Buat Masalah Sendiri, Bingung Sendiri
Oleh: Ndaru Anugerah
Pada suatu kesempatan, presiden Wakanda mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua 2021 di negaranya, harus menjadi titik balik perekonomian yang sudah babak belur selama pandemi Kopit ‘bertandang’ di sana.
Dengan pedenya sang presiden mengatakan, “Kita harus hati-hati pada kuartal kedua nanti. Ini adalah fase yang sangat menentukan. Kalo kita tidak mengalami lompatan pertumbuhan ekonomi, berikutnya akan menjadi sangat berat untuk dilalui,” begitu kurleb-nya.
Memang berapa angka pertumbuhan yang diharapkan?
“Kita harus bisa mencapai angka di atas 7% pada akhir kwartal kedua nanti (Juni),” ungkapnya. (https://money.kompas.com/read/2020/02/05/190100726/janji-pertumbuhan-ekonomi-7-persen-jokowi-yang-tak-pernah-terealisasi?page=all)
Perlu anda tahu, bahwa Wakanda sudah mengalami resesi dari tahun lalu, alias pertumbuhan ekonomi yang negatif. Dan seperti saya sudah prediksi, ini nggak bakal cepat berlalu menjadi positif mengingat kondisi perekonomian dunia yang juga babak belur. (baca disini)
Jadi, kalo efek dominonya menghantam Wakanda, ya wajar-wajar saja. (https://www.forbes.com/sites/chloedemrovsky/2020/06/23/the-covid-19-domino-effect-whats-next/)
Sekarang coba kita lihat, berapa pertumbuhan ekonomi pada kwartal pertama 2021 di Wakanda.
Menurut Menkeu yang mantan jebolan lembaga Bretton Woods tersebut, angkanya berkisar minus 1% hingga minus 0,1%. Artinya masih negatif juga. (https://money.kompas.com/read/2021/03/23/134153226/sri-mulyani-prediksi-pertumbuhan-ekonomi-ri-kuartal-i-2021-masih-minus)
Aliasnya, sang presiden Wakanda mau ‘menyulap’ pertumbuhan ekonomi yang melambat, dari minus menjadi positif sekian persen. Apa strategi yang akan dijalankan dalam mencapai target ‘bombastik’ tersebut?
Pemberian THR alias Tunjangan Hari Raya baik bagi pegawai pemerintah maupun swasta, itu yang jadi senjata pamungkas. Asumsinya, dengan adanya THR, orang akan berbondong belanja keperluan Lebaran, dan ini akan mampu memicu pergerakan ekonomi yang cukup tinggi. Sekali lagi, ini asumsi lho ya.
Apakah asumsi tersebut bisa diterima?
Sejumlah pengamat ekonomi justru sanksi akan hal tersebut. Salah satunya adalah Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad. Beliau mengatakan, “Daya dorong THR kepada konsumsi rumah tangga, nggak akan signifikan.” (https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210421062621-532-632556/berkah-thr-dan-asa-jokowi-kerek-ekonomi-7-persen)
Ini fatal, mengingat konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 57,66% Produk Domestik Bruto pada 2020 silam.
Apa alasan Tauhid mengatakan hal tersebut?
“THR yang akan diterima orang, nggak akan mungkin dihabiskan untuk konsumsi melainkan untuk disimpan, mengingat nggak ada kepastian kapan pandemi akan berlalu,” ungkapnya.
Sangat logis penjelasannya. Kalo anda, misalnya, terima THR, mungkin nggak sih anda habiskan untuk belanja keperluan yang nggak perlu-perlu amat dengan kondisi ekonomi seperti saat ini? Yang paling mungkin anda bakalan berhemat, bukan? (https://www.apa.org/members/content/managing-money-coronavirus)
Tauhid bicara bukan tanpa dasar.
Pertama, daya beli masyarakat masih rendah tercermin dari tingkat inflasi Maret 2021 sebesar 0,08% secara bulanan dan 1,37% secara tahunan.
Kedua, perputaran uang akan berkurang karena adanya larangan mudik. Dan ketiga, pemulihan sektor riil nggak banyak terjadi, mengingat permintaan kredit perbankan masih mengalami kontraksi minus 2,15% pada Februari silam. Jadi sektor bisnis masih ‘tiarap’.
Singkatnya, pertumbuhan ekonomi mencapai lebih dari 7% adalah impian di siang bolong yang nggak masuk akal. Bahwa asumsi THR bakal memicu pergerakan ekonomi, nyatanya itu juga nggak akan membawa efek yang signifikan.
Dan parahnya, seperti kata Tauhid, bukannya memberi kemudahan, pemerintah Wakanda malah buat beleid gaje, seperti melarang mudik Lebaran bagi warganya, dengan alasan menghambat penyebaran Kopit.
Sejak kapan kebijakan lockdown seketat apapun bakal dapat menghentikan laju penularan Kopit? (baca disini, disini dan disini)
Ini patut disesalkan, mengingat negara akan berpotensi menghilangkan perputaran uang mencapai Rp. 200 trilyun. (https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210401062159-92-624700/larangan-mudik-2021-dan-potensi-hilangnya-rp200-t-di-kampung)
Angka sebesar itu, darimana asalnya?
Misalkan rata-rata pemudik akan menghabiskan Rp. 5-10 juta di kampung halaman. Maka dengan asumsi adanya 20 juta pemudik, angka yang didapat mencapai Rp. 100-200 trilyun.
Dan angka segitu besar dikeluarkan untuk aktivitas belanja dan makan-makan, transportasi, jasa tol hingga kunjungan ke tempat-tempat wisata yang ada di kampung halaman.
Iqbal Tosin selaku pengurus ikatan Pengusaha Bus Indonesia mengatakan bahwa beleid pemerintah akan mengakibatkan potensi kerugian hingga puluhan milyar rupiah. (https://www.msn.com/id-id/gayahidup/berita/larangan-mudik-lebaran-2021-perusahaan-bus-rugi-rp-18-miliar/ar-BB1fICtg?li=AAfukE3)
Itu baru dari bis, belum dari kereta, pesawat, kapal laut, hingga angkutan umum lainnya.
Kesimpulannya, pemerintah Wakanda buat masalah sendiri, terus pusing sendiri.
Terus kita disuruh bilang WOW, gituh??
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
Nah saya rasa ide kebijakan larangan mudik ini datang dari ketua satgasnya om.. Malah mudik lokal juga ikut dilarang akhir-akhir ini, dengan alasan pencegahan penyebaran kopit