Rame-Rame Tolak Lockdown


517

Rame-Rame Tolak Lockdown

Oleh: Ndaru Anugerah

Kondisi di AS dan Inggris, dimana lockdown terus menurus diperpanjang, akhirnya memaksa para ilmuwan dan dokter di kedua negara tersebut gerah. Akhirnya, lebih dari 12000 ilmuwan dan dokter tersebut kasih petisi yang intinya mengamatkan pemerintah untuk mengakhiri lockdown dan protokol konyol lainnya.

Siapa saja yang tanda tangan petisi tersebut? Sederet nama kondang dari kampus bergengsi di AS dan Inggris, seperti Prof. Sunetra Gupta (Oxford), Dr. Martin Kulldorff (Harvard), Dr Jay Bhattacharya (Stanford) dan masih banyak lainnya.

Petisi yang belakangan dikenal dengan nama Deklarasi Great Barrington tersebut, sukses mendapatkan simpati publik. Total ada sekitar 54 ribu masyarakat yang turut menandatangani petisi tersebut, selain ribuan ilmuwan dan praktisi medis. (https://www.dailymail.co.uk/news/article-8818993/Now-12-000-scientists-medics-sign-anti-lockdown-petition-urging-officials-let-Covid-19-spread.html)

Selain menghendaki untuk lockdown segera diakhiri, mereka mendorong untuk pemerintah menerapkan kekebalan kawanan (herd immunity) yang sukses diterapkan di Swedia. “Kami mendorong pemerintah untuk melanjutkan kehidupan normal seperti sediakala.”

Lagian, Trump selepas dari RS beberapa hari yang lalu, juga sudah bilang: “Saya himbau kepada warga AS untuk tidak paranoid terhadap si Kopit apalagi kalo sampai mendominasi kehidupan kita.” (https://www.nytimes.com/2020/10/05/us/politics/trump-leaves-hospital-coronavirus.html)

Jadi sangat wajar kalo para ilmuwan tersebut buat petisi.

Memang, paranoid massa menjadi tidak terhindari akibat agitasi media mainstream. Yang kena imbas ya orang-orang yang punya penyakit kronis semisal kanker. “Lockdown mengakibatkan penderita kanker bertumbangan, karena akses ke pengobatan dibatasi,” ungkap Prof. Richard Sullivan. (https://www.bbc.com/news/health-52382303)

Bahkan Prof. Peter Nilsson dari Lund University Swedia memperingatkan, “Kematian akibat Kopit jauh lebih sedikit daripada kematian akibat lockdown.” (https://www.corona-stocks.com/over-7000-scientists-doctors-call-for-covid-herd-immunity-end-to-lockdowns/)

Memangnya lockdown efektif, sehingga pemerintah terus memaksakan ini diperpanjang?

Penelitian terbaru yang dirilis pada The Lancet sebagai jurnal ilmiah bergengsi dunia menyatakan sebaliknya. “Lockdown dengan segala aturannya malah memperburuk kondisi kurang gizi pada anak-anak di seluruh dunia.” (https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(20)31648-2/fulltext)

Bahkan para ahli juga telah memperingatkan bahwa ada sekitar 1,4 juta kematian di seluruh dunia yang diakibatkan infeksi TBC yang tidak diobati gegara lockdown. (https://www.telegraph.co.uk/global-health/science-and-disease/coronavirus-lockdown-could-lead-nearly-15-million-extra-tb-deaths/)

Jadi akibat lockdown, lebih banyak angka kematian lainnya (seperti: kanker, TBC dan kelaparan) daripada kematian yang disebabkan si Kopit. Kalo sudah begini, ngapain juga berlama-lama dengan status lockdown yang diperpanjang?

Akankah agenda elite global bisa diakhiri?

“Masalahnya, para ilmuwan tersebut nggak punya media mainstream dan lembaga keuangan sekelas IMF. Jadi bisa dipastikan, langkah ini akan sulit untuk terwujud. Ya mau gimana lagi? Namanya juga usaha.”

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!