Lihatlah Apa Agenda Yang Tersembunyi
Oleh: Ndaru Anugerah
“Bang, bukankah agenda perubahan iklim sangat baik adanya yaitu untuk menyelamatkan bumi dari pemanasan global? Kenapa kita harus menampiknya?” tanya seorang netizen dengan nada sedikit bingung.
Untuk jawab ini, anda harus paham mana isi, mana kosmetik. Kosmetik dapat digunakan untuk membungkus isi yang terlihat tidak bagus.
Coba anda tanya orang yang pakai kosmetik, untuk apa mereka menggunakan kosmetik yang dibandrol dengan harga spektakuler? Bukankah untuk merias tampilan mereka agar terlihat glowing dari luar?
Begitu juga dengan cita-cita mulia sang Ndoro besar.
Kalo anda baca content dari agenda perubahan iklim, sekilas sangat mulai cita-citanya, yaitu ingin menyelamatkan bumi dari kerusakan dan ingin mewujudkan bumi baru seperti di dalam surga. Sungguh indah kelihatannya, bukan?
Ini yang saya maksud dengan kosmetik dalam geopolitik, terlihat sangat sempurna bagi orang awam yang melihatnya.
Pertanyaannya: apa memang demikian adanya?
Adalah Christiana Figueres selaku mantan sekretaris eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) mengatakan kepada publik di Brussels tahun 2015 silam bahwa tujuan sebenarnya dari PBB menggelar agenda perubahan iklim adalah untuk mengakhiri sistem ekonomi yang sekarang ada di dunia.
“Ini pertama kalinya dalam sejarah manusia bahwa kita secara sengaja ‘mengubah’ model pembangunan ekonomi yang telah bercokol sejak Revolusi Industri,” begitu ungkapnya. (https://thehill.com/blogs/pundits-blog/energy-environment/232229-the-climate-comintern-speaks/)
Jadi tujuan utamanya bukan untuk mengantisipasi perubahan iklim, melainkan mengubah model pembangunan ekonomi status quo.
Memangnya apa model ekonomi yang dipakai saat ini secara global?
Tentu saja kapitalisme yang pro pasar bebas. Ini yang akan diubah, tapi dibungkus rapih dengan ‘kosmetik’ bernama perubahan iklim.
Idealnya, model ekonomi apa yang akan dipakai kelak?
Tentu saja model ekonomi ala China selaku laboratorium sang Ndoro besar. Setidaknya itu yang diungkapkan Figueres. (https://www.bloomberg.com/news/articles/2014-01-13/top-global-emitter-china-best-on-climate-change-figueres-says)
Dengan kata lain, PBB nggak akan bisa memaksakan kehendaknya atas agenda perubahan iklim, jika model ekonomi yang dipakai di dunia saat ini (utamanya di AS sebagai soko guru kapitalisme), belum diubah. Itulah agenda yang sesungguhnya. (https://wattsupwiththat.com/2015/05/08/the-real-agenda-is-concentrated-political-authority-global-warming-is-the-hook/)
Masih belum paham?
Saya coba kasih ilustrasi yang lain.
Anda kenal Dr. Ottmar Edenhofer? Beliau adalah ekonom top asal Jerman sekaligus mantan ketua bersama Kelompok Kerja III PBB pada IPCC. Pada tahun 2010, Dr. Edenhofer mengatakan kepada surat kabar Swiss, sesuatu yang ‘mengejutkan’.
“Kebijakan iklim internasional bukanlah kebijakan lingkungan. Itu hanya ilusi, karena tidak ada kaitannya dengan iklim sama sekali. Ini digelar dalam rangka mendistribusikan kembali kekayaan dunia secara de facto,” begitu ungkap Dr. Edenhofer.
Selanjutnya dia menambahkan, “Kebijakan iklim hampir tidak ada hubungannya lagi dengan masalah lingkungan. KTT iklim dunia berikutnya di Cancun (Mexico) sebenarnya adalah pertemuan puncak ekonomi, dimana distribusi sumber daya dunia akan dinegosiasikan.” (http://variable-variability.blogspot.com/2017/08/ottmar-edenhofer-climate-politics-redistribution-wealth.html)
Selaku salah satu pejabat tinggi iklim di PBB, Dr. Edenhofer mau menegaskan bahwa masalah pemanasan global hanyalah omong kosong belaka, karena nyatanya bukan itu yang jadi target sesunguhnya, melainkan pembentukkan tatanan ekonomi dunia yang baru.
Silakan anda baca ulasan saya tentang inclusive capitalism, dan anda akan mengerti kemana arah ekonomi baru akan berkiblat. (baca disini dan disini)
Dengan jelas akan ada rencana redistribusi kekayaan dari orang-orang yang selama ini dianggap tajir, kepada orang-orang misqueen. Ini bukan berarti orang misqueen akan diangkat derajatnya menjadi orang dengan ekonomi mapan. Bukan, bukan itu rencananya.
Yang terjadi kemudian adalah taraf kehidupan orang-orang kaya yang harus disesuaikan dengan taraf kehidupan orang-orang misqueen. Jika saat ini santapan mereka adalah daging, maka ke depannya mereka hanya bisa makan daging sintetis, sesuai arahan Bill Gates. (baca disini dan disini)
“Demi menyelamatkan bumi dari pemanasan global,” begitu kurleb istilah yang dipakai.
Jadi jika saat ini pajak karbon akan diterapkan secara masif dalam perekonomian berkedok ESG, itu dilakukan bukan dalam rangka menyelamatkan bumi, tapi untuk mendanai proses redistribusi kekayaan seperti yang mereka sudah rencanakan. Ini butuh dana yang sangat besar.
Tentu saja sang Ndoro besar sebagai pemangku kebijakan alias stakeholder nggak akan terkena aturan main ini. Singkatnya, redistribusi kekayaan hanya akan berlaku pada orang-orang kaya yang bukan bagian dari kartel sang Ndoro besar.
Seorang Trump tahu akan penipuan ini. Nggak aneh jika Trump menarik AS untuk keluar dari Paris Climate Agreement yang dianggapnya sebagai bagian skenario perubahan iklim palsu. Baginya redistribusi kekayaan bukanlah gagasan ideal bagi AS selaku soko guru kapitalisme. (https://www.nbcnews.com/politics/white-house/trump-pulls-u-s-out-paris-climate-agreement-n767066)
Dan kita sudah tahu bersama bagaimana nasib Trump selanjutnya.
Yang mau saya katakan, dalam geopolitik anda jangan terlalu naif melihat hitam sebagai hitam an sich. Anda perlu punya ketajaman mata untuk melihat the unseen, agar anda bisa membedakan mana isi, mana kosmetik.
Semoga anda paham maksud saya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments