Ingat peristiwa tempo hari, saat Prabowo maki-maki media mainstream saat Hari Disabilitas se-dunia (5/12)? Motifnya seperti saya pernah ulas, karena 2 hal: pertama karena Om Wowo nggak punya akses media mainstream yang dia butuhkan untuk mengkerek elektabiltasnya.
Kedua, karena media mainstream sudah punya aturan main yang ajeg. Kalo salah posting berita misalnya, gugatan hukum siap menanti. Jadi nggak ada celah untuk memainkan hoax disana. Karenanya dibutuhkan media alternatif sebagai kanal meraih kemenangan, dan media sosial adalah jawabannya.
Dengan memainkan media sosial secara efektif, maka diharapkan swing voters yang sifatnya kritis bisa ditarik untuk memilih paslon BOSAN, karena banyaknya konten hoax yang mereka mainkan diranah tersebut. Orang yang bingung karena hoax, jauh lebih gampang dipengaruhi, bukan?
Setidaknya inilah hasil temuan yang didapat oleh perusahaan analis big data GDILab sepanjang tahun 2018. Paslon BOSAN menggunakan pasukan siber alias cyber troops yang bergerak secara masif. Apa indikasinya? “Terlihat pada cluster yang terlihat,” kata Jeffry Dinomo alias Uje (16/12).
Sebenarnya pasukan siber dapat dikenali dari beberapa ciri.
Pertama, memiliki sentralisme gerakan alias komando terpusat. Jadi dalam bergerak, ada yang memberikan aba-aba terkait isu apa yang akan diviralkan. Jadi tidak ada banyak variasi isu yang dimainkan, tapi sangat efektif untuk menghantam sasaran yang akan diserang.
Kedua, dengan pasukan tuyul, isu tersebut disebarkan dengan sangat masif ke kanal media sosial. Nah pasukan tuyul ini sangat gampang diidentifikasi. Dalam instragram, misalnya, jumlah follower-nya kurang dari 50 orang dan usia akun kurang dari 6 bulan. Biasanya juga akun dibuat private.
Dan ketiga, karena tujuannya untuk menghantam sasaran tertentu, maka dapat dipastikan konten yang disebarkan biasanya berita bohong alias hoax. Dan ini cukup aman untuk dilakukan, mengingat aparat keamanan kesulitan untuk menjerat dengan UU ITE. Lha untuk mendeteksi keberadaanya aja udah makan waktu, gimana mau nyiduknya?
Terlepas suka atau tidak, keberadaan pasukan siber yang mengusung paslon BOSAN sangat efektif untuk mendongkrak elektabilitas paslon yang selama ini nggak kebagian kue pemberitaan lewat media mainstream. Pada sisi yang lain, sedikit banyak elektabilitas pakde juga kena imbas negatifnya.
Jadi apa yang harus segera dilakukan? Ubah cara bergerilya di dunia maya.
Kelemahan tim siber pakde terletak dari kurang rapihnya menangani isu, karena tidak adanya garis komando disana. Harus ada diktum: SATU KOMANDO SATU PERLAWANAN!!
Jadi nggak bisa seenak jidat dalam melontarkan isu di dunia maya, alias harus ada sentralisme yang mengatur isi sebuah postingan, kepada segenap aktivis pro-Jokowi di dumay. Jadi serangannya ada fokusnya dan juga rapih.
Apa yang bisa dijadikan bahan untuk menyerang paslon BOSAN? Setidaknya ada 2. Pertama kelemahan secara personal kedua sosok, baik Prabowo maupun Uno, dari mulai pelanggaran HAM, segi religiusitas Om Wowo, sampai hal yang berbau korupsi. Banyak kok, tinggal cari-cari, pasti ntar ketemu…
Kedua, kelemahan program yang sudah jelas paslon BOSAN tidak berdaya dibuatnya. Kenapa mereka gemar menebar hoax, yah karena mereka nggak punya program untuk dijual.
Apakah ini efektif? Sangat.
Tinggal masalahnya adalah kepedulian para netizen yang notabene-nya adalah cebongers sangat dibutuhkan. Kalo ada postingan dari tim pakde, jangan cuma dianggurin. Harus di-like dan di-share, agar dumay jadi lebih meriah. Tapi ingat, jangan bergerak sendirian untuk menghadapi pasukan kampret di medsos. Bisa dilibas ente, bong…
Menang atau kalah dalam pertandingan, itu bukan segala-galanya. Proses yang dilakukan, itulah yang utama. Bahwa kemudian pakde berhasil melaju untuk yang kedua kalinya, itu adalah buah kerja keras kita bersama. Mengerti, kan Ferguso?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments