Laporan Nina Bobo
Oleh: Ndaru Anugerah
Apa yang terjadi di Wakanda belakangan ini?
Bisnis retail terpuruk. Walhasil banyak gerai terpaksa ditutup karena besar pasak daripada tiang. Siapa juga pengusaha yang mau rugi? (https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/465066/bisnis-retail-kian-terpuruk-penutupan-gerai-berlanjut?)
Bisnis transportasi juga babak belur. Bahkan selama 2020 silam, bisnis transportasi yang paling kena imbas dari kebijakan plandemi si Kopit. (https://katadata.co.id/muhammadridhoi/analisisdata/6024b586490c9/sektor-usaha-transportasi-paling-babak-belur-sepanjang-2020)
Bisnis pariwisata nggak kalah set, karena menyumbang angka keterpurukan yang juga signifikan bagi ekonomi di Wakanda. (https://www.denpasarinstitute.com/berita/read/75/pariwisata-di-masa-pandemi-covid-19.html)
Dari tiga core bisnis ini saja, kita punya gambaran bagaimana dampaknya pada angka pengangguran, yang sudah pasti akan meningkat tajam. Bahkan ada proyeksi bahwa pada Agustus ini, akan ada tambahan lagi 7,35% orang yang jobless. (https://ekonomi.bisnis.com/read/20210728/9/1422964/tingkat-pengangguran-agustus-2021-diperkirakan-naik-hingga-735-persen)
Bisa dipastikan, ekonomi bukan membaik, tapi makin blangsak dari hari ke hari. (https://theconversation.com/covid-19-recovery-some-economies-will-take-longer-to-rebound-this-is-bad-for-everyone-162023)
Tapi anehnya, biro statistika Wakanda malah buat laporan yang ‘spektakuler’. Dikatakan bahwa ekonomi di Wakanda, bukannya terpuruk malah meningkat secara signifikan. (https://www.cnbcindonesia.com/news/20210805201342-4-266493/ini-fakta-ekonomi-tumbuh-707-tertinggi-di-era-jokowi)
Jelas aneh bin ajaib. Orang yang buta huruf-pun tahu keanehan ini. Dimana tolak ukurnya kok bisa diklaim bahwa ekonomi bisa tumbuh secara signifikan?
Sebenarnya ada apa ini?
Untuk tahu letak masalahnya, mari kita lihat ke AS yang merupakan kiblat perekonomian Wakanda.
Adalah Walter John Williams yang mengatakan bahwa ekonomi AS dibangun di atas dasar laporan fiktif. (https://www.globalresearch.ca/shadow-statistics-us-governments-fudging-the-numbers-on-unemployment-gdp-and-inflation/5687366)
Pada tataran teknis, maka semua laporan yang menyangkut angka pengangguran, Produk Domestik Bruto (PDB), inflasi, nilai dolar hingga jumlah uang beredar di pasaran, sarat untuk dimanipulasi guna kepentingan tertentu.
Apa kepentingan yang dimaksud?
Pertama political branding, dan kedua untuk penghematan keuangan negara.
Kalo untuk political branding, kita sudah mahfum, karena pertumbuhan ekonomi yang buruk jelas nggak baik untuk kepemimpinan seorang presiden yang tengah berkuasa. Bisa-bisa image-nya ambles seiring ekonomi yang kian melorot.
Jadi kalo seorang presiden AS melakukan aksi manipulasi soal pertumbuhan ekonomi, itu bukan hal yang aneh alias lumrah untuk dilakukan.
Nah kalo untuk penghematan, apa maksudnya?
Menurut John Williams, pemerintah sengaja mengecilkan angka inflasi, untuk menurunkan pengeluaran negara.
Misalnya nih, jaminan sosial yang di-indeks memakai angka inflasi tersebut. Dengan semakin kecilnya angka inflasi, maka pembayaran jaminan sosial yang dilakukan otomatis akan berkurang.
Itu baru dari jaminan sosial. Bagaimana dengan dana pensiun yang juga terkena imbasnya? Berapa juta dollar yang bisa dihemat oleh pemerintah.
Apakah pemerintah saja yang mendapatkan keuntungan dari aksi ‘sulap’ angka tersebut?
Nggak juga. Perusahaan swasta juga meneguk keuntungan serupa. Tingkat inflasi yang rendah, sudah pasti bisa menghemat banyak keuangan perusahaan. Apa kenaikan gaji nggak mengikuti laju inflasi? Apakah kontrak yang dilakukan juga nggak mempertimbangkan laju inflasi?
Bisa dikatakan, banyak pihak jadi hepi dengan ‘aksi tipu-tipu’ ini.
Jadi kalo pemerintah AS bilang ada sekitar 5% angka pengangguran, angka sesungguhnya bisa mencapai 25%. (http://www.shadowstats.com/alternate_data/unemployment-charts)
Mengetahui aksi simsalabim tersebut. ekonom kondang asal AS Paul Craig Roberts menyatakan bahwa cara pemerintah mengukur inflasi, pada dasarnya malah menghilangkan angka inflasi itu sendiri. (https://rusvesna.su/english/1489532160)
Peter Diekmeyer juga mengamini hal yang diungkapkan oleh John Williams, bahwa aksi manipulasi ekonomi dalam pemerintahan AS hanya menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang bersifat semu, karena angkanya nggak menggambarkan apa-apa. (https://www.sprottmoney.com/blog/is-the-us-in-a-depression-peter-diekmeyer)
Bahkan saking kesalnya, Larry Romanoff mengatakan bahwa statistika ekonomi di AS, angkanya tidak dapat diandalkan sama sekali. (https://www.unz.com/lromanoff/us-economic-statistics-unreliable-numbers/)
“Angka pengangguran lebih dari 2 kali lipat dari yang dinyatakan secara resmi. Angka inflasi lebih dari 3 kali angka yang dilaporkan. Dan PDB angkanya kurang dari dua pertiga dari angka yang dipublikasi,” demikian ungkap Romanoff.
Dengan kata lain, kalo AS saja bisa melakukan aksi sulap atas pertumbuhan ekonomi yang terjadi di negaranya, kenapa Wakanda nggak bisa melakukan aksi yang sama? Lha wong kiblatnya memang kesana, bukan?
Coba anda iseng lihat proyeksi ekonomi yang dibuat lembaga milik sang Ndoro besar pada Mei 2021 sebelum laporan yang dirilis oleh biro dtatistika Wakanda. Dikatakan bahwa ekonomi di Wakanda akan terus meningkat hingga tahun 2026 mendatang. Warbiyasah! Entah bagaiamana itungan togelnya? (https://www.statista.com/statistics/320068/gross-domestic-product-gdp-growth-rate-in-indonesia/)
Sekarang kalo pemerintahan Wakanda bilang bahwa ekonominya kini tengah meningkat di tengah plandemi, bukankah itu hal yang selaras dengan proyeksi yang dibuat oleh sang Ndoro besar? Apa cuma kebetulan?
Lantas bagaimana kita tahu bahwa itu hanya laporan abrakadabra?
Yang sederhana saja. Silakan anda tanya tukang cilok yang ada di rumah anda, “Bang, penghasilan semasa plandemi Kopit meningkat tajam, ya?”
Saya jamin pasti jawabannya: “Meningkat tajam, gigi-lu gondrong!”
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments