Bersih-Bersih Koalisi


514

 

Terciduknya Rommy lewat Operasi Tangkap Tangan KPK berkaitan dengan kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama, di Hotel Bumi Surabaya (15/3), sebenarnya bukan hal yang mengagetkan. Justru yang membuat kaget adalah total rupiahnya. Cuma Rp. 157jutaan. Terbilang recehan untuk kelas Ketum Partai berlambang Ka’bah tersebut.

Rommy bukanlah yang pertama diamankan KPK lewat kasus korupsi. Sebelumnya, petinggi PPP Suryadharma Ali, juga pernah terpaksa meringkuk dibui, karena kasus penyelewengan dana Haji. Bedanya, dana yang diselewengkan SDA bukan angka recehan, tapi milyaran. Tercatat Rp. 27,3 milyar plus 18juta riyal Arab Saudi.

Sebenarnya, sasus beredar bahwa Rommy sudah jadi target operasi KPK dengan aktivitas sejenis. Bahkan Mahfud MD pernah mentwit lewat akun twitter-nya kepada Rommy sebagai peringatan: “As I told you at that night, in Dharmawangsa Hotel: everything is matter of time.” Namun toh yang bersangkutan mengacuhkannya, hingga akhirnya terciduk.

Dan ibarat episode sinetron, bukan mengakuinya, Rommy malah berkilah: “Saya dijebak.”

Pertanyaan sederhana, mengapa Rommy harus diciduk? Kalo soal kasus hukum, itu sudah pasti. Tapi, apa yah cuma hal itu?

Sebagai politisi, karir Rommy lumayan moncor. Dengan usianya yang masih terbilang muda, dia sudah didaulat menjadi Ketua Umum PPP, setelah berhasil melibas kubu Djan Faridz pada kisruh dualisme kepemimpinan di PPP, tempo hari.

Setelah terpilih menjadi Ketum, maka perahu PPP langsung dia arahkan kepada kubu Jokowi-JK, walaupun sebelumnya biduk PPP dibawah kepemimpinan SDA merupakan bagian Koalisi Merah Putih yang mengusung Prabowo-Hatta sebagai oposisi di tahun 2014.

Singkat cerita, Rommy pun diterima baik oleh Jokowi dibawah payung Koalisi Indonesia Hebat. Namun sayangnya, langkah politik yang dilakukan Rommy sudah terlalu jauh. Puncaknya ketika bersama Cak Imin, Rommy kemudian ‘menekan’ Jokowi untuk tidak menjadikan Mahfud MD sebagai cawapres-nya.

“Kalau bapak berkeras tetap memilih MMD sebagai wakil, jangan salahkan bila kaum ‘sarungan’ tidak akan mendukung bapak di pilpres 2019, nanti,” begitu kurang lebih pernyataannya.

Solusinya? Kemudian diajukan Ma’ruf Amin sebagai penggantinya. Dan langkah ini diluar skenario.

Apa Rommy tidak punya rencana atas pengajuan MA sebagai wakil pakde? Pasti-lah. Pertama, dengan tidak terpilihnya MMD sebagai cawapres, maka watak kental Gusdur yang melekat pada diri MMD praktis lenyap. Kalo MMD terpilih sebagai wapres, apa nggak langkah srandal-srundul akan dibuat olehnya?

Yang kedua, pertimbangan umur. Dengan MA sebagai wapres, maka peluang untuk merebut RI-1 pada gelaran pilpres 2024, terbuka lebar. Karena apa? Usia MA yang terbilang uzur untuk bisa melenggang kembali di 2024. Bandingkan bila MMD yang kemudian dipilih pakde? Akan lain ceritanya.

Walhasil, aksi bersama menjegal MMD meraih sukses. Dan Rommy kembali jumawa. Mungkin ini pula yang kemudian menjadikannya besar kepala. Seolah-olah pakde sudah berhasil ditaklukkannya. Seolah-olah dia bebas berlaku apa saja. Walaupun itu hanya asumsinya semata.

Dan terbukti, Rommy pun dicokok KPK. Seperti pernyataan saya diawal, apa iya kasus ini hanya semata-mata berkaitan dengan hukum?

Ini tahun politik. Jadi wajar saya kalo semua aktivitas yang terjadi di tahun ini, pasti ada relevansinya dengan politik. Tak terkecuali kasus Papa Setnov, Idrus Marham dan juga kasus Rommy, walaupun ketiganya berada di kubu pendukung Jokowi.

Apa mungkin, sebelum melakukan aktivitas OTT, misalnya, KPK nggak memberitahu RI-1 terlebih dahulu? Kalo saja Mahfud tau akan rencana yang akan digelar KPK lewat twit-nya, apa mungkin pakde nggak tahu? Singkatnya, KPK ‘sowan’ dahulu kepada pakde, sebelum aksi digelar mengingat Rommy adalah orang dekat pakde.

Artinya apa?

Pertama, ini upaya penegasan kembali pakde kepada publik, bahwa komitmennya untuk memberantas korupsi bukanlah slogan semata. Bukan kek Pepo yang hobi pencitraan: “Katakan Tidak, Pada(hal) Korupsi.”

Kedua, menurut sebuah narsum, tim Bravo 5 sudah menghitung kemenangan riil di lapangan buat pakde digelaran pilpres 2019 nanti. Angkanya, walaupun belum mencapai batas aman 60% (hanya sekitar 58%-an), namun sudah bisa dijadikan acuan kemenangan paslon JOMIN.

Saat membentuk kabinet nanti, sosok Rommy bisa jadi dianggap sebagai duri dalam daging. Minimal dari komitmennya terhadap korupsi aja sudah nggak kepegang, apalagi komitmen politiknya? Dengan kata lain, tertangkapnya Rommy tak lain sebagai upaya bersih-bersih pakde, pada koalisi JOMIN.

Betewe, sudah punya harta puluhan milyar, kok masih demen recehan, yakk?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

 


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!