Cara-Cara Smart
Oleh: Ndaru Anugerah
“Bagaimana China dapat ‘mengatasi’ pandemi dengan cepat?” begitu pertanyaan seorang netizen kepada saya menanggapi event lari marathon yang digelar di Xiamen dan diikuti oleh sekitar 12 ribu peserta, tanpa prokes di tengah pandemi Kopit. (https://sulsel.suara.com/read/2021/04/19/170600/china-bikin-gempar-gelar-lomba-lari-marathon-dihadiri-12-ribu-peserta)
Jawabannya bukan secara cepat, tapi pakai cara-cara smart.
Maksudnya?
Di seluruh dunia, jika seorang dites positif Kopit, itu otomatis merupakan kasus yang dikonfirmasi dan dihitung. Namun nggak begitu yang terjadi di China.
Dokumen resmi menunjukkan bahwa pemerintah China tidak menghitung pembawa virus tanpa gejala dalam penghitungan kasus yang dikonfirmasi. Dan ini jelas bertentangan dengan pedoman yang ditetapkan oleh WHO. (https://www.voanews.com/science-health/coronavirus-outbreak/china-officials-exclude-asymptomatic-covid-19-carriers-data)
Ketika infeksi mulai melonjak secara eksponensial di Januari 2020 silam, Komisi Kesehatan China memutuskan bahwa orang tanpa gejala (asimptomatik) nggak boleh dimasukkan ke dalam jumlah kasus yang dikonfirmasi.
Jadi, kasus yang dikonfirmasi adalah mereka yang memiliki gejala dan dinyatakan positif pada pengujian yang dilakukan. Dengan demikian, OTG nggak dianggap kasus di China sana.
Lalu bagaimana dengan orang yang dinyatakan positif tapi nggak memiliki gejala?
Meereka bakal di-isolasi selama 14 hari dan dipantau oleh otoritas kesehatan berwenang. Jika timbul gejala dalam periode tersebut, maka mereka baru diklasifikasikan sebagai kasus yang dikonfirmasi.
Apakah ini dibenarkan?
Prof. Michael Mina selaku ahli imunologi dan epideiologi penyakit menular di Harvard TH Chan School of Public Health di Boston, Massachusetts menyatakan, “Dari perspektif klinis, pengecualian pasien asimptomatik dari jumlah kasus dapat dibenarkan.”
“Orang yang nggak memiliki gejala otomatis tidak memerlukan perawatan medis (sehingga nggak dianggap sakit),” ungkap Prof. Mina. (https://www.nature.com/articles/d41586-020-00434-5)
Dengan kata lain, langkah yang diambil oleh pemerintah China, dapat dibenarkan secara ilmiah. Kalo nggak ada tanda dan gejala, bagaimana bisa seseorang dinyatakan sakit? (baca disini)
Dengan skema ini, maka China sukses menekan angka kasus Kopit di negaranya.
Padahal dengan memakai acuan yang dikeluarkan WHO, angka kasus Kopit di negara tersebut bisa melonjak secara drastis mengingat berdasarkan data, sekitar 30-60% mereka yang dites positif, orang yang justru nggak memliki gejala alias asimptomatik.
Kenapa China melakukan hal tersebut?
Menurut Liu Jiafa selaku Ketua CDC Provinsi Hubei, langkah tersebut sengaja diambil agar rakyat nggak panik terhadap situasi yang berkembang. Dan ini sangat cerdas!
Terus apakah China kena sanksi karena nggak mengikuti arahan WHO?
Nggak juga. Paling banter media mainstream yang sewot kek anjing menggonggong dalam menanggapi kebijakan yang diambil China. (https://www.reuters.com/article/uk-health-coronavirus-china-wuhan-idUKKBN23915T)
Pertanyaannya: kalo China bisa mengambil langkah tersebut, kenapa Wakanda tidak mencobanya?
Apa jangan-jangan….
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
Ya pasti jangan2lah mas. Ngga ada sejarahnya negara bisa menentang ndoro besar tanpa persetujuan ndoro. Kemungkin besar mmg cina pemeran utama dalam skenario itu sampai tuntas nanti.
Klo ngga yaudah dilibas. Klo wakanda tentu sudah tersandera semua pengambil keputusannya. Ga bakal berkutik.
Apa jangan-jangan, ada sisipan agenda politik bang ?
India ada “plandemi” apa lagi bang?