Mencari Modus


506

Banyak penolakkan terhadap gerakan #2019gantipresiden di akar rumput, mengakibatkan pihak kepolisian melarangnya. Itu bukan tanpa sebab, mengingat gesekan demi gesekan sangat mungkin terjadi terhadap aksi gerakan ini, kalo terus-menerus dipaksakan.

Ketimbang mendatangkan mudarat, baiknya dilarang saja. Case closed..

Sebenarnya gerakan tagar itu muaranya kemana? Ini harus dipikir, mengingat untuk menggerakkan massa menjadi bola salju raksasa, pastinya melibatkan dana yang tidak sedikit.

Berawal dari pertanyaan: kenapa gerakan tagar masif digulirkan. Toh, kalo mau mengganti presiden, kenapa musti ngotot? Kan sudah ada 2 paslon yang diusung oleh masing-masing kubu?

Aneh memang, mengingat PKS sebagai pengusung paslon BOSAN, kok malah teriak ganti presiden, bukan malah teriak ‘#2019Prabowopresiden’?

Jawabannya bisa 2 kemungkinan. Pertama PKS dapat menghitung dengan baik bahwa Prabowo akan keok dengan sukses pada gelaran di 2019. “Ampe lebaran monyet, nggak bakal menang dia, kak Emma,” demikian pikir para kampret.

Kedua, karenanya PKS menyiapkan gerakan alternatif sebagai rencana cadangan.

Apa maksudnya?

Gerakan makar, bila terbukti Om Wowo gagal jadi presiden. Ini dapat terendus dari motif gerakan mereka. Coba lihat sejarah di 1966 dan 1998. Yang diteriakkan massa saat itu adalah “Turunkan Soekarno atau Turunkan Soeharto” bukan malah ganti presiden. Mang mau diganti apa? Khilafah?

Singkatnya, gerakan ganti presiden adalah akal-akalan PKS doang untuk dapat memuaskan syahwat berkuasanya, bukan mengusung Prabowo jadi presiden.

Lagian kalo dipikir, gerakan alternatif itu sangat beresiko, karena mengandalkan kekuatan massa dan sarat aksi kekerasan, alias makar. Makanya tak heran PKS akhirnya menggandeng kakak tirinya HTI, dalam hal ini. Dalam sekejab gerakan ‘Ganti Presiden’-pun berubah menjadi ‘Ganti Sistem’.

Jika gerakan massa yang diharapkan akan membesar lewat deklarasi disana-sini, jelas kontra-produktif. Lha dimana-mana ditolak. Terus gimana bisa ngandelin kekuatan massa alias people power? Jelas nggak mungkin. Yang paling mungkin pake kekuatan bersenjata.

Sekarang coba kita telusur. Yang punya akses senjata yah cuma TNI dan Polri. Apa iya mereka bisa diajak aksi untuk menyukseskan gerakan makar HTI-PKS? Jawabannya bisa, kalo kedua lembaga negara tersebut sudah disusupi oleh HTI. Gimana ngecek-nya?

Lihat petinggi di tubuh TNI dan Polri. Apa iya pak Tito orangnya HTI? Atau panglima TNI sudah terinfiltrasi radikalisme HTI? Kalo pimpinan tertinggi lembaga tersebut sudah dikuasai, rantai komando pasti sampai ke bawah.

Bahkan jabatan setingkat Pangkostrad saja, sudah ada orang pakde disana.

Jadi bisa disimpulkan kalo infiltrasi HTI dalam kedua lembaga negara tersebut hanyalah pepesan kosong.

“Tapi bang, bukannya kasus TK Kartika Probolinggo mengindikasikan adanya infiltrasi HTI di tubuh lembaga negara?” kilah seorang teman. Bisa jadi, tapi itupun hanya bersifat individual, tidak bisa dikatakan lembaganya telah disusupi.

Satu-satunya kekuatan bersenjata yang bisa diandalkan, yah lewat ‘sayap militer’ mereka yang berafiliasi ke ISIS. Maka jangan heran kalo Abu Jibril kerap terlihat di acara deklarasi mereka. Trus gimana caranya? Yang paling mungkin, pemilu dibuat kacau.

Saat pemungutan suara, eh tiba-tiba bom meletus. Tercipta situasi panik disana-sini. Tapi yang perlu diingat, apa iya aparat keamanan nggak akan ambil langkah antisipasi kalo situasi chaos tercipta?

Sekarang coba kita hitung seandainya paslon BOSAN memang pilpres. Apa iya Om Wowo bersedia negara ini jadi sistem Khilafah? Emang ada sejarahnya keluarga Om Wowo pendukung gerakan Khilafah? Yang ada, para dedengkot kampret bakal diculik wan-bay-wan, trus dimasukkin ke kardus. Kelar dah…

Jadi bingung deh mencari sukses terhadap modus gerakan ini. Karena dengan kalkulasi apapun, akan sulit mengganti presiden seperti yang mereka inginkan, apalagi pake acara ganti sistem Khilafah. Sangat utopis jadinya…

Terus, kalo sudah tahu modus sukses susah nyarinya, ngapain ngotot gelar aksi tagar mlulu? Mending jualan cilok. Sapa tau dagangan laris manis tanjung kimpul dan bisa ngebeli deh rumah di Pondok Indah…

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!