Tok-tok-tok!!
Revisi UU KPK resmi disahkan oleh DPR hari ini (17/9). Dan sebanyak 7 parpol (mayoritas) menyetujui revisi tersebut secara penuh. 2 parpol (Gerindra dan PKS) menyetujui dengan catatan. Dan hanya Fraksi Demokrat yang nggak ngasih pendapatnya.
Artinya, secara aklamasi revisi UU KPK disetujui para wakil rakyat yang duduk di Senayan. Jadi lucu, kalo kemudian Jokowi semata yang disalahkan. Lha, yang mensahkan DPR, kok yang dilaknat Jokowi. Situ mabok jengkol?
Padahal, berbagai elemen masyarakat dari akademisi, , guru besar, LSM hingga media mainstream sekelas Tempo, ramai-ramai bersuara menolak rencana revisi UU tersebut. Namun apa lacur, kenyataan memang tak seindah harapan mereka.
“Dan tentunya kalau pak Jokowi selesaikan ini (RUU KPK) maka koruptor akan berhutang budi sekali sama beliau,” demikian ujar Novel Baswedan (14/9) yang merupakan sepupu gabener pujaan ummat 212.
“Apa benar begitu kenyataannya, bang?” tanya seorang diujung sana.
Berulang kali saya tegaskan, bahwa dalam membahas kondisi dalam negeri tanpa melibatkan kondisi global akan sia-sia. Karena apa? Faktor eksternal-lah yang justru membuat situasi gaduh yang ada di negeri +62 ini.
Termasuk gaduh di tubuh KPK. Kisruh di KPK sebenarnya digelar untuk melindungi kepentingan yang lebih besar. Jadi bukan semata-mata dianggap sebagai upaya pemandulan lembaga anti rasuah tersebut an sich, melainkan ada upaya terselubung yang menginginkan KPK nggak boleh diotak-atik.
Itu skenario sesungguhnya.
Kenapa KPK nggak boleh diotak-atik?
Ada 2 alasan, tentunya.
Pertama ada ‘kelompok’ yang selama ini ditenggarai telah membangun jaringan kuat di tubuh KPK. Begitu kuatnya, sehingga mampu mengontrol siapa yang akan jadi sasaran tembak untuk diciduk lembaga tersebut.
Nggak aneh kalo KPK terkesan tebang pilih dalam menjaring calon yang akan digaruk. “Kok kubu kita mlulu yang disasar, kubu sebelah nggak?”
Coba bayangkan bagaimana jika KPK dengan jaringan mapannya kemudian diobok-obok oleh sistem yang baru? Sangat mungkin terjadi jaringan yang sudah establish tersebut akan porak poranda oleh struktur organisasi KPK yang anyar.
Dan yang kedua, ‘kelompok’ yang ada di KPK tersebut tengah mengamankan agenda politik yang akan digelar pada tahun 2024 mendatang.
Ada apa di 2024? Pilpres tentunya. Bicara pilpres, akan ada kandidat yang diusung. Siapa kira-kira yang jadi calon potensial dari kelompok tersebut? Tepat sekali.
Tak lain gabener dambaan ummat 212. Soal ini saya sudah jauh-jauh hari menyatakannya. Alasannya sederhana. Karena sang gabener telah mengantongi restu dari Washington. Aliasnya mamarika berkeinginan tampuk kepemimpinan nasional jatuh kembali pada sosok yang jadi subordinatnya.
Jangan heran, walaupun masih sangat jauh dari kontestasi tapi gabener sudah mulai srudag-srudug dari sekarang. Demi apa? Mengejar yang namanya popularitas. Dari popularitas, maka dengan sedikit sentuhan pencitraan dari konsultan politik maka elektabilitas akan bisa meroket setinggi langit.
Begitu kurang lebih skenarionya.
Nah, untuk bisa mewujudkan semua itu, maka butuh dana yang sangat besar. Uang dari mana? Kalo pakai trik lama dengan model transfer atau memanfaat kisruh bank semisal kasus Century maka akan mudah terendus. Yang paling mungkin ya manipulasi anggaran.
Dan untuk memuluskan langkah ini, maka ditaruhlah mantan orang kuat di KPK sebagai tim inti sang gabener. “Agar bisa main halus,” demikian ujar seorang narsum.
Nggak heran, walaupun banyak kasus yang ditenggarai sarat dengan manipulasi yang dilakukan oleh sang gabener, toh kasusnya nggak pernah di follow up. “Masa getah-getih aja anggarannya ratusan juta? Yang bokir aja…”
Jelas aja, wong ada yang back up di lembaga anti rasuah tersebut, selain adanya ‘pembisik’ di tim inti sang gabener untuk bisa lolos dari jerat penyidikan manipulasi anggaran.
Dengan modal yang cukup, ditambah dengan elektabilitas yang mumpuni maka langkah sang gabener untuk melaju baik di pilkada 2022 dan pilpres 2024 akan langsam jalannya.
Namun sial, langkah itu sudah terendus sang tukang kayu jauh-jauh hari. Dan dengan disahkan UU KPK yang baru, maka langkah yang telah disusun rapih oleh gabener dan kroni-kroninya kelak akan menemukan jalan terjal.
Dan skor 1:0 untuk sang tukang kayu kali ini.
Akankah skor yang diperoleh gabener menjadi seri atau malah kalah telak? Mari kita tanyakan kepada bang Toyib di Saudi sana, yang hobinya menggoyang.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments