Bubarnya Skenario Los Angeles
Dengan dipilihnya Ma’ruf Amin sebagai pendamping pakde di gelaran pilpres 2019, sebenarnya tak lepas dari strategi last minute yang dilakukan oleh tim istana. (baca disini)
Sesuai skenario yang didapat di Los Angeles (baca disini), bahwa sang Gabener AB mendapatkan mandat untuk maju sebagai capres. Langkah politik-pun langsung dijalin, dengan Opa Jack sebagai eksekutor di lapangan, dan berakhir pada terbentuknya paslon Anies-AHY.
Berdasarkan otak-atik togel, paslon dahsyat ini sangat tidak menguntungkan istana. Hitungannya bakal banyak mudarat daripada manfaatnya. Aliasnya duet yang seyogyanya dijadikan senjata pamungkas itu, harus digagalkan.
Mulai-lah operasi lapangan digelar.
Kedua kubu, baik Opa Jack dan Pepo lupa menghitung kekuatan ketiga, yaitu Om Wowo. Kekuatan potensial yang justru malah ‘disingkirkan’ oleh simbiosis kedua kawan lama tersebut. Bahkan konon katanya, Pepo sampai sempet menekan Om Wowo untuk mundur dari gelanggang.
Apa alasannya?
Pertama, karena Om Wowo lagi bapet alias nggak ada duit buat dana nyapres. Yang kedua, tingkat elektabilitasnya yang sudah impoten. Mau pake viagra juga sudah nggak mungkin “on” lagi. Terlebih lagi sang Pepo yang sudah merasa pegang kartu truf, dengan duet maut Anies-AHY.
Nah, melalui Om Wowo-lah operasi lapangan digelar oleh kubu istana. Tentu kalangan umum sangat mahfum kalo Om Wowo orangnya sangat temperamen. Paling gampang tersinggung kalo nyangkut harga diri. Mungkin karena kelamaan hidup menjomblo. Entahlah..
Dihembuskanlah peluit ke arah Om Wowo, lewat Ngabalin. Point-nya Ngabalin meyakini kalo Om Wowo akan bertanding digelaran pilpres nanti. Langkah ini diperkuat dengan bisikan-bisikan maut, yang memprovokasi langkah berani sang mantan Danjen Kopassus tersebut. “Ayo pak Wowo, masa sekelas anda nggak berani nyapres. Apa kata dunia nanti?”
Ditambah lagi dengan dibocorkannya skenario tubuh Cikeas yang berusaha untuk mencampakkannya, makin gelap mata-lah Om Wowo. Baginya merupakan keharusan untuk kembali tampil, karena ini sudah menyangkut harga diri.
Strategi tandingan langsung digelar Om Wowo. Masalah yang utama adalah hal pendanaan. Darimana duitnya? Pada titik kritis ini, Sandiaga langsung menawarkan diri. “Gimana kalo dana saya yang tekel, yang penting saya bisa jadi cawapres bapak,” begitu pinta Uno.
Tanpa pikir panjang, deal-pun terjadi. Kemudian, kedua partai, yaitu PAN dan PKS yang gelap mata kalo udah ngeliat duit, langsung menyetujui transaksi yang ditawarkan Uno. “Lu dukung gue, duit gue kasih sebagai kompensasi,” begitu kurang lebih. Dengan dukungan dari PAN dan PKS, otomatis PT 20% dapat di atasi Om Wowo dan Uno.
Meradanglah kubu Cikeas, karena langkahnya berhasil dipotong oleh Om Wowo. Mulailah buzzer Demokrat sekelas Andi Arief beraksi, dengan nge-twit Om Wowo sebagai Jenderal Kardus. Namun apa lacur, deal tetap berjalan. Dan Uno menjadi cawapres Om Wowo pada akhirnya.
Strategi last minute akhirnya berhasil dijalankan dengan sempurna. Dan kubu Jokowi-lah yang berhasil menikmati hasilnya, karena skenario Los Angeles berhasil digagalkan. Dilain pihak, Om Wowo merasa menang di atas angin atas kubu Cikeas.
Gimana dengan Pepo dan Nemo?
Jadi serba salah. Mau netral, jelas nggak mungkin karena partainya bisa kena sanksi nggak ikut pemilu di 2024. Mau dukung Jokowi, nggak enak body. Terpaksa deh, pil pahit harus dimakan. Nyemplunglah Pepo dan partainya ke kubu Om Wowo. Dan skenario Anies-AHY praktis jadi tinggal kenangan.
Satu hal yang mungkin Pepo dapat jadikan bahan pelajaran. Bahwa sekere-kerenya jomblo, pasti akan bangkit harga dirinya kalo dijadiin bahan olok-olok. Harga diri jomblo ternyata lebih tinggi dari harga sebuah kardus.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments