Ketika Kita Buta Akan Fakta (*Bagian 2)


532

Ketika Kita Buta Akan Fakta (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama saya sudah jelaskan fakta tentang si Kopit. Bahwa faktanya si Kopit bukanlah virus yang mematikan, karena nggak jauh beda dengan virus influenza pada umumnya. Ini bukan konspirasi, karena semua ada faktanya. (baca disini)

Kalo tiba-tiba ada yang bilang ke anda kalo si Kopit mematikan, masihkan anda percaya?

Lanjut ke fakta yang kedua, tentang test bagi si Kopit.

Untuk mengetahui si Kopit, orang biasa pakai uji standar yang disebut Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction alias RT PCR dengan mengambil spesimen pernafasan atas dan bawah. (https://www.fda.gov/media/136151/download)

Lalu apa yang dikatakan CDC tentang hasil test tersebut?

Hasil positif menunjukkan infeksi aktif si Kopit tetapi tidak menutup kemungkinan infeksi bakteri atau infeksi dari virus lainnya. Agen yang terdeteksi mungkin bukan penyebab pasti dari penyakit,” begitu kurleb-nya.

Lalu ditambahkan, “Hasil negatif tidak menghalangi infeksi si Kopit dan tidak boleh digunakan sebagai satu-satunya dasar untuk pengobatan atau keputusan bagi pasien, karena harus dikombinasi dengan observasi klinis, riwayat pasien dan informasi epidemiologis.” (https://www.fda.gov/media/134922/download)

Artinya apa?

Test si Kopit dengan menggunakan RT PCR, nggak akurat karena nggak bisa mendeteksi keberadaan virus, tapi hanya fragmen (serpihan) dari virus.

Ibaratnya, anda mau cari si Otong, tapi yang ketemu si Unyil. Mana bisa valid kalo begitu? Padahal keberadaan si Otong dibutuhkan untuk menyatakan anda positif atau tidaknya terhadap si Kopit.

Nggak aneh kalo hasilnya-pun bikin pusing pala berbie.

Kalo anda dinyatakan positif, bukan berarti anda memiliki virus atau anda dapat menularkan virus. Sebaliknya kalo anda negatif, bukan berarti anda tidak terinfeksi si Kopit.

Bingung, kan?

Tapi otoritas berwenang nggak mau peduli. Yang penting jumlah kasus positif terus meningkat seiring diberlakukannya test bagi si Kopit. Titik.

Menurut Prof. Beda Stadler selaku pakar imunologi terkenal di Swiss, “Jika kita melakukan test Corona, yang akan terdeteksi bukanlah virus, melainkan fragmen (serpihan) virus.”

Prof. Stadler menambahkan, “Bahkan jika virusnya sudah nggak ada dalam tubuh seseorang, test akan bisa menyatakan hasil positif karena masih adanya fragmen (serpihan) dari virus tersebut dalam tubuh manusia.” (https://medium.com/@vernunftundrichtigkeit/coronavirus-why-everyone-was-wrong-fce6db5ba809)

Selanjutnya Dr. Pascal Sacre menyatakan, “Test RT PCR tidak bisa mendeteksi virus secara utuh, melainkan hanya partikel (serpihan) virus dan bukan urutan genetik-nya.” (https://www.marktaliano.net/covid-19-closer-to-the-truth-tests-and-immunity-the-rt-pcr-test-detects-virus-particles-not-the-whole-virus-by-dr-pascal-sacre/)

Ini yang ngomong pakar yang bukan kaleng-kaleng. Jadi mereka bicara fakta sesuai keahlian yang mereka kuasai. Plus omongan mereka-pun sama dengan pendapat dari ahli kesehatan CDC.

Tapi apa yang terjadi?

Lonjakan kasus positif terus didramatisir guna menakut-nakuti anda, dengan istilah klaster baru. Dan gilanya, anda masih terus-terusan percaya kalo lonjakan kasus akan mengarah kepada gelombang kedua dari si Kopit.

Lantas dimana nalar anda?

Pada bagian ketiga saya akan bicara fakta seputar kasus si Kopit yang terus bertambah secara eksponensial.

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!