Cenayang Pembentuk Dunia

Cenayang Pembentuk Dunia

Oleh: Ndaru Anugerah – 25032024

Kita semua paham bahwa ideologi rasial Hitler berasal dari apa yang disebut sebagai ‘prinsip dasar darah’. Artinya darah tiap orang dan tiap ras mengandung jiwa dan ras orang tersebut.

Maksudnya apa?

Hitler percaya bahwa ras Arya yang dimiliki oleh orang Jerman sejati adalah ras manusia yang memiliki derajat tertinggi. “Tuhan telah menciptakan bangsa Arya sebagai manusia yang paling sempurna, baik secara jasmani maupun rohani,” ungkap sang Fuhrer. (https://www.perlego.com/book/2863746/mein-kampf-the-original-accurate-and-complete-english-translation-pdf)

Lantas dimana ras manusia lainnya selain ras Arya yang diunggulkan tersebut?

Otomatis menjadi ras ‘sampah’ layaknya sekam yang nggak ada gunanya sama sekali selain dibakar.

Kok ada ras lain selain ras Arya?

Ini bisa terjadi karena adanya kontaminasi yang disebabkan oleh sang ‘ular’, yang nggak lain adalah orang-orang Yahudi. Bagi Hitler orang Yahudi mengkontaminasi pikiran ras Arya dengan menggunakan alat politiknya yang disebut Marxisme. (https://archive.org/details/norman-h.-baynes-hitlers-speeches-vol-1)

Sehingga ada misi sejarah yang diklaim sang Fuhrer untuk mewujudkan bangsa Jerman sebagai kelas terpilih yang akan memimpin dunia dan hanya satu-satunya ras yang mampu menghasilkan peradaban yang lebih tinggi.

“Hanya ras yang memiliki kualitas spiritualitas tertinggi-lah yang mampu menghasilkan peradaban tertinggi,” pungkas Hitler. Sehingga untuk melakukan hal tersebut, bangsa Jerman harus mau merestrukturisasi fondasi politik dan sosialnya guna menciptakan negara yang mempromosikan budaya Arya.

Pertanyaannya: kenapa ras Arya? Bukankah ras tersebut ada di India? Kenapa bisa diklaim oleh Hitler yang berada di Eropa? Siapa sosok yang mempengaruhi sang Fuhrer sehingga punya pandangan seperti itu?

Pernah dengar Madam Helena Petrovna Blavatsky yang menulis karya fenomenal The Secret Doctrine di tahun 1888 silam?

Jika anda pernah tahu sosok Blavatsky yang menekankan konsep ras sebagai hal terpenting dalam perkembangan sejarah manusia, maka konsep ras Arya yang diusung Hitler sebagai ras murni bangsa Jerman, tidaklah terlalu mengherankan.

Dalam The Secret Doctrine, Blavatsky menyatakan adanya 7 akar ras manusia di dunia. Ras akar saat ini adalah tingkatan kelima. Sedangkan yang keempat adalah Atlantis.

“Ras Arya lahir dan berkembang jauh di Utara meskipun setelah tenggelamnya Benua Atlantis, suku-sukunya beremigrasi lebih jauh menuju ke selatan ke arah Asia,” ungkap Blavastsky.

“Bangsa Arya mengikuti pola migrasi ke Selatan dan Barat Asia, yang akhirnya menciptakan kebudayaan besar Hindu, Persia, Yunani-Romawi, dan kemudian Eropa, Jadi semua budaya ini, asalnya dari ras Arya,” tambahnya. (https://www.academia.edu/30695697/_The_Secret_Doctrine_Unveiled_Helena_Petrovna_Blavatsky_and_The_Origin_of_Ancient_Wisdom)

Jika kemudian Hitler mengklaim bahwa bangsa Jerman adalah ras Arya yang seharusnya ada di belahan Timur dunia, maka dari Blavatsky-lah ide tersebut berasal.

Satu hal yang perlu anda ketahui, bahwa Blavatsky adalah seorang cenayang yang tentu saja mempercayai hal-hal yang berbau mistik.

Aliran Blavatsky banyak dipakai Jerman setelah di tahun 1884 berhasil mendirikan Loji (kantor) pertama mereka. Sementara di AS, Blavatsky juga mendirikan Theosophical Society yang berbasis di New York yang konon mempengaruhi aktivitas kelompok The Skull & Bones yang salah satu ritualnya adalah mencium tengkorak manusia sebagai syarat keanggotaannya.

Lalu bagaimana ceritanya Hitler bisa bersinggungan dengan aliran mistik yang diusung Blavatsky?

Adalah Thule Society yang membawa diri sang Fuhrer kepada aliran yang diusung Blavasky.

Thule Society awalnya adalah Orde New Templar yang didirikan oleh Guido von List dan Jorg Lanz von Liebenfels. Baru di tahun 1907, kelompok rahasia ini mengubah namanya menjadi Thule Society yang belakangan mendorong terbentuknya National Socialist German Worker’s Party (Nazi). (https://en.wikipedia.org/wiki/Order_of_the_New_Templars)

Thule Society mengajarkan tentang pentingnya supremasi ras Arya dan berencana untuk mencapainya. Dan sosok Blavatsky punya andil bagi komunitas rahasia tersebut untuk mendorong terbentuknya supremasi ras Arya melalui ‘proses pemurnian’ di dunia lewat partai Nazi yang dimilikinya.

Sejak awal berdirinya, Thule Society terlibat aktif dalam kekuatan kontra-revolusioner melawan Republik Soviet Bavaria, yang menurut kelompok ini didominasi oleh orang-orang Yahudi.

Masuk akal jika kemudian orang-orang Yahudi paling diburu oleh kelompok rahasia tersebut, karena nggak akan mungkin tercipta ras unggul di dunia bernama Arya, selama ada orang Yahudi di muka bumi.

Thule Society-lah yang pertama kali meminang Hitler untuk bergabung dan kemudian diberi jabatan khusus pada komunitas ini. Lumrah jika saat sang Fuhrer berkuasa, banyak anggota komunitas Thule yang menjadi circle dirinya.

Ambil contoh Dietrich Eckart yang dianggap Hitler sebagai mentor-nya. Alfred Rosenberg yang didaulat sebagai ideolog partai Nazi. Ataupun Rudolf Hess yang menjadi orang kepercayaan Hitler. Ketiga orang itu adalah anggota Thule Society.

Dengan kata lain, Thule Society sengaja menarik sosok Hitler untuk bisa mewujudkan ras Arya pada orang-orang Jerman.

Kenapa lambang gerakan Nazi Jerman adalah Swastika?

Ya karena terinspirasi Blavatsky. Adalah Rudolf von Sebottendorf sebagai salah satu pendiri Thule Society, yang memperkenalkan logo Swastika sebagai simbol gerakan mereka.

Dan untuk menjadi anggota sekte Thule Society, maka seseorang harus mau menandatangani ‘pernyataan darah iman’, khususnya mengenai garis keturunan mereka. Penandatanganan ini menegaskan bahwa tidak ada darah Yahudi atau kulit berwarna mengalir dalam darah mereka, pasangannya dan juga nenek moyang mereka.

Sejarah mencatat bahwa gerakan yang terinspirasi oleh Blavatsky tersebut membawa petaka bagi banyak orang Yahudi yang tumbuh pesat di Eropa kala itu.

Tidak berlebihan jika sosok Helena Blavatsky didaulat sebagai cenayang yang sangat berpengaruh dalam upaya membentuk dunia.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)