Kisah Fauci Sang Pion
Oleh: Ndaru Anugerah
“Pembukaan kembali ekonomi AS dapat membahayakan kesehatan masyarakat,” demikian ujar Dr. Anthony Fauci selaku Direktur NIAID. (https://www.aljazeera.com/news/2020/05/coronavirus-fauci-warn-risk-opening-economy-200512055622273.html)
Apa yang dilakukan oleh Fauci adalah blaming game alias permainan menyalahkan. “Jadi kalo ada apa-apa terhadap AS jika rencana pembukaan kembali, saya nggak tanggungjawab lho ya,” begitu kurleb-nya.
Apakah iya konsekuensinya separah itu jika pembukaan kembali dilakukan?
Yang rajin baca ulasan saya dari awal, pasti kenal siapa Fauci. Selaku Direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases, Fauci banyak bersinggungan dengan penyakit menular, dan C19 adalah salah satunya.
Jadi apapun kebijakan nasional AS yang terkait kesehatan, pasti perlu rekomendasi Fauci.
Dan keterkaitan antara NIAID dan Gates Foundation bukan berita baru lagi karena memang mereka kawan lama, dimana Gates Foundation adalah salah satu penyumbang bagi beberapa proyek NIAID. (https://www.gatesfoundation.org/How-We-Work/Quick-Links/Grants-Database/Grants/2017/02/OPP1159915)
Singkat kata, posisi Fauci dalam kebijakan kesehatan nasional AS, sangat strategis.
Nah, 15 tahun yang lalu CDC merekomendasikan chloroquine sebagai penghambat kuat virus Corona SARS, karena memang ada penelitian yang mendukung. (https://stacks.cdc.gov/view/cdc/3620)
Tapi kini Fauci mementahkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh CDC terkait penggunaan chlroquine, dalam penanganan pandemi C19 yang merupakan keluarga virus Corona juga.
Fauci justru mengisyaratkan bahwa chloroquine itu berbahaya karena belum teruji. (https://www.theguardian.com/world/2020/apr/05/coronavirus-fauci-trump-anti-malaria-drug)
Bahkan sampai parno-nya, Fauci mengeluarkan pedoman kesehatan (21/4) yang menyatakan bahwa tidak ada obat yang terbukti aman dalam merawat pasien C19. (https://www.nytimes.com/2020/04/21/health/nih-covid-19-treatment.html)
Pernyataan Fauci kemudian diamplifikasi oleh media mainstream sekelas CNN saat Trump berencana menggunakan chlroquine sebagai obat C19 bagi warga AS.
“Trump telah mendesak pejabat kesehatan federal untuk menggunakan chloroquine sebagai obat meskipun sedikit bukti yang dapat diandalkan bahwa chloroquine efektif dalam mengobati virus.” (https://www.cnn.com/2020/04/08/health/cdc-coronavirus-hydroxychloroquine/index.html)
“Satu-satunya cara yang dapat kita lakukan dalam memerangi C19 adalah dengan menerapkan social distancing,” begitu kurleb-pernyataan Fauci.
Kok gaya ngomongnya mirip pejabat dan middle class di Indonesia, ya?
Dengan kata lain, Fauci menginginkan segenap warga AS untuk stay at home. Padahal berkali-kali saya katakan, bahwa kebijakan stay at home dan penerapan jarak sosial bukan merupakan solusi medis yang dapat mencegah atau menghambat infeksi virus. “Adakah kekebalan seseorang bisa terbentuk lewat kebijakan stay at home?”
Selain itu Fauci juga mengharapkan agar semua warga AS dapat menempuh cara lain dalam mengatasi pandemi C19. Apalagi selain menggunakan vaksin yang dikeluarkan Big Pharma? (https://www.npr.org/sections/health-shots/2020/05/22/860638799/fauci-voices-cautious-optimism-about-moderna-vaccine-calling-trial-quite-promisi)
Tentang penggunaan chloroquine sebagai obat alternatif mengatasi C19, saya pernah ulas berulang-ulang. (baca disini), (baca disini), (baca disini)
Secara singkat, berdasarkan artikel yang dirilis Virology Journal pada Agustus 2005, menyatakan bahwa “Chloroquine adalah inhibitor kuat terhadap infeksi dan penyebaran virus Corona.” Dan CDC sudah memberikan dukungan resmi terhadap penggunaan chloroquine sebagai obat mengatasi infeksi virus Corona.
Dr. Martin Vincent dan rekan-rekannya selaku penulis jurnal medis tersebut mengungkapkan, “Pengobatan pra-infeksi chloroquine menjadikan sel Vero E6 refrakter terhadap infeksi SARS-CoV. Sedangkan perawatan pasca-infeksi chloroquine efektif dalam mencegah penyebaran infeksi SARS-CoV.” (https://virologyj.biomedcentral.com/articles/10.1186/1743-422X-2-69)
Hasil penelitian itu jelas bukan kaleng-kaleng, karena beberapa ilmuwan dunia juga punya hasil penelitian yang kurleb sama.
Bahkan ahli virology China mengungkapkan: “Penggunaan chloroquine dan hidroksi chloroquine di Tiongkok sebagai obat bagi pasien C1, telah menjadi pedoman ke-6 dalam pengobatan virus Corona. Dengan dosis dewasa yang direkomendasikan 500 mg dua kali sehari selama tidak lebih dari 10 hari pengobatan.” (https://www.thelancet.com/journals/lanrhe/article/PIIS2665-9913(20)30093-X/fulltext)
Sudah mulai paham kan, penonton…
Namun semua bukti itu seakan ditelan bumi dengan masifnya media mainstream yang menyatakan bahwa penggunaan chloroquine sebagai obat alternatif adalah: “Tidak cukup diketahui” atau “Tidak ada obat yang terbukti”. Gitu aja suaranya mirip kek fact checker.
Kesimpulannya semua MSM punya koor yang sama dalam rangka menakuti-nakuti kelompok midlle class sebagai pembaca setianya, tanpa kasih solusi alternatif yang berarti. Pokonya sebar takut sepanjang waktu.
Dengan kata, Fauci dan banyak ‘Fauci’ lainnya dibelahan dunia yang berbeda, punya satu tujuan yang sama yaitu memperpanjang masa karantina dalam rangka menyukseskan program jualan vaksin diakhir episode.
Setelah tahu ini, apakah anda mau terus-terusan ditakut-takuti sampai hilang daya berpikir kritis anda dalam mencerna keadaan?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments