Bagi sebagian orang, pesta pernikahan adalah selebrasi sekali seumur hidup. Wajar keluar bayak uang untuk event tersebut.
Tapi bagi sebagian orang, pesta nikahan adalah ajang mencari untung. Harus ada untung yang didapat dari hasil angpauw undangan untuk menutup uang yang telah dikeluarkan untuk hajatan tersebut.
Begitu juga dengan ajang olahraga internasional sekelas Olimpiade dan Asian Games. Menurut saya pribadi, yang namanya hajatan, udah lumrah kalo keluar duit dan nggak ngejar untung. Apa tujuannya? Setidaknya biar nggak malu-maluin sebagai tuan rumah dimata tamu undangan.
Kebayang gak, kalo kita hajatan, misalnya, makanan sudah habis padahal tamu undangan masih menumpuk menunggu giliran makan? Hujatan demi hujatan akan kita tuai seusai acara, dan ujung-ujungnya kita akan kehilangan nama gegara urusan sepele.
Gelaran opening ceremony pesta Asian Games di Stadion Utama GBK kemarin malam, menuai sukses berat. Bahkan ditengah dana yang minim untuk sekelas event internasional, orang Korea saja sampai menjadikan event itu sebagai trending topic disana. Saking terpukaunya, orang Jepang bahkan tertarik untuk menirunya.
Bahkan negara-negara Barat cukup apresiatif dan terpukau dengan acara tersebut, mengingat untuk negara sekelas Indonesia, apa sih yang bisa dibanggakan selain korupsinya? Ternyata dugaan mereka salah, setidaknya dengan event semalam.
Apa sih yang ingin diraih dari seorang Jokowi terhadap perhelatan akbar ini?
Saya melihat ada 3 hal penting yang ingin dicapai.
Pertama, national branding. Maksudnya? Ajang AG adalah investasi jangka panjang, bukan jangka pendek. Tujuannya bukan untuk mencari pengunjung sebanyak-banyaknya lewat penjualan tiket, tapi untuk menarik investor mau berinvestasi di Indonesia. Dengan kata lain sukses dipenyelenggaraan AG, bisa jadi sukses untuk investasi jangka panjang di Indonesia.
Selain itu, selaku orang Indonesia, kita boleh berbangga dengan gelaran kelas dunia ini. Kalo selama ini bangsa Indonesia dianggap sebagai bangsa kelas dua, sekarang orang luar akan berpikir ulang tentang pandangannya terhadap orang Indonesia. Ternyata bangsa Indonesia gak kalah set sama orang luar, kok?
Hal kedua adalah pesan persatuan. Bukan saja lewat sajian tarian dari berbagai daerah yang ada di Indonesia, namun lewat ajang ini, Indonesia sebagai sebuah bangsa mampu mempersatukan dua negara Korea – Utara dan Selatan – menjadi satu kontingen. Hal yang sangat langka untuk bisa terjadi.
Dan yang paling penting, Jokowi berhasil mencuri perhatian generasi milenial lewat aksi spektakuler ala film action dengan mengendarai moge pada pembukaan AG tersebut. Sudah rahasia umum, kalo milenial cenderung akan memilih sosok yang menjadi representasi mereka dengan istilah “keren”.
Dan Pakde sudah menyajikannya dengan sukses dimata para milenial.
Terus apa yang jadi kekurangan aksi openening ceremony semalam?
Untuk pertanyaan yang satu itu, para kampret harus ektra keras berpikir. Dan setelah seharian mereka menemukan satu kata: Stuntman. “Kenapa Jokowi nggak jujur bilang ke publik, bahwa aksinya menggunakan stuntman?” begitu teriak para kampret. Watdepakk..
“Sini, gue bisikin yah pret… kalo stuntman aja musti diributin, mang lu pikir aksi film laga Holywood semisal Mission Impossible nggak butuh stuntman, apa? Setau gue ya pret, hanya film bokep aja yang gak pake stuntman dalam beraksi… mang enak apa, udah mau klimaks trus dipotong sama stuntman?”
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments