Kiblatnya ke China (*Bagian 3)
Oleh: Ndaru Anugerah – 10022025
Bagaimana kita bisa tahu bahwa kelompok yang mendorong pertumbuhan di Tiongkok adalah kartel sang Ndoro besar? (baca disini dan disini)
Di penghujung Januari 1979, Deng Xiaoping berkunjung ke AS yang kemudian disambut dengan hangat oleh presiden AS kala itu, Jimmy Carter. (https://www.whitehousehistory.org/history-of-chinese-state-visits-to-the-white-house)
Apa tujuan Deng bertandang ke AS?
Nggak lain untuk cari dukungan AS guna mencegah Uni Soviet melakukan intervensi saat Tiongkok akan melancarkan serangan ‘hukuman’ terhadap Vietnam. (https://dokumen.pub/the-dragon-roars-back-transformational-leaders-and-dynamics-of-chinese-foreign-policy-9781503634152.html)
“Kami siap memberikan pelajaran pada Vietnam,” ungkap Deng pada Carter.
Perlu anda ketahui, bahwa China dan Uni Soviet kala itu, nggak satu haluan. Ambisi Soviet yang membuat China meradang, dimana ada rencana Soviet untuk menggunakan tangan Vietnam sebagai negara sosialis satelit-nya di Asia. Tentu saja China berang atas hal ini.
Tapi itu bukan yang utama, karena kunjungan itu kemudian bukan menegaskan status Vietnam atau Soviet semata, tetapi lebih pada rencana ‘pengembangan’ China yang butuh investor Barat.
Dan kunjungan Rong Yiren selaku ketua CITIC (China International Trust and Investment Coropration) ke penthouse kompleks Chase Manhattan Bank yang berada di AS, guna bertemu kartel sang Ndoro besar yang dipimpin oleh David Rockefeller, merupakan klimaks-nya.
Saat itu ada sekitar 300 perusahaan besar AS yang menghadiri acara ‘penting’ tersebut,
Apa yang dihasilkan dari pertemuan tersebut?
Sebuah kesepakatan besar dicapai antara Chase, CITIC dan Bank of China yang akan melibatkan pertukaran spesialis dan personel teknis untuk ‘mengidentifikasikan dan mendefinisikan’ area-area ekonomi di Tiongkok yang paling rentan terhadap teknologi dan suntikan modal AS. (https://www.contributionship.com/papersCollection/book-search/index_htm_files/Towards_Capitalist_Restoration_Chinese_Socialism_After_Mao.pdf)
Nggak lama berselang, arus investasi Barat-pun meluncur deras ke China,
Adalah Delapan Dewa Abadi yang kemudian didaulat sebagai ‘arsitek’ pengatur arus investasi tersebut yang tentu saja segaris dengan kebijakan Deng. (https://tibet.net/heirs-of-maos-comrades-rise-as-new-capitalist-nobility/)
Dengan adanya CITIC yang dibentuk Rong Yiren, maka nggak butuh lama untuk China bisa menarik investor Barat untuk mengembangkan negara Tirai Bambu tersebut
Jika pada saat Lompatan Jauh ke Depan yang dicetuskan Mao Zedong sukses membuat ekonomi China jatuh terpuruk, maka dibawah tata kelola CITIC, saat ini China memiliki cadangan devisa mencapai lebih dari USD 3200 trilyun. (https://www.bloomberg.com/quote/CNGFOREX:IND)
Apakah hubungan China dan kartel Ndoro besar pertama kali terjadi di 1980an?
Nggak juga.
Di tahun 1914, Rockefeller telah mendirikan dan mendanai sebuah LSM yang bernama Dewan Medis Tiongkok. Saat itu Rockefeller mendorong karir komunis seorang Mao Zedong untuk bisa memimpin revolusi di Tiongkok. (https://dokumen.pub/the-great-reset-and-the-struggle-for-liberty-unraveling-the-global-agenda-9781943003761-2022948350.html)
Tentang ini pernah saya bahas sebelumnya. (baca disini, disini dan disini)
Singkatnya, kartel sang Ndoro besar-lah yang sesungguhnya bertanggungjawab untuk membantu mengembangkan sosialisme dan komunisme di Tiongkok, jauh sebelum kerjasama dengan CITIC dilakukan di dekade 1980an.
Ini dilakukan karena memang China adalah laboratorium sosial sang Ndoro besar.
Lantas darimana kita membuktikan bahwa ‘pemain’ utama di Tiongkok, berasal dari kubu yang sama, yakni sang Ndoro besar itu sendiri?
Anda pasti tahu The Great Reset (TGR), bukan?
Konsep TGR diusung oleh LSM global bernama World Economic Forum (WEF) saat plandemi Kopit melanda dunia di tahun 2020 silam. Dan ajaibnya- LSM sekelas WEF bisa mengatur ekonomi dan tata kelola global lewat ‘para komprador’-nya di PBB.
Sebagai sebuah LSM, WEF punya sejarah panjang pembentukkannya. Di mulai dengan Royal Institute of International Affairs (RIIA) yang lebih dikenal dengan Chatham House di 1920an. Lalu bertransformasi menjadi Council on Foreign Relations (CFR) di tahun 1921.
