Menentang atau Mendukung Sang Ndoro? (*Bagian 1)


541

Menentang Atau Mendukung Sang Ndoro? (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah

Dalam komunitas geopolitik, sedang ramai dibicarakan tentang peran Rusia yang tengah berkonflik dengan Ukraina, dalam mempercepat agenda sang Ndoro besar. (baca disini dan disini)

Timbul pertanyaan: Mengapa Rusia malah membuka jalan dengan mendorong konflik yang konsekuensinya justru membuka jalan bagi agenda The Great Reset untuk bisa menunggangi konflik yang dipaksakan tersebut? Apa jangan-jangan Rusia adalah ‘pion’ dari skenario sang Ndoro?

Hal ini perlu dipertanyakan, agar kita nggak terjebak dalam situasi dukung mendukung dalam konflik yang berlangsung di Ukraina. Ngapain saling dukung mendukung, kalo ternyata kedua kubu memiliki bandar yang sama?

Banyak hal yang perlu dikritisi. Misalnya bagaimana sikap Rusia terhadap program enjus global yang dimiliki sang Ndoro besar.

Satu yang perlu anda tahu, bahwa sikap Rusia juga selaras dengan agenda plandemi Kopit. Bahkan Rusia juga mengembangkan vaksin Kopit, yang belakangan diberi nama Sputnik V.

Hal yang perlu dipertanyakan adalah: mengapa Pusat Gamaleya selaku pengembang vaksin, kok malah menjalin kerjasama dalam melawan Kopit dengan AstraZeneca yang merupakan bagian dari jaringan Big Pharma? (https://sputniknews.com/20201221/russias-gamaleya-research-uk-swedish-astrazeneca-sign-memorandum-of-cooperation-in-covid-19-fight-1081524451.html)

Apakah karena kedua vaksin sama-sama menggunakan vektor adenovirus, makanya perlu ‘kerjasama’? (https://www.news-medical.net/health/What-are-Adenovirus-Based-Vaccines.aspx)

Nggak hanya dengan AZ, Sputnik V juga melakukan kerjasama dengan melakukan ujicoba gabungan dengan jaringan Big Pharma lainnya, yaitu: Pfizer dan Moderna.

Bahkan Kirill Dmitriev selaku kepala Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF) mengatakan bahwa suntikan Sputnik dan Pfizer akan menjadi kombinasi yang ‘sempurna’ dalam melawan varian Kopit. (https://tass.ru/ekonomika/12653407)

Kebetulan lagi, Kirill Dmitriev adalah alumni Young Global Leaders, yang merupakan sekolah kaderisasi pemimpin dunia masa depan, milik sang Ndoro besar. (https://rdif.ru/Eng_person_dmitriev_kirill/)

Itu soal vaksinasi, ya.

Hal lain yang perlu dikritisi adalah soal kebijakan Rusia dalam menggelar kebijakan wajib vaksin bagi warga negaranya. Selaras dengan kebijakan sang Ndoro, Rusia bahkan menerapkan green passport untuk membedakan warga yang telah divaksin atau belum. (https://www.bignewsnetwork.com/news/267641751/everything-you-need-to-know-about-covid-19-passports-in-russia)

Kalo memang Rusia tahu bahwa sesungguhnya plandemi ini hanyalah operasi psikologis untuk membuka jalan bagi TGR, ngapain kebijakan wajib vaksin digelar di sana? Kenapa juga green passport yang akan terkoneksi dengan ID2020, justru akan dilegalisasi di sana? (https://www.themoscowtimes.com/2021/11/12/russia-to-introduce-vaccine-passports-amid-record-virus-surge-a75551)

Masalah lain yang perlu mendapatkan sorotan adalah sikap Rusia dalam mengantisipasi plandemi Kopit di negaranya. Apakah Rusia tidak memberlakukan kebijakan lockdown dan turunannya di negaranya, atau justru sebaliknya?

Faktanya, Rusia juga larut dalam kebijakan penanganan Kopit ala sang Ndoro dengan memberlakukan lockdown yang nggak kalah ‘seram’-nya dengan yang terjadi di negara-negara Barat lainnya. (https://www.themoscowtimes.com/2021/03/30/one-year-on-how-russias-coronavirus-lockdown-hit-the-economy-a73410)

Parahnya lagi, Rusia sempat memberlakukan lockdown utamanya bagi yang belum divaksinasi dan berumur di atas 60 tahun, untuk nggak boleh keluar rumah selama 4 bulan, pada Oktober tahun lalu. Apa nggak sadis itu? (https://edition.cnn.com/2021/10/21/europe/moscow-lockdown-october-2021-covid-intl/index.html)

Lalu, apakah kebijakan lockdown yang diambil Rusia, lebih lunak ketimbang negara-negara Barat lainnya?

Berdasarkan data yang dirilis oleh OurWorldinData.org tentang Indeks Ketaatan pada kebijakan Kopit, kebijakan yang diambil Rusia sama ‘keras-nya’ terhadap warga negaranya. (https://ourworldindata.org/grapher/covid-stringency-index?tab=chart&time=2020-09-20.latest&country=USA~GBR~CAN~FRA~ITA~DEU~JPN~CHN~IND~IDN~RUS)

Dengan kata lain, Rusia justru larut pada skenario plandemi yang diusung oleh sang Ndoro, dan bukan menentang kebijakan tersebut.

Sekarang kita beralih ke hal lain.

Apakah Rusia selaras dengan kebijakan sang Ndoro besar dalam penerapan uang digital?

Faktanya, Rusia melalui bank sentral-nya, malah telah menguji cobakan rubel digital yang akan menggantikan sistem cash dengan transaksi dengan menggunakan uang digital. (https://www.coindesk.com/policy/2022/02/16/bank-of-russia-proceeds-with-digital-ruble-renews-push-for-crypto-ban/)

Bukankah kita tahu bersama, bahwa apapun itu yang akan digunakan oleh bank sentral, ujung-ujungnya adalah kontrol, mengingat sang Ndoro lah yang mempunyai bank-bank sentral tersebut. (https://www.technocracy.news/day-8-technocracy-and-global-banks/)

Kalo Central Bank Digital Currency (CBDC) telah terbentuk, dan ke depannya kita akan dipaksa menggunakan uang digital, lantas kenapa Rusia malah mendukung kebijakan tersebut? Bukankah itu malah melegitimasi program sang Ndoro? (baca disini)

Kita akan lanjut pada pertanyaan kritis lainnya pada bagian kedua nanti.

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!