Mengukur Efektivitas
Oleh: Ndaru Anugerah
Bagaimana mengukur efektivitas vaksinasi Kopit yang kini sedang berlangsung? Dengan mengukurnya, akan kelihatan apakah klaim yang menyatakan bahwa program suntik massal dapat menghindari si Kopit atau malah sebaliknya.
Cara termudah adalah dengan membandingkan data antara kelompok negara yang banyak menerima vaksinasi dan negara yang sedikit menerima vaksinasi. Dari data tersebut kita akan tahu berapa, misalnya, tingkat kematian akibat si Kopit.
Logikanya, makin banyak divaksinasi, maka makin sedikit tingkat kematian akibat si Kopit. Begitu-pun sebaliknya. Ini selaras dengan klaim yang menyatakan bahwa ‘kalo seseorang telah divaksin, maka tingkat keparahan infeksi akibat si Kopit bakal mengecil’.
Setidaknya kaum Ondel-Ondel Monas yang kerap mengklaim akan hal itu.
Sekarang kita lihat pakai data, jadi nggak ngandelin jigong semata.
Menarik untuk membaca analisa yang dilakukan oleh Rodney Atkinson. (http://freenations.net/most-vaccinated-countries-have-most-covid-cases-scotland-reveals-true-vaccination-death-rate-vaccinated-are-more-infectious-official-vaccine-lies/)
Menurut Atkinson, negara-negara yang paling banyak divaksinasi justru memiliki kasus kematian yang paling banyak per satu juta penduduk.
Sebaliknya negara-negara yang paling sedikit divaksinasi malahan memiliki kasus dan kematian paling sedikit per satu juta penduduk.
Bagaimana Atkinson menyajikan datanya?
Secara umum, Atkinson mengambil data statistika tentang vaksinasi per tanggal 12 Agustus 2021 silam. Dari situ dia membagi 2 kelompok negara, yaitu negara dengan tingkat vaksinasi terbanyak (≥ 50%) dan negara dengan tingkat vaksinasi sedikit (≤ 23%).
Biar fair, Atkinson juga mencantumkan tanggal kapan negara-negara tersebut melakukan vaksinasi dan kemudian datanya diambil setelahnya. Jadi nggak ada celetukan yang mengatakan bahwa ‘datanya diambil sebelum vaksinasi’.
Lalu apa yang didapat?
Berikut negara-negara yang terbanyak melakukan vaksinasi:
Berikut negara-negara yang sedikit melakukan vaksinasi:
Apa yang bisa disimpulkan?
Secara gamblang, rata-rata kasus untuk negara yang paling banyak divaksinasi mencapai 77.491 per juta penduduk, sementara negara yang sedikit melakukan vaksinasi, rata-rata kasusnya hanya 19.672.
Bagaimana dengan tingkat kematian?
Pada negara-negara dengan tingkat vaksinasi terbanyak, angka kematiannya 1.647 per juta penduduk, sementara negara-negara dengan tingkat vaksinasi sedikit, tingkat kematiannya hanya 427 per juta penduduk.
Amazing!
Selaras dengan temuan Atkinson, kejadian di Inggris mengungkapkan data yang lebih jelas lagi.
Pada tengat waktu 1 Februari 2021 hingga 2 Agustus 2021, kematian dalam 28 hari dari spesimen positif adalah 402 bagi mereka yang telah menerima suntikan kedua, tetapi hanya 253 bagi mereka yang tidak divaksinasi. (https://chriswaldburger.substack.com/p/bombshell-uk-data-destroys-entire)
Dengan kata lain, mereka yang divaksin, justru malah memberikan kontribusi kematian yang lebih tinggi ketimbang mereka yang tidak divaksin jika terpapar si Kopit.
Bahkan sebuah makalah pracetak yang diterbitkan The Lancet baru-baru ini, menyatakan bahwa individu yang divaksin membawa viral load yang luar biasa banyaknya tanpa menjadi sakit, tetapi mereka malah menjadi penyebar virus kepada orang lain. (https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=3897733)
Kalo sudah begini, apakah vaksinasi menjadi solusi terbaik? Apakah klaim bahwa vaksinasi mengurangi paparan seseorang jika terkena Kopit bisa dibuktikan?
Silakan anda simpulkan sendiri.
Anyway, ayo goyang lagi Ondel-Ondelnya. Sapa tahu dapat saweran.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments