Melihat postur Kabinet Indonesia Maju, apa yang bisa disimpulkan?
Dalam menjawab itu, kita perlu sedikit analisa. Apa visi presiden Jokowi di periode kedua ini?
Ada 3 hal yang dibidik. Pertama pembangunan sektor sumber daya manusia alias SDM. Kedua penyediaan lapangan kerja secara masif. Dan yang ketiga memajukan usaha kecil dan menengah alias UKM.
Pada visi yang pertama, ini memang sudah lama ditarget Jokowi. Bahkan di 2018, SDM memang hal yang serius ingin dibenahi setelah pembangunan infrastruktur selesai dikerjakan pada periode pertama yang lalu.
Dengan adanya infrastruktur yang baik, diharapkan investor akan datang dan tanam uangnya di Indonesia. Kebutuhan tenaga kerja dalam sektor investasi mutlak diperlukan.
Masalahnya, kalo secara SDM masyarakat Indonesia kualitasnya masih rendah, ujung-ujungnya bakalan jadi jonggos juga, karena nggak punya daya saing. Yang ada, impor tenaga kerja bakal terjadi dan ini yang justru tidak diharapkan.
Memang indeks kualitas SDM Indonesia seperti apa sih?
Kualitas SDM yang diukur melalui HCI alias human capital index, menyatakan bahwa posisi Indonesia masih jauh panggang dari api. Merujuk laporan Bappenas, Indonesia berada di posisi 87 dari 157 dengan indeks sebesar 0,53 (14/8). Lebih jelek ketimbang Vietnam.
Dengan kata lain, sektor SDM harus dibenahi. Caranya? Banyak yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah membenahi masalah di dunia pendidikan. Untuk itulah, seorang Nadiem Makarim hadir selaku mendikbud. Apa yang akan dibenahi, akan saya ulas pada tulisan berikutnya.
Menyoal visi yang kedua, adalah penyediaan lapangan kerja. Ini juga jadi PR besar pemerintahan Jokowi diperiode kedua. Bagaimana mungkin investor akan tertarik menggunakan tenaga kerja asal Indonesia, kalo kualitasnya skill-nya masih rendah tapi banyak nuntut soal kenaikan gaji.
Itu yang terjadi dilapangan. Coba lihat kelakuan serikat buruh yang dikit-dikit demonstrasi untuk menuntut kenaikan upah. Kalo tuntutan disertai skill yang mumpuni, ini mungkin masih bisa dimaklumi. Nah, udah skill-nya mengecewakan, tuntutannya setinggi langit. Yang terjadi kemudian, investor ogah tanam uang di Indonesia.
Apa yang harus dilakukan dibidang ketenagakerjaan?
Penyumbang terbesar tenaga kerja adalah dari orang-orang yang bersekolah, baik di tingkat SMA/SMK hingga perguruan tinggi. Masalahnya lagi-lagi adalah, pola pengajaran di sekolah maupun perguruan tinggi di Indonesia, masih terbilang jadul. Darimana tahunya?
Pertama, sistem kurikulumnya yang ada di Indonesia terkenal sarat beban. Materi yang nggak diperlukan dijejalin terus ke peserta didik. Pintar nggak malah eneg jadinya. “Ngapain sih kita belajar ilmu kek ginian,” begitu kurang lebih curhatan siswa jaman now.
Udah gitu, nggak matching juga ilmu yang diajarkan dengan kebutuhan yang sifatnya kekinian. Ngapain belajar soal yang njelimet pakai cara manual, sementara sekarang banyak tool yang bisa membantu penyelesaian masalahnya?
Kenapa siswa nggak diberi materi pembelajaran yang bisa menjawab tantangan jaman dengan penerapan teknologi digital?
Selain itu, pengajarnya juga nggak kalah set. Skill-nya masih jauh dari mumpuni. Pengajar yang gaptek adalah indikator yang paling sederhana.