Kemudian sang Ndoro kembali membentuk Bilderberg Group di tahun 1954 dan Club of Rome di tahun 1968. Puncaknya WEF kemudian dibentuk di tahun 1971 yang merupakan kembaran dari Trilateral Commission yang dibentuk pada 1973.
Anda perlu mempelajari pola-nya, dimana setiap satu lembaga baru yang dibentuk, pasti ada kesepakatan yang dibentuk oleh pemerintah, pebisnis, tokoh media dan akademisi dalam mengatur tata kelola global menuju tatanan dunia baru.
Silakan anda cari sendiri kesepakatan apa yang dibentuk melalui tiap organisasi yang dibentuk.
Fokus saya kali ini membuktikan bahwa ‘pemain’ utama di China, juga terkoneksi dengan WEF yang saat ini merupakan inti dari kartel sang Ndoro besar.
Misalnya CITIC yang saat ini merupakan salah satu konglomerat terbesar di China yang operasi-nya diwasi oleh Kementerian Keuangan RRT, nyatanya menjalin kemitraan strategis dengan WEF. (https://www.weforum.org/organizations/citic-group/#:~:text=CITIC%20Group%20%7C%20World%20Economic%20Forum)
Anda kenal dengan Fred Hu, yang merupakan pendiri dan ketua Primavera Capital Group?
Jika anda tahun Alibaba Group, memangnya siapa investor utama-nya selain Primavera Capital Group? (https://www.scmp.com/business/companies/article/2013137/yum-brands-spin-china-business-alibabas-payments-unit-primavera)
Perlu anda ketahui, bahwa sebelum mendirikan Primavera Group, Fred Hu merupakan bankir di Goldman Sachs, anggota Dewan Penasihat Global di CFR, yang tentu saja pernah mengenyam pendidikan Barat di Harvard Kennedy School. (https://web.archive.org/web/20230622034225/https://www.hks.harvard.edu/about/fred-hu)
Hu juga merupakan penasihat kebijakan Tiongkok untuk bidang reformasi dan pensiun, restukturisasi perusahaan milik negara dan kebijakan ekonomi makro. (https://chinamedicalboard.org/people/fred-z-hu)
Selain itu, Hu juga direktur di beberapa dewan perusahaan, dari mulai Ant Group, Hong Kong Exchanges and Clearing Limited (HKEX), ICBC dan juga UBS.
Ajaibnya, UBS merupakan manajer aset terbesar ketiga di dunia setelah BlackRock dan Vanguard yang bekerjasama dengan Alipay milik Alibaba, dalam mengelola sistem penilaian kredit sosial yang ada di China. (https://newrepublic.com/article/165623/blackrock-vanguard-ubs-climate)
Tokoh Tiongkok lainnya adalah Zhu Min. Selain duduk sebagai Dewan Pembina WEF dan wakil presiden eksekutif pada Bank of China, Min juga pernah memegang jabatan pada Bank Dunia dan IMF. Min juga merupakan alumni Universitas Princeton dan Johns Hopkins yang bercokol di AS. (https://www.chinadaily.com.cn/a/202501/24/WS6792f37da310a2ab06ea9178.html)
Adalagi nama Victor Chu yang merupakan anggota senior pada Chatham House selain pernah menjabat sebagai Dewan Bisnis Internasional WEF. Chu juga merupakan anggota dewan Airbus SE dan Nomura Holdings, yang keduanya merupakan mitra WEF. (https://www3.weforum.org/docs/WEF_A_Partner_in_Shaping_History.pdf)
Berikutnya ada nama Liming Chen yang menjabat sebagai ketua WEF Tiongkok Raya. Chen juga pernah menduduki sejumlah jabatan pada perusahaan kelas kakap global dari mulai BASF, IBM, dan juga BP, dimana perusahaan-perusahaan tersebut juga merupakan mitra dari WEF.
Dan masih banyak nama yang nggak perlu disebutkan satu persatu. Semuanya merupakan pemain utama di China, yang juga terkoneksi erat dengan kartel Ndoro besar.
Satu yang perlu anda ingat, bahwa BlackRock selaku perusahaan pengelola aset terbesar di dunia dan merupakan eksponen utama pengindeksan ESG, merupakan perusahaan asing pertama yang diijinkan China untuk mendirikan bisnis reksa dana di sana pada 2008 silam. (https://www.marketwatch.com/story/blackrock-opens-beijing-office-seeks-to-expand-in-china)
Masuk akal jika Alibaba dan Tencent yang didaulat sebagai eksekutor sistem penilaian kredit sosial yang ada di China, sekaligus pemain utama pada Belt & Road Initiative yang dimiliki China, nyatanya menjalin kemitraan dengan BlackRock sebagai investor-nya. (https://www.caixinglobal.com/2019-10-04/blackrock-tencent-in-talks-for-china-partnership-news-reports-101468359.html)
Jadi apa yang bisa disimpulkan?
Pemain tata kelola global, baik itu di Barat maupun di China, semuanya terkoneksi dengan kartel Ndoro besar. Menjadi nggak relevan jika kita mengatakan bahwa China akan menjadi kekuatan baru yang akan melawan kartel Ndoro besar. Bukankah begitu, Rudolfo?
Bagaimana mungkin tangan akan memukul kepala pada tubuh yang sama?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)