Diplomasi Vaksin Rusia


515

Diplomasi Vaksin Rusia

Oleh: Ndaru Anugerah

Baru-baru ini, Vladimir Putin menerima dubes Rwanda, Gambia dan Republik Afrika Tengah di Aula Alexander pada Istana Grand Kremlin. Saat menerima pada dubes tersebut Putin menekankan pentingnya kerjasama secara global dalam menghentikan penyebaran si Kopit. (https://www.eurasiareview.com/26112020-putin-talks-global-stability-and-coronavirus-vaccine-with-ambassadors-oped/)

Dalam pembicaraan tersebut, para dubes mewakili negaranya, berencana untuk pakai vaksin Kopit buatan Rusia dalam menanggulangi pandemi.

Memang Rusia sudah berapa banyak buat vaksin si Kopit?

Yang sudah ada dua. Pertama yang diberinama Suptnik V yang dikembangkan oleh Gamaleya Research Institute of Epidemiology and Microbiology pada 11 Agustus silam. Dan yang kedua diberinama EpiVacCorona yang dikembangkan oleh Vector Center pada 14 Oktober. Keduanya telah diregistrasi oleh Rusia yang artinya siap pakai.

Bukan itu saja. Untuk vaksin EpiVacCorona bakal dikirim ke sembilan organisasi medis ternama di Rusia untuk melakukan uji klinis lanjutan.

Rencananya dalam uji klinis tersebut bakal melibatkan 150 orang dewasa yang berusia diatas 60 alias kelompok paling rentan tertular si Kopit. Pada uji selanjutnya bakal melibatkan sekitar 30.000 relawan.

Guna mewujudkan rencana tersebut, rencananya Rusia bakal produksi 50 ribu dosis sebelum akhir tahun ini. (https://tass.com/society/1227405) Dan diakhir tahun 2021, bakal memproduksi 1 milyar vaksin. (https://www.nbcbayarea.com/news/business/money-report/russia-plans-to-produce-1-billions-does-of-its-cheaper-covid-vaccine/2406877/)

Nggak cukup sampai disitu, Putin juga akan memastikan bahwa vaksin Kopit yang dikembangkannya bakalan efektif jika dipakai selain harga yang ramah dikantong.

“Rusia siap bekerjasama dengan semua negara dalam hal vaksin C19, tapi kami memperingatkan agar urusan vaksin tidak dipolitisir,” ungkap Putin. (https://ria.ru/20201110/politizatsiya-1583918337.html)

Vaksin harus menjadu milik semua umat manusia dan kami siap bekerjasama dengan semua negara, termasuk dengan negara mitra SCO,” imbuhnya pada KTT SCO. (https://www.cnbc.com/2020/11/10/russia-is-about-to-register-its-third-coronavirus-vaccine-putin-says.html)

Menanggapi masalah ini, beberapa analis geopolitik mencoba berspekulasi. Pertama Rusia punya niat jualan vaksin demi meraup untung besar. Dan kedua Rusia ada ‘main’ dengan Big Pharma dalam menyukseskan program vaksinasi global.

Benarkah spekulasi tersebut?

Kalo anda punya pemikiran demikian, saya sarankan anda banyak-banyak menghirup udara segar, biar otak anda nggak karatan. Kenapa? Karena bukan itu skenario yang dikembangkan Rusia.

Lantas bagaimana skenario sesungguhnya?

Pada pandemi flu babi yang terjadi di 2009 silam, Rusia bisa dikatakan ‘kecolongan’ karena pihak Big Pharma memimpin dalam permainan dengan sukses menjual vaksin flu babi dengan nilai kontrak mencapai USD 18 milyar. (https://archive.is/0dWrs)

Rusia hanya bisa melongo melihat permainan yang digelar oleh Big Pharma saat itu. Sadar merasa kecolongan, Rusia berjanji nggak akan mengulang kasus yang sama terutama saat pandemi Kopit melanda. Di akhir cerita bakalan ada skenario jualan vaksin kembali. Dan Rusia paham betul skenario ini sejak awal digulirkan.

Nggak aneh jika kini Rusia memimpin dengan mengumumkan bahwa mereka telah berhasil mengembangkan vaksin Kopit siap pakai pertama di dunia pada Agustus silam. Dan saat ini, BG dan jaringan Big Pharma yang dimilikinya merasa ‘dipecundangi’ oleh Rusia. Skor jadi 1-1.

Apakah niatan Rusia hanya sebatas jualan vaksin? Nggak lah. Ini mah bisnis recehan bagi Rusia. Bukan itu yang akan disasar. Ada skenario yang sedang dimainkan Rusia yaitu diplomasi vaksin.

Maksudnya bagaimana?

Banyak analis berpendapat bahwa vaksin Kopit ternyata menyimpan banyak fakta yang mengejutkan, dari mulai kandungan vaksinnya, efek samping yang bakal ditimbulkannya, hingga motif terselubung yang mungkin ada dibalik peredarannya. Itu semua benar adanya.

Dengan kata lain, nggak ada negara yang bakal membeli vaksin jika mereka nggak benar-benar mempercayai negara yang memproduksi vaksin tersebut. Jadi mereka harus benar-benar percaya sama negara pembuat vaksin, baru mereka mau beli tuh vaksin.

Di titik ini, Rusia lumayan unggul dibanding vaksin debutan Big Pharma. Setidaknya sudah ada 4 negara besar yang mau memakai vaksin Rusia tersebut, yaitu: Korea Selatan, India, Maroko dan Brazil. Kenapa mereka mau pakai vaksin Rusia? Ya karena mereka percaya sama Rusia.

Bermodal kepercayaan, maka kedepannya Rusia bisa merajut kemitraan pada bidang lainnya. Jadi vaksin ini hanya pintu gerbang untuk kemitraan yang lebih luas. Alih-alih telah menyelamatkan nyawa, masa orang telah diselamatkan nggak percaya untuk melakukan kerjasama pada bidang lainnya? Mana rasa terima kasihnya?

Bayangkan jika dari keempat negara besar tersebut kemudian vaksin Rusia bakal menyebar ke negara-negara tetangganya yang ada di benua Asia, Afrika hingga Amerika. Apa nggak terbuka peluang untuk merajut peta geopolitik bagi Rusia?

Dan jika kerjasama ini bisa ‘dijahit’ oleh Rusia yang punya cita-cita membentuk tatanan dunia baru yang multipolar, siapa yang bakal meradang? Tentu saja AS selaku negara pion elite global.

Dengan kata lain, ada skenario Rusia dalam mengacaukan rencana elite global yang punya agenda untuk mengubah tatanan dunia menjadi Uni-polar begitu pandemi si Kopit usai. Pada lain tulisan saya akan ulas tentang hal ini.

Kasarnya, diplomasi vaksin yang dijalankan Rusia saat ini punya motivasi strategis dibalik misi kemanusiaan yang disajikan Putin kepada publik.

Akankah berhasil?

Sebagai analis geopolitik kemungkinan berhasilnya cukup tinggi, mengingat kalo sudah bicara kemanusiaan, siapa sih yang bakal menampiknya?

Lalu gimana strategi elite global dalam menghalau rencana Rusia?

Hal yang paling mungkin dilakukan adalah membuat black campaign tentang vaksin Rusia lewat tangan media mainstream yang dimilikinya. Dikatakan bahwa vaksin Rusia nggak efektif-lah, nggak aman-lah dan nggak layak pakai-lah dan segudang alasan lainnya.

Seperti saya sudah singgung beberapa bulan yang lalu, kalo Rusia sudah ikut ‘bermain’ maka skenario akan jauh lebih menarik untuk disimak.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!