Tragis. Padahal tunjangan bagi pengajar, sudah digelontorkan oleh pemerintah dalam jumlah spektakuler pada program bertajuk “sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan.”
Uang yang seyogyanya dipergunakan untuk meningkatkan kualitas pendidik, malah dipakai sebagai penunjang life style seperti jalan-jalan atau sekedar nge-mall. Jarang yang dipakai untuk mengikuti seminar atau bahkan mengikuti kuliah lanjutan guna meningkatkan kapabilitasnya.
“Bapak Ibu sekalian, tunjangan sertifikasi guru itu sedianya untuk meningkatkan kemampuan profesional kita, bukan malah untuk kredit Avanza,” demikian sentil salah seorang Kasudin pendidikan kepada para Oemar Bakri pada berbagai kesempatan.
Dan yang terakhir adalah memajukan Usaha Kecil dan Menengah alias UKM. Ditengah perang dagang antara China dan AS, maka bayang-bayang resesi global sudah didepan mata. Semua negara tak terkecuali Indonesia akan digulung oleh kondisi tersebut.
Praktis, ditengah kelesuan ekonomi diperlukan terobosan. Kalo ekonomi makro nggak jalan maksimal, maka ekonomi mikro-lah yang dijadikan pilihannya. Bicara ekonomi mikro, UKM lah jawabannya.
Menurut laporan Menko Perekonomian di tahun 2018, sektor UKM menyumbang sekitar 60,24 Produk Domestik Bruto alias PDB yang dimiliki negara, dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 97. Dengan kata lain, kontribusi UKM sangat besar sebagai pilar ekonomi nasional.
Saat ini, dengan adanya infrastruktur yang baik, maka masyarakat Indonesia akan bisa berliburan ke daerah-daerah pelosok, dengan mudah. Karenanya, fasilitas penunjang mutlak diperlukan dari mulai penginapan hingga tempat makan. Masa iya, perusahaan besar ngurusin yang model ginian?
Karenanya, ke depannya UKM akan jadi primadona. Pembangunan yang berorientasi ke pedesaan akan jadi alternatif yang ditawarkan pemerintah bagi pebisnis di sektor UKM.
Terus kesimpulannya?
Ketiga visi tersebut akan mentah kalo akar masalah utama bangsa ini nggak dibenahi, yaitu radikalisme. Dengan adanya radikalisme di hampir semua bidang, mustahil visi pemerintahan Jokowi bakal terealisir. Disinilah postur kabinet menemukan jawabannya.
Kemenag yang dijabat seorang mantan Jenderal, Kemendagri yang diemban oleh seorang mantan Kapolri, dan Kemendikbud yang dipangku oleh seorang pebisnis milenial adalah cerminan langkah yang akan digenjot pemerintah ke depannya. Memberangus radikalisme dari bumi ber-flower ini.
Bicara ketiga visi tadi, masalah utama ada dimentalitas manusianya. Pertanyaannya, mentalitas seperti apa yang bisa ditawarkan oleh golongan kadal gurun? Bicara konsep sebaik apapun, bakalan mental kalo nggak berasal dari golongan mereka. Kuliah setinggi langit, jadi nggak guna kalo ujungnya hanya percaya bahwa bumi datar.
Masalahnya, species kadal gurun ini ibarat virus. Terus menyebarkan pemahaman mereka ke pihak lain lewat berbagai media. Di medsos ada. Di kampus negeri ada. Di sekolahan negeri banyak. Di pengajian, lebih banyak lagi. Kalo sudah begini, total football harus dilakukan dengan segera.
Akankah upaya pembasmian kadal gurun berakhir mulus? Tidak segampang itu Rudolfo.
Selentingan saya mendengar, bahwa mereka kini makin intens menggelar konsolidasi untuk menolak upaya yang akan dilakukan pemerintah. Bagaimana caranya? Ahh..nggak seru kalo baru-baru saya udah kasih spoiler. Mendingan siapin popcorn yang banyakan, karena akan banyak adegan seru ditengah cerita.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments