Pilpres memang masih beberapa bulan ke depan. Namun suasana panasnya, mulai terasa dan akan menemukan klimaksnya menjelang saat pencoblosan di April tahun depan.
Namun apes. Hingga kini kubu oposisi yang diusung oleh para kampret, belum juga menemukan senjata yang pas untuk menjatuhkan pakde. “Sakti amat yah, nih orang,” demikian pikirnya.
Untuk dapat mengalahkan pakde, seperti sudah sering saya ulas, kalo pake cara konvensional, udah susah ngejarnya. Ibarat perlombaan balap, satu pake Ferarri nah yang satu lagi pake odong-odong. Ketinggalan jauh binggo.
Harus ada cara ampuh untuk menjegalnya, dan hanya satu caranya: perang asimetrik.
Harus ada isu yang dimunculkan, dan bisa membakar emosi orang untuk bersimpati. Ingat kasus Ahok tempo hari? Gegara unggahan video editan, dengan sekejab ‘jutaan’ orang langsung ngerubung. Ada isu, aksi-pun terbentuk, dan ujungnya Ahok kalah telak plus masuk bui.
Kasus penganiayaan Ratna Sarumpaet-pun sebenarnya esensinya sama. Perang asimetrik juga. Namun apa daya, akal bulus para kampret bisa digagalkan. Padahal orderan nasbung khas dengan karet gelang-nya sudah dirancang. Leaflet dan spanduk juga sudah disiapkan. Tapi, semuanya kembali ke laptop…
Gagal maning-gagal maning. Penyebabnya satu, isu susah didapat.
Namun bukan kampret namanya kalo gampang menyerah. Ingat slogan mereka: “sepandai-pandainya cebong berenang, pasti akan cape juga.” Dan inilah yang dijadikan keniscayaan mereka untuk senantiasa maju. “Tetap cemungud…”
Dan setelah otak-atik togel berhari-hari di gua tempat mereka berada, akhirnya mereka menemukan suatu isu yang cukup kekinian. “Ahaa…ide baguss,” pikirnya. Apa isu itu? Anggota Banser kedapatan membakar bendera Tauhid tepat dikeramaian saat Hari Santri Nasional digelar.
Dan ibarat mission impossible, aksi-pun digelar. Saat terjadi keramaian, eh tiba-tiba ada yang kibar-kibar bendera Tauhid. Tindakan yang cukup provokatif dan berani mengingat acara yang berlangsung di Kecamatan Limbangan Garut, Jawa Barat (22/10) itu berlangsung dengan pengawalan Banser.
Seperti yang sudah direncanakan, seorang anggota Banser bukan saja mengambil tuh bendera yang diklaim sebagai bendera Tauhid, tapi kemudian membakarnya. Seperti dugaan, jari netijen-pun mengabadikannya. Dan seketika viral-lah kasus tersebut. “Aji gile, bendera Rasul kok dibakar.”
Kita lihat siapa apa yang terjadi setelah peristiwa tersebut? Apa lagi kalo bukan tekanan massa. Massa aksi bela kalimat Tauhid yang berlokasi di Solo serta merta menggelar demo Senin pagi (23/10). Mereka mendesak Polri untuk mengusut dan menangkap oknum Banser yang membakar bendera tersebut.
“Kami menuntut agar pelaku dihukum dan dipidana serta meminta maaf secara resmi dari organisasi. Karena mereka melakukannya dengan seragam resmi dan dalam acara resmi.” Demikian pesan singkatnya.
Waketum MUI, Zainut Tauhid Sa’adi juga angkat bicara. Beliau menyesalkan peristiwa tersebut terjadi tepat pada peringatan Hari Santri Nasional di Limbangan, Garut. Bukan itu saja, Zainut juga menegaskan kalo bendera yang dibakar bukan bendera HTI tapi kalimat Tauhid. Entah dari mana sumbernya, mengingat belum ada investigasi pihak yang berwajib?
Dan terakhir, tentu saja pihak HTI yang diwakilkan oleh juru bicaranya Ismail Yusanto. “Perlu saya tegaskan disini bahwa yang dibakar itu bukanlah bendera HTI. HTI tidak punya bendera,” demikian tegasnya dalam video yang dia unggah lewat akun Twitter-nya (23/10).
Lha, kalo dikatakan HTI nggak punya bendera, nah terus bendera yang diusung kader-kader HTI pas ada acara-acara HTI itu bendera apa, coba? Prok-prok-prok…
Singkatnya, ada isu yang ingin dibangun dalam waktu singkat. Apakah gerangan targetnya?
Targetnya ada 2. Jangka panjang dan jangka pendek.
Jangka panjangnya adalah mengembalikan daerah Jawa Barat sebagai basis gerakan ‘mereka’. Seperti kita tahu, sejak kalah di pilkada Jabar 2018 lalu, para kampret seperti kehilangan tempat tinggal buat mereka. Ini diperburuk oleh kang Emil, yang begitu terpilih langsung buru-buru teriak, “Dukung Jokowi.”
Kebayang donk, kalo Guberner-nya yang merupakan idola emak-emak Jabar sudah menjatuhkan haluannya ke Jokowi, apa mungkin penggemarnya mengacuhkannya? Nah, terus kampret dapat apa, Coky??
Sedangkan target jangka pendeknya, adalah pengguliran isu untuk memicu ekskalasi isu yang lebih besar, dan ujung-ujungnya terbentuk opini publik ,”dengan melindungi Banser, bisa disimpulkan bahwa Jokowi adalah musuh Islam.” Dan bicara isu yang berbau-bau SARA, tentu kita tahu siapa ahlinya…
Menanggapi bola panas yang kian liar, Menko Polhukam beserta Kapolri, Jaksa Agung, Kemenkum HAM, Kemenag, MUI hingga PBNU segera menggelar rakortas di Merdeka Barat (23/10). Tujuannya satu, jangan sampai bola liar ini menggelinding kian kemari. Perlu ada investigasi, gimana jalan cerita yang sesungguhnya.
Setelah didapat kejelasannya, Kapolda Jabar Irjen Agung Budi Maryoto langsung mengadakan konpres di Mapolda Jabar (23/10). “Berdasarkan hasil pemeriksaan bahwa bendera yang diambil dan dibakar itu (ternyata) bendera HTI.”
Dan para kampret-pun dibuat kecewa. “Oh, nasbung..teganya dirimu meninggalkanku”
Lagian kalo dinalar, apa mungkin ujug-ujug anggota Banser ngebakar bendera Tauhid? Insting anggota Banser yang saya tahu, begitu melihat bendera HTI, langsung dibakar… Itu yang bener.
Lepas dari kejadian itu, suasana makin panas walaupun hujan sudah mulai mengguyur beberapa tempat di Indonesia. Akan-kah ini berhenti cukup sampai disini? Sayup-sayup saya mendengar celotehan di kubu sebelah, “Dollar sudah tembus Rp.15.200 bossqu. Siap kita goreng, nihh…”
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments