Carut Marut BUMN
Badan Usaha Milik Negara alias BUMN yang ada di Indonesia, jumlahnya cukup fantastik. 119 buah (belum lagi anak perusahaannya), tersebar di 14 sektor. Terlalu banyak jumlahnya, dan so pasti membawa dampak yang kurang baik bagi perekonomian Indonesia. Lho kok bisa? Karena seyogyanya, BUMN-BUMN tersebut adalah perusahaan negara yang beri kontribusi keuntungan, tapi ujung-ujungnya, karena pengelolaan yang tidak beres berakibat pada keuangan yang merugi. Buntung, bukan untung.
Kok bisa buntung? Ini bisa terjadi karena BUMN sudah jadi rahasia umum sebagai “sapi perah” bagi partai politik. Modusnya bisa cem-macem. Dari mulai penjualan aset, privatisasi sampai skenario harga saham yang “sengaja” dibuat seanjlok-anjloknya untuk selanjutnya saham diborong (pas harga murah), setelah itu harga saham tersebut dinaikkan setinggi-tingginya dan dijual ke pasaran sehingga ada selisih dari penjualan saham tersebut. Bayangin, kalo dari 1 lembar harga saham beda harga 100 perak aja, maka berapa yang akan didapat dari penjualan 10juta lembar saham? Walhasil, tiap tahunnya negara nekorin aksi pat-gulipat ini. Hampir disetiap lini BUMN aksi ini terendus.
Dan yang paling menyolok adalah, jabatan strategis di BUMN semisal Direksi ataupun Komisaris, pasti berasal dari parpol. Gak percaya? Cek aja dahh… Dengan menempatkan orang-orangnya di posisi strategis, bisa dibayangkan, berapa marjin keuntungan yang didapat dari parpol dengan aksi abdakadabra di atas. Ujung-ujungnya, setoran ke parpol jalan terus, dan negara dirugikan dengan praktik-praktik ini. Mau ditutup tuh BUMN, congor politisi bakal nyolot. Mau gak ditutup, negara terus-terusan digarong.
Melihat gelagat tak baik, pemerintahan Jokowi mengambil langkah antisipatif. Tertanggal 29 November yang akan datang, bertempat di Hotel Borobudur, akan dilakukan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) serentak untuk 4 BUMN yaitu: PT Aneka Tambang Tbk (Persero), PT Bukit Asam Tbk (Persero) dan PT Timah (Persero) serta PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero). Kok RUPS? Ada apa gerangan? Ternyata ada agenda utamanya, yaitu pembentukkan holding BUMN alias realisasi Induk Usaha ke-3 BUMN kedalam satu Induk Usaha, PT Indonesia Asahan Aluminium (PT Inalum). Kenapa perlu ngebentuk induk usaha?
Tujuannya ada 3. Pertama realisasi road map BUMN 2005-2019, dimana nantinya akan ada perampingan BUMN dari sekitar 119 menjadi 85. Biar lebih efisien dalam bekerja. Kebayang dong, kalo kebanyakan BUMN boncos, kan uang negara juga yang dirugiin.
Kedua, karena pemerintah mempunyai rencana jangka pendek, yaitu divestasi saham Freeport yang so pasti akan nguras dana yang nggak sedikit. Saya dengar jumlahnya sekitar 30-an trilyun. Dengan adanya holding BUMN, modal yang akan didapat diharapkan akan mumpumi untuk rencana divestasi tersebut. Sebagai gambaran, Amrik akan berupaya mati-matian untuk mempertahankan Freeport supaya nggak jatuh ke tangan Indonesia. Mau contoh? Upaya penyanderaan warga oleh Kelompok Kekerasan Bersenjata (KKB) yang beraksi di Timika-Papua kemarin, adalah salah satu upaya untuk menghambat upaya tersebut.
Dan ketiga, yang paling penting, upaya pembentukkan holding adalah untuk mengantisipasi persaingan global. Seperti yang kita tahu, menurut publikasi korporat Fortune Global 500 yang berkantor di Amrik sejak 1955, Pertamina hanya mampu berada diperingkat 230. Sementara jika dibandingkan Cina, Indonesia keok total. BUMN Cina seperti China National Petroleum Corporation (CNPC) berada diposisi 3, China Petrochemical Corporation (Sinopec) diurutan 4 dan yang paling bapet cuma China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) yang itupun berada diposisi 156. Masih lebih baik dari BUMN Pertamina. Point pentingnya adalah, pembentukkan holding gak lain dan gak bukan untuk bekerja secara efisien. Untuk itu BUMN harus dikelola secara profesional dan kompetitif. Dan untuk itu, pembentukkan holding mutlak diperlukan. Istilahnya, lebih baik ramping BUMN, namun efisien dalam bergerak, dibanding banyak tapi terus-terusan merugi.
Jadi kalo akhir-akhir ini kita banyak mendengar di media sosial, pemerintahan Jokowi akan menjual aset-aset BUMN ke pihak asing atau aseng, bisa dipastikan, mereka-lah para antek politisi/parpol yang selama ini dirugikan dengan kebijakan pakde pada BUMN dimana mereka biasa merampok. Atau bisa jadi mereka adalah komprador kapitalisme yang ada di Indonesia. Logikanya sederhana: apa mungkin Bandara Soekarno-Hatta yang baru dinobatkan oleh Skytrax sebagai The World’s Most Improve Airport pada tahun 2017, kemudian dijual oleh pemerintah? Kalo itu bandara abal-abal, masuk akal lah… nah ini?
Kadang bingung liat kaum goyang dombret yang hobi nyinyir pemerintah Jokowi, terbuat dari apa otak mereka? “Mereka gak punya otak bang!” Oh…pantesan kalo gitu. Tegak terus micinnya bro…
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments