Berdasarkan terminologinya, munajat berarti doa sepenuhnya kepada Tuhan untuk mengharapkan keridaan, ampunan, bantuan, dan hidayat. Intinya meminta sesuatu dengan menghamba, bahwa manusia adalah makhluk lemah yang nggak ada apa-apanya dimata sang Khalik. Menihilkan diri, itu mungkin term yang tepat.
Entah angin dari goa mana yang membuat para kampret kemudian mengadakan acara bertajuk Munajat 212. Seakan ada nuansa mistis disetiap tanggal yang berkaitan dengan angka 212. Mungkin karena nggak mau kehilangan nuansa mistis tersebut, acara akhirnya digelar di Monas pada Kamis lalu (21/2).
Konsep acaranya juga terbilang gaje alias gak jelas. Indikatornya cukup terukur. Pertama, point acara dibawa kemana, nggak jelas juntrungannya. Kedua ada kekacauan ditengah acara.
Pertama, soal nggak jelasnya acara mau dibawa kemana. Ada acara dan doa-doa, tapi jadi nggak nyambung sama yang didoakan.
Ambil contoh Neno Warisman. Alumnus sekolah Katolik Tarakanita yang belakangan jadi gerbong kampretwati ini berdoa berbalut puisi di sela-sela acara.
“Kita adalah penolong-penolong agama Allah. Jangan halangi, jangan sanggah…. Disetiap jengkal udara. hingga terlahir takbir kemenangan. Kemenangan diujung telah menggema.”
Seakan Neno mau bilang bahwa yang berhak membela agama Allah ya cuma mereka. Terus ummat Islam yang lain apa hanya dianggap sebagai pemain figuran?
Terus bicara tentang kemenangan yang sudah diujung, maksudnya apa? Apa maksudnya Prabowo sudah ada wangsit bakal menang di pilpres nanti, atau gimana?
Dan yang lebih parah lagi, manakala Neno bersyair: “Jika Engkau tidak memenangkan, kami khawatir ya Allah. Kami khawatir tak ada lagi yang menyembah-Mu.”
Watdepak.. Maksudnya apa, coba? Ngancem-ngancem Tuhan? Apa Tuhan perlu disembah untuk bisa tetap eksis? Lha kalo gitu ceritanya, apa beda Tuhan sama berhalanya Fir’aun, yang butuh disembah biar tetap ada?
Skip bagian ini. Tiittt…
Pada bagian yang lain, seperti tipikal aksi kampret, kekacauan-pun tak terelakan. Ricuh antara wartawan dan para kampret, akhirnya terjadi. Pemicunya diduga adanya copet yang beraksi saat acara berlangsung. Begitu didapat tuh copet, langsung dipermak oleh para kampret. Jebrat-jebret…Walhasil pewarta berita-pun beraksi.
Namun apa yang terjadi? Saat wartawan Detik.com mengabadikan momen tersebut lewat ponsel-nya, eh malah diintimidasi kampret. “Kalian dari media mana? Dibayar berapa? Kalau rekam yang bagus-bagus aja, yang jelek nggak usah!” Dan akhirnya, sang wartawan-pun ‘di-amankan’ oleh para kampret.
Woi, kampret… Mau kalian apa, sih? Begitu acara kalian nggak diliput wartawan, kalian ngemis-ngemis minta diliput, Begitu acara kalian diliput, kok malah wartawan diintimidasi? Lha media mau ulas apa, kek yah terserah mereka, donk? Biar publik yang menilai, bukan ente. Pucing pala Bokir…
Kalo dianalisa, acara Munajat 212 tak lain adalah ajang konsolidasi para kampret, berkedok doa. Kental sekali aroma kampanye terselubungnya. Cuma bukan kampret namanya kalo nggak jago ngeles. Biar nggak kena tegur Bawaslu, maka harus ada doa-doa plus ‘kencing onta-nya’ biar lebih Varokah..
Sebenarnya, para pendukung BOSAN mulai gerah terhadap gerakan masif para kelas menengah yang belakangan menggagas dukungan alumni dari mulai sekolah sampai universitas terhadap paslon JOMIN. Gagal menduplikasi aksi serupa, maka dipakailah para kampret dan HTI-connection untuk ajang konsolidasi.
Aliasnya mereka nggak mau kehilangan panggung, ditengah melorotnya elektabilitas BOSAN seusai debat putaran kedua kemarin, yang belakangan membuat blunder usai Jokowi mengungkap fakta kepemilikan lahan Prabowo di Kalimantan dan Aceh, yang angkanya fantastik..
Kedua, para kampret bisa dikatakan sudah horny tingkat dewa. Gak percaya? Lihat saja postingan mereka di sosmed. Seakan-akan sudah dikondisikan bahwa BOSAN pasti akan memenangkan kontestasi. Bahkan dikabarkan, Prabowo sudah membuat susunan kabinet jika dia menang pilpres nanti.
Maka, ibarat nonton video Dr. Bernard dari Brazzer University, tinggal kasih sabun sedikit maka akan klimaks-lah para kampret dengan skenario menangnya BOSAN. Pesannya jelas. BOSAN harus menang. Kalo kalah juga, artinya pemilu curang dan harus ditumbangkan lewat revolusi. Begitu skenario-nya.
Satu hal yang pasti. Aksi kampret nggak akan berhenti sampai tujuan mereka tercapai. Bersiaplah untuk aksi selanjutnya.
“Bang, Munajat bukannya doa secara kusyuk, kok malah aksi brutal dan kata-kata kasar serta mengancam Tuhan?” Begitulah kampret. Lha, Tuhan aja bisa diancam, apalagi cuma kamu dan saya?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments