Sebenarnya apa yang dilakukan girl group asal Korsel Blackpink, sangat normatif sekali. Mereka dan drama Korea alias Drakor sebenarnya sama fungsinya, sebagai makelar dalam proses infiltrasi budaya. Harapannya, budaya Korea bisa diterima baik oleh publik. Terus, barang dagangan bisa langsung digelar deh…
Namanya makelar, ya ujung-ujungnya jualan agar produk-produk asal negara ginseng itu dapat diburu oleh para K-Poppers dan Drakor-lovers sedunia, termasuk Indonesia.
Namun, dalam berjualan, azas kesantunan jadi acuan. Lha, gimana orang mau tertarik sama produknya, kalo makelarnya maksa-maksa dalam berdagang.
Karena memegang azas itulah, walhasil produk-produk Korea, laris manis dipasaran. Dari mulai merchandise sampai restaurant Korea yang mulai memadati mall-mall di Indonesia, langsung diserbu pemujanya.
Begitupun apa yang dilakukan para makelar Timur Tengah, ya sama saja. Ujung-ujungnya ada dagangan yang kemudian digelar, apa itu? Konsep Khilafah. Cuma cara jualannya rada beda, karena ada unsur ‘pemaksaan’ disana dengan memakai dalil tertentu sebagai pembenarannya.
“Kalo nggak terima konsep Khilafah, kerak neraka ganjarannya,” kurang lebih begitu bunyinya pada kaum awam yang sangat dangkal pemahaman agamanya. Merasa takut dengar kata neraka, langsung deh konsep tersebut ditelan bulat-bulat.
Begitu konsep tersebut ‘diterima’, maka produk-produk berbau Timur Tengah langsung diburu para pecintanya. Siapa yang nggak mau mendapatkan 72 bidadari saat tidak lagi hidup di dunia?
Pun ini wajar-wajar saja, namanya juga jualan. Tapi satu yang harus diingat, semua ada kode etiknya. “Sesama bis kota, dilarang saling mendahului,” itu diktumnya. Aliasnya, sesama makelar dilarang saling cakar-cakaran. Pun memang harus dilakukan, please yang santun-lah gak perlu kasar.
Adalah seorang dosen UNPAD yang mengampu mata kuliah Jurnalistik-lah yang kemudian mengerek petisi di change.org, dengan tag: Hentikan Iklan Blackpink Shopee.
“Sekelompok perempuan dengan baju pas-pasan. Nilai bawah sadar seperti apa yang hendak ditanamkan pada anak-anak dengan iklan yang tidak seronok (tidak nyaman dilihat) dan mengumbar aurat ini? Baju yang dikenakan bahkan tidak menutupi paha. Gerakan dan ekspresi pun provokatif. Sungguh jauh dari cerminan nilai Pancasila yang beradab,” tulis Maimon Herawati.
Ujung-ujungnya Maimon mengajak seluruh orang tua untuk ikutan menandatangani petisi karena menganggap iklan Shopee yang dibintangi Blackpink tersebut sering diputar saat program anak-anak, seperti acara kartun Tayo di RTV, pada hari Jumat (7/12).
Sekilas apa yang dilontarkan oleh Maimon tidak ada yang salah. Tapi kalo ditelisik lebih lanjut, kok kasian yah yang namanya wanita, karena selalu dijadikan obyek seksualitas kaum pria. Seolah-olah perempuan selalu salah bila tidak berpakaian pantas ala Timur Tengah.
Pakai pakaian minim dikit, langsung dituduh umbar aurat. Jalan berduaan, langsung dituding mengundang maksiat. Gunain pakaian ketat, langsung dituduh merangsang syahwat.
Padahal timbulnya hawa nafsu berawal dari penguasaan diri seseorang.
Contoh, apa kalo kita ngelihat anak kecil pake rok mini langsung bisa terangsang? Kan nggak juga. Karena apa yang ada dipikiran kita-lah yang membuat anak kecil bukan sebagai objek seksual kita, sehingga kita tidak terangsang.
Nah begitu-pun dengan apa yang dikenakan oleh Blackpink. Karena mereka dinamis dalam bergerak, jangan aneh kalo mereka pake rok mini. Kalo pake gaun pesta, kan ribet juga jadinya.
Toh dengan tingkah mereka jingkrak-jingkrak di depan TV terus dilihat anak-anak kecil, pertanyaannya: apa lantas anak-anak jadi birahi karenanya?
Point-nya jangan salahkan yang menjadi korban perkosaan, tapi salahkanlah pelaku alias orang yang punya pikiran bejat pada korbannya tersebut. Ini kok malah dibalik?
Usut punya usut, ternyata Maimon adalah orang yang sama saat membuat petisi untuk menolak kehadiran SNSD dalam acara Syukuran Kemerdekaan RI karena dinilai mengumbar aurat. Padahal SNSD diundang untuk tampil di acara count down Asian Games 2018.
Bohong pertama.
Tidak terima dengan petisi tersebut, fans Blackpink juga membuat petisi tandingan dengan judul “Menolak Pemboikotan Iklan Shopee Blackpink” yang juga dimuat di laman change.org dan ditujukan kepada seluruh K-poppers se-Indonesia, yang terkenal militan.
Bukan itu saja, K-Poppers juga ramai-ramai menyerbu laman Facebook milik sang dosen karena mengusik idola mereka. Sadar karena merasa jadi sasaran tembak, akhirnya Maimon mengeluarkan statement bahwa ia tidak punya TV di rumah. Gubraakk….
Itulah bohong kedua.
Logikanya, mungkin gak sih seorang buat petisi untuk mengecam suatu tayangan di TV, tapi dia nggak punya media untuk melihatnya? Mungkinkah seorang mengatakan kalo JAV mengandung konten pornografi, tapi dia belum melihatnya? Apa bisa hanya dengar kata orang?
Kebayang gak sih, gimana jadinya kalo orang model Maimon Herawati berkuasa di negeri ini?
Entahlah, namun yang jelas K-Poppers terus mem-bully sang dosen entah sampai kapan.
Serbu terus gaess jangan kasih kendor, ayee ayeeee…
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments