Ada Masalah di Pangan


514

Ada Masalah di Pangan

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada Maret 2020 silam, Sekjen PBB Antonio Guterres menyatakan prediksinya, bahwa akan ada sekitar 88 juta manusia di dunia yang menderita kelaparan. (https://apnews.com/article/hunger-coronavirus-pandemic-antonio-guterres-famine-covid-19-pandemic-d2c3634a9ceaff7fa6324a63eb158c85)

Dan prediksi yang dilakukan Guterres, belakangan meleset. Sangat jauh.

Pada November lalu, saya telah mengeluarkan analisa saya tentang krisis pangan global yang dipicu oleh kelangkaan pupuk di lapangan selain bencana alam. (baca disini dan disini)

Beberapa hari setelah analisa saya, PBB kembali merilis data terbaru yang menyatakan bahwa ada sekitar 3 miliar orang di dunia (40%) yang nggak mampu membeli makanan, akibat didera kemiskinan. Dan kebijakan yang diberlakukan selama plandemi Kopit, memperparah kondisi ini. (https://news.un.org/en/story/2021/11/1106342)

Sedangkan data orang yang kelaparan akut dan harus tidur dalam keadaan perut kosong, mencapai 9% populasi global atau sekitar 811 juta orang. Dan ini terjadi di beberapa negara secara merata. (https://www.un.org/sustainabledevelopment/hunger/)

Kalo anda punya pikiran bahwa kelaparan hanya akan terjadi di Afrika, Asia atau Amerika Latin, anda salah besar.

Kenapa?

Karena nyatanya Ukraina juga mengalami masalah kelaparan. Menurut badan resmi negara tersebut, setidaknya ada lebih dari 1 juta orang yang terancam kelaparan, akibat situasi politik yang tidak menentu. (https://liva.com.ua/dorozhaet-vse-czenyi-na-produktyi-rastut.html)

Mungkin situasi di Ukraina masih lebih baik ketimbang di Afghanistan, karena di negara Taliban ini ada sekitar 23 juta warganya yang berisiko kelaparan tingkat akut. (https://www.voanews.com/a/un-says-nearly-23-million-afghans-face-acute-hunger/6284276.html)

Bukan itu saja, karena banyak orang tua di Afghanistan terpaksa ‘menjual’ anak-anak mereka, untuk ditukar dengan bahan pangan. Tragis! (https://www.youtube.com/watch?v=l_wDrvctco4)

Lain di Ukraina, lain lagi di AS, karena negara maju inipun juga mengalami krisis pangan saat ini.

Nggak percaya?

Laporan terbaru (25/11) menyatakan bahwa satu dari delapan warga AS (sekitar 42 juta oorang) akan tidur dalam keadaan perut kosong di tahun ini, akibat menipisnya cadangan pangan. (https://www.youtube.com/watch?v=kvI-3C5-Obk)

Selain itu, kenaikan harga pangan global yang mencapai 3%, telah memperburuk situasi ini. (https://www.fao.org/newsroom/detail/world-food-prices-reach-new-peak-since-july-2011/ru/)

Mengapa harga komoditas pangan bisa naik?

Karena 3 alasan.

Pertama rusaknya rantai pasokan global akibat kebijakan lockdown dan sejenisnya, (https://www.cnbc.com/2021/10/18/supply-chain-chaos-is-hitting-global-growth-and-could-get-worse.html),

kedua karena adanya bencana alam di beberapa negara produsen pangan (https://www.dailymail.co.uk/news/article-10157291/China-tells-families-stockpile-food-floods-Covid-lockdowns-sparked-fears-shortages.html),

dan ketiga karenanya langkanya pupuk yang digunakan dalam menggenjot hasil pertanian (https://fortune.com/2021/11/04/energy-crisis-food-shortage-security-fertilizer-prices-yara-ceo-madagascar-cop26/).

Apakah krisis pangan ini nggak bisa ditanggulangi?

Sangat sulit alias nggak mungkin. Alasannya sederhana: ini memang agenda sang Ndoro besar.

Lebih jauh menanggapi rencana PBB yang akan mencapai status ‘Zero Hunger’ pada tahun 2030 nanti, apakah bisa terwujud? (https://www.fao.org/sustainable-development-goals/goals/goal-2/en/)

Tentu saja bisa, cuma dengan skema yang berbeda. (baca disini dan disini)

Anyway, mimpi terkadang jauh lebih indah dari realita-nya, bukan?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!