“Bang, sebenarnya selain untuk pengalihan, isu 7 kontainer surat suara yang tercoblos arahnya kemana lagi?” demikian pertanyaan masuk ke nomor whatsapp milikku.
Saya langsung jawab: “Agar para relawan Jokowi jadi sibuk dan teralihkan perhatiannya akan gerilya politik yang sedang dilakukan para kampret alias gerakan door to door.”
Sedikit yang tahu, kalo gerakan door to door yang telah dilakukan oleh HTI dan PKS di akar rumput sungguh sangat dahsyat. Teman yang baru saja pergi berlibur di Bali mengisahkan kalo di daerah Panglipuran yang notabene-nya daerah merah alias basis PDIP, baliho-baliho besar milik BOSAN sudah merangsek sampai kesana.
Teman yang lain di Tegal tempatnya, juga mengisahkan kalo ibu-ibu dan pedagang di pasar, kerap berkelar, “Ngapain pilih Jokowi, apa-apa jadi susah.” Setelah dia telusuri, ternyata mereka sudah kemakan propaganda kampret yang masuk lewat majlis taklim atau arisan emak-emak.
Gerilya politik model ginilah yang harus diantisipasi, karena terbukti mendulang sukses besar saat gelaran pilkada DKI 2017. Padahal kala itu Ahok digadang-gadang oleh mayoritas lembaga survei sebagai sosok pemenang pilkada. Nyatanya, justru sebaliknya.
Itulah gerakan kampret yang harus diwaspadai. Mereka militan plus punya dendam pribadi kepada Jokowi yang telah membubarkan badan resmi mereka di negara ini. Bagi HTI, ini bisa jadi perang habis-habisan untuk menjungkal musuh bebuyutan mereka di gelaran pilpres 2019. Karenanya this is the last war buat mereka.
Sementara, saya banyak dapat laporan, kalo ternyata dukungan yang banyak digaungkan kepada paslon JOMIN, hanya sebatas pepesan kosong. “Mereka pada sibuk cari selamat sendiri-sendiri, bang agar posisi mereka aman di gelaran pileg. Jadi boro-boro mikirin Jokowi,” begitu keluh mereka.
Seperti yang kita ketahui bersama, pola kampanye terbagi atas 2 gaya mainstream. Pertama lewat pengerahan massa, dan yang kedua lewat gerakan gerilya door to door. Pengerahan massa belakangan menjadi kurang efektif, karena selain membutuhkan biaya besar, tapi gagal mendulang suara swing voters.
Swing voters alias suara mengambang hanya akan efektif mengalihkan dukungannya, jika mendapatkan treatment lewat pendekatan pribadi alias emosional. Dan itu hanya ada pada model gerakan door to door.
Mengapa para kampret lebih efektif dalam gerakan gerilya politik ini. pertama, karena mereka militan, dan kedua ketua TKN BOSAN, Djoko Santoso adalah mantan panglima TNI yang sangat fasih kondisi lapangan. Secara singkat dapat dikatakan, gerakan door to door sesungguhnya adalah perang teritorial.
Militansi dengan sedikit arahan akan keadaan wilayah territorial, jauh sangat efektif dalam menggaet massa mengambang. Disinilah yang saya belum temukan pada sosok ketua TKN JOMIN, yang background-nya adalah seorang pengusaha, dan bukan orang lapangan.
Masih ada waktu tersisa. Semua harus bergerak cepat jika suara pakde tidak mau boncos pada gelaran pilpres nanti. Dan relawan-lah yang bisa menjawab masalah ini, jika TKN lambat bergerak dan memang lambat. Konsolidasikan diri. Ajak teman, kerabat dan saudara untuk tetap kompak pilih Jokowi.
Dan saya mau kasih bocoran sedikit.
Para kampret akan sangat marah kalo kita menyinggung dan meragukan keislaman Prabowo. Serang dititik itu, secara berulang-ulang. Sebab apa mereka marah? Karena jika swing voters dengan sedikit sentuhan emosi tahu kalo Prabowo hanyalah Islam KTP, bisa dipastikan bakal karamlah skenario mereka.
Bangun hastag bersama: #pilihJokowi #janganpilihprabowo
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments