Makna Tahun Baru (Bagian 1)
Oleh: Ndaru Anugerah – 03012024
“Apa makna tahun makna tahun baru menurut Abang?” tanya seorang netizen.
Perasaan, setiap orang pasti butuh some time untuk sekedar refreshing, entah sendirian atau bersama keluarga. Apalagi di penghujung tahun, dimana biasanya anak-anak kerap merengek untuk liburan pada orang tuanya.
Nggak terkecuali saya.
Apa saya nggak boleh liburan yah, kok sampai liburan kali ini masih saja diganggu dengan pertanyaan yang menurut saya waktunya kurang pas?
Berhubung sekarang prosesi tahun baru-an telah berakhir, dan anak-anak mulai menjalani masa belajarnya kembali, sekarang saya coba jawab pertanyaan netizen tadi.
Bagi saya, tahun baru berarti berkurangnya waktu yang kita punya menuju pemerintahan baru di 2030 mendatang. Artinya kita hanya punya waktu kurang lebih 6 tahun lagi, sebelum program besar sang Ndoro benar-benar terjadi di tahun itu.
Adapun tujuan pemerintahan global yang baru tersebut, nggak lain dan nggak bukan adalah kontrol digital atas kehidupan setiap orang di kolong jagat. Termasuk anda dan saya.
Dan plandemi Kopit telah membuka jalan atas proyek besar tersebut. Makanya saat mantan PM Inggris, Gordon Brown menyuarakan pentingnya pemerintahan global guna menangangi plandemi Kopit di tahun 2020 silam, anda nggak usah kaget. Karena memang itu rencananya. (https://www.theguardian.com/politics/2020/mar/26/gordon-brown-calls-for-global-government-to-tackle-coronavirus)
Hanya saja, menurut analisa saya, strategi dalam menerapkan pemerintahan global yang dijadikan capaian, mulai berubah.
Kalo dulu globalisasi adalah kata yang senantiasa diusung, sekarang kata itu kian surut karena makin banyaknya penentangan dari banyak pihak.
Jadi, sekarang ini, sang Ndoro merubah strategi-nya. Dalam mencapai tujuan pemerintahan global (yang dulu namanya globalisasi), nggak perlu gembar-gembor yang sifatnya kontra-produktif, melainkan bersifat latent.
Ini dapat terlihat dari plandemi Kopit yang telah mereka gelar.
Meski lambat dalam merespon (butuh lebih dari 2 tahun), nyatanya orang mulai resisten jika mendengar istilah Kopit. Apapun itu, jika menyangkut Kopit, orang sudah mulai nggak percaya. Di benak mereka sudah tertanam, jika Kopit nggak lain adalah penyakit flu yang kini berubah nama dengan istilah baru. Titik.
Dengan demikian, jika tetap memaksakan pada nama ‘pemerintahan global’ secara terbuka, akan ada banyak penolakan terjadi. Yang ada proyek besar tersebut bisa gatot.
Dan bukan itu yang diharapkan terjadi.
Intinya adalah bahwa pemerintahan global harus terbentuk, tanpa harus ada penentangan sana-sini. Ini yang harus menjadi penekanan.
Lantas bagaimana caranya?
Mereka menata ulang permainan dan bermain dalam jaringan global.
Contoh yang paling nyata adalah pandemic treaty.
Jika negara-negara anggota WHO telah menyetujui adanya plandemic treaty, yang secara otomatis memberikan kewenangan bagi WHO untuk menetapkan status plandemi pada suatu negara, apa yang bisa dilakukan selain menerimanya, bukan? (baca disini dan disini)
Dengan adanya pandemic treaty, bukankah otomatis pemerintahan global dibawah naungan WHO pada sektor kesehatan, telah terwujud? Mau itu negara sosialis sekelas Kuba atau China, ataupun negara otokrasi ala Inggris, nyatanya semua bakal mematuhi arahan WHO sebagai lembaga formal yang membuat aturan main.
Itulah pemerintahan global yang sesungguhnya, dimana kekuasaan dan kedaulatan suatu negara menjadi tidak relevan untuk diperbincangkan.
Disini kita bisa lihat jka mereka bergerak secara terselubung. Yang penting agendanya bisa berjalan, tanpa perlu mengedepankan bentuknya.
Selain pada sektor kesehatan, pada sektor keuangan mereka akan memainkan skenario peluncuran dan pemakaian mata uang digital (CBDC). Pada awal-awal plandemi Kopit saya sudah bahas soal ini. (baca disini dan disini)
Seperti yang kita tahu bersama, bahwa mata uang digital bakal dikeluarkan oleh bank sentral di masing-masing negara. Jadi bank sentral China bakal mengeluarkan mata uang digital yang beda dengan bank sentral AS a.k.a The Fed.
Sebagai informasi, di tahun 2021 saja, lebih dari 90% negara di dunia bakal mengadopsi sistem yang dikenal dengan istilah CDBC (Central Bank Digital Currencies) tersebut. (https://www.bis.org/publ/bppdf/bispap125.pdf)
Kalo berbeda, lantas dimana letak kesamaannya?
Anda jangan lupa, bahwa bank-bank sentral yang tersebar di kolong jagat, terkoneksi dengan bank sentral pusat yang dikenal dengan Bank for International Settlements (BIS). BIS inilah yang akan mengeluarkan aturan ‘main’ dalam penerbitan mata uang digital di suatu negara. (https://www.bis.org/publ/othp33.htm)
Bukan itu saja, BIS ini juga yang akan menjembatani koneksi antar bank-bank sentral tersebut. Jadi, antara satu bank sentral nggak saling lepas dengan bank sentral lainnya, alias saling terkoneksi.
Satu yang pasti, bahwa mata uang digital yang akan dipakai kelak, punya kontrol mutlak atas segala transaksi yang akan dilakukan oleh siapapun. Dan mata uang digital ini memungkinkan untuk deprogram ulang jika ‘dirasa’ ada yang mengganjal.
China telah memulai pemakaian mata uang digital (Cyber Yuan) di negaranya sejak 2021 silam. (https://www.wsj.com/articles/china-creates-its-own-digital-currency-a-first-for-major-economy-11617634118)
Apa yang menarik dalam penggunaan mata uang digital?
Pernah dengar prinsip interoperabilitas?
Secara umum interoperabilitas mengacu pada standar, protocol, teknologi dan mekanisme yang memungkinkan data dapat mengalir di antara sistem yang beragam dengan intervensi manusia yang minimal. Singkatnya The Fourth Industrial Revolution yang akan mengawal prinsip interoperabilitas ini.
Apa relevansinya dengan mata uang digital?
Pada bagian kedua kita akan membahasnya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments