Senjatanya Demokrasi dan HAM
Oleh: Ndaru Anugerah
Bagaimana cara AS dalam menyerang negara yang sejalan dengan kepentingan nasionalnya? Banyak cara tentunya. Dan salah satu yang paling efektif dilakukan adalah dengan menggunakan istilah demokrasi dan HAM.
Jadi, kalo ada negara yang nggak sepaham dengan Washington, maka negara tersebut akan dicari titik lemahnya, utamanya yang menyangkut ‘pelanggaran’ HAM. China adalah salah satu negara yang kerap dituding sebagai negara pelanggar HAM berat. Kasus Tiananmen adalah contoh yang paling gamblang. (https://www.hrw.org/news/2019/05/30/human-rights-activism-post-tiananmen-china)
Tapi lucunya, saat AS menangani para demonstan di negaranya secara brutal dan menyebabkan kematian pengunjuk rasa, nggak ada tuh istilah ‘pelanggaran HAM’ diteriakkan.
Coba lihat kasus George Floyd yang terjadi pada 2020 silam. Apa ada tudingan ‘pelanggaran’ HAM? (https://thehill.com/homenews/state-watch/510383-police-committed-125-human-rights-violations-during-floyd-protests)
Dengan kata lain, ada standar ganda dalam penggunaan HAM sebagai isu yang dinaikkan. Kalo untuk negara di luar AS dan sekutunya, maka senjata HAM bakal digunakan untuk menghantam eksistensi mereka. Sebaliknya, senjata HAM jadi nggak berlaku pada AS dan sekutunya.
Mungkin karena geramnya, China kemudian mengungkapkan uneg-unegnya pada saat KTT Demokrasi berlangsung pada 9-10 Desember kemarin secara online, atas inisiatif AS tersebut. (https://time.com/6127359/biden-summit-for-democracy/)
Tanpa tedeng aling-aling, China mengatakan bahwa AS sengaja menggunakan gagasan demokrasi sebagai ‘senjata pemusnah massal’.
Ini dilakukan karena AS mau memaksakan kehendaknya kepada dunia agar sejalan dengan kepentingan Washington. (https://timesofindia.indiatimes.com/world/china/us-using-democracy-as-weapon-of-mass-destruction-to-stoke-confrontation-china-on-bidens-summit-for-democracy/articleshow/88224297.cms)
Perlu anda tahu, bahwa KTT Demokrasi tersebut digelar oleh AS pada negara-negara yang dianggap manut pada perintah Washington. Walhasil ada sekitar 100 negara yang diundang pada KTT online tersebut, tanpa mengundang China maupun Rusia. (https://www.state.gov/participant-list-the-summit-for-democracy/)
Apakah Wakanda diundang?
Silakan anda telusuri sendiri pada daftar undangan di atas. Jadi kalo ada yang bilang pemerintahan di Wakanda nggak sejalan dengan AS, silakan jitak aja kepalanya.
Inti dari KTT tersebut adalah ‘mengarahkan’ negara-negara sekutu AS yang diundang, agar mau mendukung ide kesetaraan dan civil society.
Dan yang paling penting, para sekodan AS tersebut harus punya komitmen dalam mendanai LSM pro-Demokrasi secara global.
Kenapa AS menekankan dukungan keuangan pada LSM prodem?
Kita tahu bersama, bahwa LSM adalah salah satu proxy yang digunakan dalam menggelar revolusi warna. Anda tentu paham peran USAID, NED atau Open Society Foundation yang kerap digunakan sebagai tool dalam menggelar revolusi warna pada LSM prodem, bukan? (baca disini dan disini)
Jika LSM prodem nggak terima sokongan dana, mana mungkin mereka bisa bergerak untuk menjalankan rencana AS sebagai kontraktor HAM?
Dan China cukup paham atas skenario yang dipakai AS untuk mendikte negaranya. Itu basi.
Bagi China, AS berupaya menyembunyikan upayanya untuk mempertahankan ‘hegemoni global’ dengan memakai senjata demokrasi dan HAM.
“Apakah suatu negara demokratis atau tidak, harus diputuskan oleh rakyatnya sendiri, dan bukan oleh pihak luar yang kerap menudingkan jarinya untuk mendikte. Demokrasi dipilih secara independen oleh rakyat sesuai dengan realitas nasional mereka,” demikian kurleb-nya. (https://www.rt.com/news/542931-china-democracy-weapon-destruction/)
Jadi kalo bicara demokrasi dan HAM, tentu standar AS yang jadi acuannya. Kemudian tinggal dilihat, apakah sejalan atau berseberangan dengan kepentingan Washington?
Aliasnya, bicara soal demokrasi dan HAM, ya bicara soal kepentingan AS dan sang Ndoro besar. Titik.
Emang anda pikir vaksinasi wajib yang diberlakukan sedunia, nggak melanggar HAM? (baca disini)
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments