Demonstrasi mahasiswa Universitas Islam Riau (UIR), walaupun skala kecil, tapi cukup menyentak perhatian kita. Pasal selama ini, Riau terkenal sebagai propinsi yang adem ayem soal aksi massa. Ngapain demo, mengingat adanya perusahaan minyak asing, membuat provinsi ini mumpuni secara ekonomi.
BPS mencatat, angka kemiskinan di Riau pada bulan Maret 2018 hanya sebesar 7,39%. Angka yang relatif kecil.
Namun, skenario langsung berubah 180 derajat, saat pemerintah mengambil alih Blok Rokan di Riau sebagai bagian BUMN Pertamina. Walhasil Chevron dan Exxon Mobil yang punya hak konsesi langsung terdepak dari bumi Riau.
Bicara tentang Chevron yang bagian dari Big Oil, ya bicara tentang George Soros. Siapa dia? Bagian klan Rothschild yang melegenda tersebut. Terbayang, Soros sebagai salah satu investor Chevron tentu akan marah berat terhadap kelakuan pakde yang serta merta mengusir mereka.
Walhasil, bola langsung disepak.
Soros mendorong sang bangau tungtung untuk bergerak, karena merasa senasib sepenanggungan. Maksudnya? Ternyata sang bangau adalah orang Riau tulen. Lahir disana, plus bapaknya – Razif Halik Uno – adalah orang Caltex yang kini bernama Chevron tersebut.
Besar dikawasan Rumbai yang adalah kawasan Chevron, membuat sang bangau berani mendirikan perusahaan kilang mini yang bernama PT. Tri Wahana Universal, yang berafiliasi pada Chevron. Aliasnya, begitu Chevron didepak, perusahaan kilang minyak miliknya-pun praktis mengalami nasib serupa.
“You harus bisa menggerakkan mahasiswa untuk demo,” begitu kurang lebih perintah sang Boss.
Singkat kata, sang bangau datengin tuh kampus UIR, yang paling banyak terima bantuan dari pihak Chevron dan Exxon Mobil, dalam bentuk beasiswa. Dengan ditutupnya perusahaan Big Oil, otomatis kran beasiswa buat mereka juga praktis hilang.
“Masa kalian terima, kalo diginian sama pemerintah?” demikian pesan singkatnya.
Sebenarnya program beasiswa adalah program sosial yang sangat besar manfaatnya. Namun bukan tak mungkin terselip unsur politis didalamnya. Begini modusnya.
Sang penerima beasiswa tentu diharapkan tidak lupa kacang sama kulitnya. Masa iya udah terima beasiswa dari perusahaan X bisa lupa jasanya. Saat sang penerima beasiswa sukses menjadi orang apalagi menjadi PNS, apa mungkin kebijakan yang dibuat akan merugikan sang pemberi beasiswa?
Jadilah kongkalingkong-pun terjadi.
Sang PNS tentu akan mati-matian membela perusahaan yang telah memberinya beasiswa dan membuatnya sukses tersebut. Dalam menggarap sumber daya alam, perusahaan multi-nasional praktis diuntungkan dengan keberadaan mereka. Tak perlu keluar uang besar untuk menyuapnya.
Ini pula yang bisa menjelaskan provinsi Riau yang sekarang menempati urutan ke-3 dengan jumlah PNS terbanyak korupsinya, setelah Sumatera Utara dan Jawa Barat, menurut laporan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Terjawab sudah mengapa Riau tiba-tiba bergolak. Aksipun meledak setelah kunjungan wan bangau. Dan siapa pelaku aksinya? Yah para mahasiswa kampret binaan PKS atau HTI-lah sebagai operator lapangannya (baca disini).
Saya prediksi, ke depan aksi-aksi mulai ditingkatkan, mengingat ini tahun politik dan lebih khusus lagi ini bulan September. Musim Komunis Bangkit akan segera tiba. Setidaknya Mardani sudah melontarkannya.
Mengapa mereka mulai memakai gerakan mahasiswa? Nggak lain karena mahasiswa adalah kaum intelektual dengan pemikiran kritisnya. Dan kedua dengan menggunakan mahasiswa, diharapkan ekskalasi akan makin meningkat. Coba para jablay yang disuruh demo, akan beda situasinya…
“Bisa meningkat juga ekskalasinya bang, terutama arus bawah.”
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments