Benci Pada Dirinya Sendiri
Oleh: Ndaru Anugerah
“Pokoknya yang namanya Yahudi sudah pasti Zionis. Begitupun sebaliknya!” ungkap seorang dalam sebuah forum diskusi.
Repot kalo diskusi sudah pakai kata ‘pokoknya’, karena apapun yang terjadi ya harus sesuai maunya orang yang ngomong ‘pokoknya’ tersebut. Masalahnya, ini mau diskusi atau ngajak berantem?
Apakah benar demikian adanya?
Baru-baru ini, Rabbi Yaakov Shapiro buat podcast yang isinya tentang Yahudi yang membenci dirinya sendiri. Isi podacast tersebut nggak lain mengkritik kebijakan Theodor Hertzl tentang zionisme dan ideologi rasisnya. (https://www.listennotes.com/da/podcasts/committing-high-reason-rabbi-yaakov-shapiro-5WHYUeFhNP_/)
Maksudnya gimana?
Di tahun 2018, Rabbi Shapiro menerbitkan buku yang berjudul ‘The Empty Wagon, Zionism’s Journey from Identity Crisis to Identity Theft’. Secara gamblang, buku ini mengungkap tentang perbedaan mendasar antara Yudaisme dan musuh ‘utamanya’, Zionisme.
Jadi apa yang dikemukakan Rabbi Shapiro pada podcast-nya tersebut, nggak lain adalah pengulangan isi buku tersebut.
Dengan kata lain kata Rabbi Shapiro, para penganut zionisme membenci segala sesuatu yang berbau Yahudi dan Yudaisme, namun lupa bahwa mereka sendiri Yahudi.
Kenapa bisa demikian?
Karena para zionis punya cita-cita mendirikan zionisme dan negara zionis. Nggak heran mereka menganggap para penganut Yudaisme sebagai penghalang terwujudnya rencana tersebut.
Nggak percaya?
Coba simak apa yang dikatakan Vladimir Jabontinsky selaku tokoh berpengaruh Partai Likud di Israel, “Yahudi adalah orang yang sangat jahat, dan tetangga mereka-pun membenci keberadaan mereka.” (https://yivoencyclopedia.org/article.aspx/Jabotinsky_Vladimir)
Pemimpin spiritual Zionis lainnya sekelas Uri Zvi juga punya pendapat yang kurleb sama, “Orang-orang Yahudi yang menjijikan itu adalah produk ‘sampingan’ atas negara yang sehat.” Artinya orang Yahudi diklaim sebagai sampah bagi negara Israel.
Menariknya lagi, Dei Welt selaku makalah Zionis yang didirikan Theodor Hertzl, menerbitkan esai yang berjudul Maushe di tahun 1897.
Dalam edisi berbahasa Inggrisnya, makalah tersebut diberi judul The Maccabean. Itu adalah julukan bagi orang Yahudi yang anti-Zionis. (https://www.google.com/books/edition/The_Maccabaean/BncpAAAAYAAJ?hl=en&gbpv=1&dq=Herzl+Maushel&pg=RA1-PA290&printsec=frontcover)
Hertzl menggambarkan orang Yahudi sebagai berikut, “Maushel adalah seorang yang anti-Zionis. Kami mengenalnya cukup lama dan merasa jijik saat melihatnya. Di mata anti-Semit, Yahudi dan Maushel terikat menjadi satu karena sama-sama anti-Zionis.”
Secara singkat Hertzl mau mengatakan bahwa Yahudi yang sejati adalah Zionis, dan bukan penganut Yudaisme. Dan kalo ada orang Yahudi yang anti-Zionisme, maka otomatis dikasih julukan Maushel. Titik.
Dari sini saja kita bisa tahu akan adanya term yang berbeda antara Yahudi dan Zionis. Jadi mana bisa keduanya disamakan?
Dengan hadirnya Maushel alias kaum Yudaisme tersebut, maka akan sulit bagi golongan Zionis untuk mewujudkan cita-cita mereka akan sebuah negara.
Pernyataan ini selaras dengan apa yang diungkapkan Rabbi Chaim Soloveichik di abad ke sembilan belas. “Zionisme ingin menciptakan negara Israel guna menghancurkan Yudaisme.”
Nggak heran kalo kaum zionis memandang diri mereka sebagai orang yang tercerahkan, superior dan jauh lebih baik daripada orang Yahudi ‘biasa’ yang hanya taat kepada Taurat.
Sebaliknya, kaum Zionis beranggapan bahwa negara Israel tidak diciptakan untuk orang Yahudi biasa yang berjanggut panjang dan ber-payot, dan tidak juga untuk kaum Yudaisme yang tinggal di shtetl alias ghetto.
Negara Israel hanya untuk kaum zionis yang sekuler.
Semoga anda jadi paham duduk masalahnya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments