Apakah Itu Ilmiah?
Oleh: Ndaru Anugerah
Saat mengikuti perkuliahan pasca sarjana beberapa tahun silam, saya masih teringat seorang profesor mengatakan kepada kami para mahasiswa saat kuliah berlangsung. “Saudara mau berpikir dan bertindak, harus ilmiah. Harus punya dasar pijakannya. Karena memang itulah anda seharusnya,” begitu pesan sang Profesor.
Pada 16 Juli silam, Gubernur Colorado, Jared Polis mengumumkan kepada publik tentang kewajiban menggunakan masker bagi seluruh warga Colorado, selama beraktivitas di tempat-tempat umum. (https://www.denverpost.com/2020/07/16/colorado-polis-mask-order-mandate-covid-coronavirus/)
Ini tertuang secara jelas dalam bentuk Executive Order yang dikeluarkan Polis pada 19 Juli yang lalu. “Memakai masker akan melindungi orang lain dan mengurangi risiko tertular virus Corona. Bagi yang tidak mau menggunakan masker, saya anggap sebagai bajingan yang egois,” demikian tukas Polis.
Namun anehnya, dalam Executive Order setebal 4 halaman tersebut, Polis sama sekali nggak mencantumkan landasan ilmiah bagi kebijakannya tersebut. Misalnya, kenapa harus pakai masker? Apa ada penelitian ilmiah yang mendukung kebijakannya tersebut?
Alih-alih memberi keterangan akan kebijakannya, Polis malah ngomong, “Kebijakan ini bukan bersifat politis. Cuma kalo ditanya apa yang mendasarinya, saya memang tidak tahu,” kurleb pernyataan si Polis. (https://www.cpr.org/2020/07/16/colorado-governor-jared-polis-issues-statewide-face-mask-order/)
Bisa dikatakan bahwa Polis menelorkan kebijakan yang nggak punya dasar pijakan ilmiahnya. Wajar jika akhirnya si Polis bingung sendiri dan berargumen tanpa dasar sama sekali. Yang ada malah kata ‘pokoknya’ yang keluar dari mulutnya.
Tentang penggunaan masker berdasarkan tinjauan ilmiah, saya pernah ulas secara lengkap pada tulisan beberapa minggu yang lalu. (baca disini)
Namun untuk menguatkan ingatan para pembaca, saya akan ulas dengan sumber yang berbeda. Sekali lagi, analisa saya ini nggak ada pretensi untuk menerima atau menolak suatu kebijakan tertentu, mengingat kapasitas saya sebagai seorang analis Geopolitik.
Penggunaan masker merupakan turunan dari kebijakan lockdown yang diterapkan dibanyak negara bagian di AS. (https://www.cnn.com/2020/06/19/us/states-face-mask-coronavirus-trnd/index.html)
Dasarnya apa?
Tanyakan kepada kandang kambing yang bergoyang. Pokoknya pakai aja, jangan tanya alasannya apa.
Timbul pertanyaan: jika sains bukanlah alasan utama untuk menggunakan masker secara wajib, kenapa harus dikeluarkan kebijakan wajib pakai masker?
Lain halnya kalo dengan penggunaan masker dapat menjamin keamanan dan menghambat penularan si Kopit bagi yang memakainya, dan sudah ada penelitian ilmiah yang menjawab masalah itu. Nyatanya kan nggak ada.
Tanpa bukti ilmiah, maka sebuah kebijakan dapat dikatakan bersifat POLITIS.
Lalu apa kata ahli medis dunia tentang penggunaan masker?
Kita cek jurnal kedokteran New England yang sudah punya reputasi internasional, tentang penggunaan masker yang dirilis pada 1 April yang lalu. Ada beberapa yang bisa dijadikan highlights:
Pertama, penggunaan masker diluar fasilitas perawatan kesehatan, MENAWARKAN SEDIKIT (JIKA ADA) PERLINDUNGAN TERHADAP SERANGAN INFEKSI VIRUS.
Kedua, PELUANG TERTULAR C19 AKIBAT INTERAKSI YANG TERJADI DIRUANG PUBLIK SANGAT KECIL.
Ketiga, MENGGUNAKAN TOPENG BUKANLAH OBAT YANG MUJARAB terhadap penularan virus. (https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMp2006372?query=recirc_mostViewed_railB_article)
Lalu kenapa orang mau pakai masker? RASA TAKUT DAN KECEMASAN-LAH YANG MENDASARINYA. Orang yang ketakutan, mana bisa sih disuruh berpikir logis? Darimana ketakutan itu didapat? Media mainstream-lah sumber utamanya. (baca disini, dan disini)
Apakah fakta yang saya paparkan cukup? Saya tambah lagi deh, biar anda bisa berpikir jernih.
Pada satu sesi wawancara dengan Dr. Joseph Mercola baru-baru ini, Dr. Denis Rancourt yang telah meneliti secara ekstensif tentang penggunaan masker selain mencari literatur sains tentang manfaat masker terhadap risiko infeksi penyakit pernafasan yang diakibatkan virus, akhirnya menyatakan, “Saya tidak menemukan keuntungan statistik terhadap penggunaan masker.”
Bukan itu saja, Dr. Rancourt juga menyatakan, “Masker TIDAK DAPAT MENGHAMBAT PENYEBARAN VIRUS.” (https://www.midlandscbd.com/articles/covid-19-and-face-masks-interview-preview-with-denis-rancourt)
Dr. Rancourt menegaskan, “TIDAK ADA BUKTI bahwa masker memiliki kegunaan untuk mencegah infeksi dengan cara menghentikan partikel aerosol keluar masuk ke dalam tubuh manusia.”
Bahkan Dr. Rancourt menekankan, “Anda TIDAK DAPAT membantu orang-orang disekitar anda dengan menggunakan masker. Anda juga TIDAK DAPAT menghindari penyakit dengan memakai masker.”
Kenapa?
“Karena penyakit pernafasan menular yang diakibatkan virus, menyebar melalui partikel aerosol yang berukuran SANGAT KECIL, yang melayang di udara. Dengan kata lain, MASKER APAPUN YANG MASIH MEMUNGKINKAN ANDA BERNAFAS OTOMATIS AKAN MEMUNGKINKAN TRANSMISI VIRUS melalui partikel aerosol tersebut,” demikian kesimpulan Dr. Rancourt.
Jadi ngerti ya, alasan penggunaan masker nggak lain hanya faktor psikologis saja, karena memang nggak ada dasar pijakan ilmiahnya.
Nggak aneh kalo akhirnya, Ontario Civil Liberties Association (OCLA) menyerukan untuk melakukan pembangkangan sipil terhadap UU wajib pakai masker di negara Kanada. (http://ocla.ca/wp-content/uploads/2020/06/2020-06-30-OCLA-recommends-civil-disobedience-against-mandatory-masking.pdf)
Main nyuruh-nyuruh aja, lha dasarnya apa?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments