Harusnya Sudah Usai


512

Harusnya Sudah Usai

Oleh: Ndaru Anugerah

Kapan pandemi ini akan berakhir? Begitu pertanyaan yang diungkapkan banyak orang akhir-akhir ini. Termasuk saya yang belakangan kebanjiran pertanyaan senada.

Bagi saya yang namanya pandemi si Kopit harusnya sudah berlalu. Kok bisa? Ada beberapa alasan yang saya kemukakan sebagai dasarnya.

Anda tahu Dr. Anthony Fauci selaku direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID)?

Dia mengatakan, “Jikapun ada beberapa penularan tanpa gejala dalam kasus C19, maka penularan tersebut tidak akan pernah menjadi penyebab suatu pandemi. Hanya orang bergejala-lah yang bisa menjadi pendorong suatu pandemi.” (https://health.wusf.usf.edu/post/chinas-coronavirus-cases-rise-us-agencies-map-out-domestic-containment-plans#stream/0)

Artinya apa?

Kalo kita selama ini ditakut-takuti media mainstream tentang penularan si Kopit dari yang katanya melalui asimptomatik alias orang tanpa gejala, maka bisa dipastikan itu hanya bualan semata. Kenapa? Karena penularan tanpa gejala bukanlah penyebab timbulnya suatu pandemi.

Bukankah si Kopit dikatakan sebagai pandemi? Kalo demikian adanya, asumsi media tentang penularan tanpa gejala otomatis gugur. Mana pendapat yang kita ikuti, Dr. Fauci atau media mainstream?

Masalah kedua seperti banyak yang diklaim oleh media mainstream dan juga para pendukung setianya (yang kebanyakan kaum middle class) tentang munculnya klaster-kalster baru atau tingkat infeksi yang meningkat dari si Kopit di masyarakat. Apa benar demikian adanya?

Pakar kesehatan Kanada, Dr. Barbara Yaffe mengakui bahwa tes yang selama ini diberikan pada masyarakat, banyak memberikan hasil false positive alias positif palsu saat digunakan. Bahkan hasilnya hampir 50% dari populasi yang menggunakan. (https://www.marktaliano.net/public-health-physician-dr-yaffe-makes-an-admission-against-interest-is-anyone-paying-attention/)

Jika demikian adanya, maka hasil tes yang digunakan pada si Kopit (baik rapid maupun swab), menjadi nggak relevan untuk dijadikan rujukan. Tentang ini saya juga pernah bahas. (baca disini dan disini)

Dalam suatu kesempatan, Dr. Chris Whitty sebagai Kepala Satgas Medis Inggris mengakui bahwa bagi kebanyakan orang, virus Corona sama sekali nggak berbahaya. (https://www.youtube.com/watch?v=adj8MCsZKlg)

Hal ini selaras dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh pemerintah Inggris, bahwa si Kopit sudah nggak lagi masuk kategori Penyakit Menular Konsekuensi Tinggi alias High Consequence Infectious Diseases. (https://www.gov.uk/guidance/high-consequence-infectious-diseases-hcid)

Artinya apa?

Si Kopit bukan lagi dianggap penyakit menular berbahaya. Jadi kurleb posisinya sama dengan penyakit influenza biasa atau malah bisulan di pantat akibat kebaanyakan makan telor.

Anda tahu Advisory Committee on Dangerous Pathogens (ACDP)? Pasti nggak tahu kan?

Ini merupakan badan independen di Inggris yang biasa kasih saran ilmiah tentang risiko paparan berbagai patogen kepada lembaga berwenang di sana (seperti Kementerian Kesehatan). (https://www.gov.uk/government/groups/advisory-committee-on-dangerous-pathogens)

Nah ACDP tersebut juga pendapat yang kurleb sama bahwa si Kopit seharusnya sudah nggak relevan lagi untuk dianggap sebagai penyakit menular berbahaya. (https://www.whatdotheyknow.com/request/the_advisory_committee_on_danger)

Dengan semua paparan yang saya kemukakan, apa ada alasan yang relevan yang menganggap bahwa si Kopit adalah penyakit menular yang berbahaya?

Terus, kalo nggak lagi dianggap berbahaya, ngapain juga anda mau dibuat parno terus-terusan sama media mainstream?

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


One Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!