Koordinator jubir Badan Pemenangan Nasional (BPN) BOSAN, Dahnil Anzar Simanjuntak 916/12) memastikan bahwa markas ‘pertempuran’ mereka akan tetap pindah ke Solo, Jawa Tengah dan mulai beroperasi terhitung Januari 2019 nanti.
Pertanyaan sederhana: mengapa harus repot-repot pindah?
Kalo bicara Jawa Tengah, apa yang ada dipikiran kita? Kandang banteng pastinya dan tempat asal presiden Jokowi memulai debut politiknya, dengan menjadi walikota di Solo.
Bicara tentang Jawa Tengah, ada trauma tersendiri bagi Prabowo. Gimana tidak. Pada gelaran pilpres 2014, Om Wowo berhasil dipecundangi abis-abisan di wilayah tersebut. Prabowo-Hatta hanya berhasil mengantongi suara 6,4juta. Sedangkan Jokowi dan JK menyabet 12,9juta suara. Kekalahan yang menyakitkan, karena hanya dapat suara setengahnya.
Ini pula yang mengakibatkan perolehan suara nasional untuk pasangan Prabowo-Hatta akhirnya tenggelam.
Jangan aneh, Prabowo konon kabarnya ‘enggan’ jika harus mengingat-ingat Jawa Tengah. Trauma akan kekalahan yang sungguh menyakitkan.
Tapi seiring berjalannya waktu, tepatnya pada momen pilkada Jawa Tengah 2018 yang lalu, terjadi perubahan yang signifikan. Hal ini berkaitan dengan melonjaknya perolehan paslon Sudirman Said dan Ida Fauziah yang disokong oleh Gerindra dan PKB.
Bagaimana tidak, Sudirman yang sama sekali tidak diunggul-unggulkan oleh lembaga survei manapun karena diprediksi akan kalah telak, justru berhasil meraup angka 41,2% berbanding 58,8% atas paslon Ganjar-Yasin yang didukung oleh PDIP. Artinya terjadi anomali disana, karena kandang banteng ternyata tidak segarang yang digambarkan.
Bermodal momentum tersebut, timbul gagasan tim BPN BOSAN untuk memindahkan markas mereka ke Jawa Tengah. Ke Solo tepatnya. “Kalo Sudirman bisa dapat angka yang lumayan, pasti Prabowo akan dapat lebih banyak lagi,” pikirnya.
Bagaimanapun, angka Daftar Pemilih Tetap alias DPT Jateng yang mencapai 27,4juta suara, adalah angka yang menggiurkan untuk diperebutkan. Dengan memindahkan markas, maka intensitas ‘gerilya politik’ akan bisa ditingkatkan, dan pada ujungnya suara akan bisa berpindah ke paslon BOSAN. Begitu skenarionya.
Itu alasan pertama.
Alasan kedua adalah berkaitan dengan strategi yang mengatakan bahwa “menikam musuh yang terbaik adalah di jantung pertahanannya”. Jawa Tengah, tepatnya Solo adalah tempat dimana karir politik seorang Jokowi berasal. Dengan manajemen yang baik, bukan tak mungkin di Solo pula, karir politik Jokowi bisa tenggelam.
Akankah ini berhasil? Dalam politik, tidak ada diktum kemustahilan. Semua sangat cair dan serba mungkin.
Sebagai gambaran, di Amerika Serikat sana, secara geopolitik terbagi atas Red Zones alias wilayah negara bagian yang dikuasai oleh partai Republik, dan ada Blue Zones alias wilayah negara bagian yang dikuasai kubu partai Demokrat. Sepanjang sejarah, negara bagian: Ohio, Iowa, Florida, Wisconsin, Michigan dan Pennsylvania adalah wilayah yang selalu dikuasai kubu Demokrat.
Namun pada pilpres AS 2016, terjadi keanehan dimana ke-enam wilayah tersebut berhasil direbut oleh kubu Republik yang mengakibatkan suara Trump pada zona biru tersebut menjadi jauh melesat. Dan diakhir cerita, Trump berhasil menekuk Hillary sebagai saingannya di jantung pertahanannya.
Kesimpulannya, upaya menaklukkan wilayah Jawa Tengah oleh kubu BOSAN, sangat mungkin dilakukan. Upaya yang dilakukan yah gerilya politik di lapang, door to door. Dan beberapa kasus telah membuktikan bahwa di level ini, kubu Jokowi sangat keteter melawan kubu BOSAN yang mengandalkan duet HTI dan PKS di lapangan.
Singkatnya kalo boleh jujur, militansi kampret jauh lebih baik daripada miltansi para cebong.
Yah kalo mau menang, sisi militansi harus segera diperbaiki oleh pakde dan para cebong… Nggak cukup hanya berharap pada buaian manis hasil survei semata. Belum lagi, sebagai petahana, batas aman elektabilitas pakde yang belum mencapai angka 60%, juga merupakan catatan tersendiri.
Ahh…menjadi menarik untuk diikuti, bagaimana upaya BOSAN untuk memenangkan pertandingan, mengingat kubu Jokowi belakangan sudah mulai kehilangan gregetnya dengan hanya bermain gaya defensif. Seberapa kuat sih bisa bertahan dari gempuran kampret?
“Kalo mau menang, gampang Bang,” kata suara diujung sana. “Suruh aja makan anjing pake sayur kol.”
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments