime-silkroad-raid-idUSBRE9910TR20131002)

Pertanyaannya: darimana FBI tahu aktivitas di Dark Web tersebut berikut bitcoin yang awalnya dimiliki Dread Pirated Roberts? (https://www.wired.com/2015/04/silk-road-1/)

Dengan penyitaan tersebut, otomatis FBI merupakan kandidat pemegang dompet bitcoin terbesar di dunia, karena berhasil mengantongi 144.000 bitcoin dari razia tersebut. (https://blockchain.info/address/1FfmbHfnpaZjKFvyi1okTjJJusN455paPH)

Sekali lagi, dengan bitcoin yang dimilikinya, apakah nggak mungkin untuk FBI mengawasi transaksi yang dilakukan dengan menggunakan bitcoin?

“Lebih mudah melacak satu alamat, meskipun itu punya risiko yang berat,” demikian ungkap Andrew Rennhack selaku operator di Bitcoin Rich List yang kerjaanya melacak alamat teratas di dunia bitcoin. (https://asksystems.es/bitcoin-explorer-rich-list/)

Kalo perusahaan swasta saja bisa melakukan aktivitas pelacakan, apalagi untuk sekelas negara?

Dengan kata lain, anggapan bahwa bitcoin adalah alat untuk transaksi ilegal dan lain sebagainya yang tidak bisa dilacak transaksinya, sepertinya hanya omong kosong belaka.

Lalu, kalo ternyata aktivitasnya masih bisa dipantau, kenapa orang banyak menggunakan bitcoin?

Morell mengatakan, “Bitcoin sengaja dipilih karena biasanya orang merasa takut dengan apa yang tidak mereka pahami.” Dan bitcoin telah sukses memberikan jaminan ‘keamanan’ dalam kegiatan transaksinya. (https://deep-resonance.org/2021/04/14/michael-morell-argues-blockchain-tech-behind-bitcoin-is-a-boon/)

Apa implikasi pernyataan Morell selanjutnya?

Pada bagian kedua saya akan membahasnya.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!