Sang Kontroversi
Oleh: Ndaru Anugerah
Apa syarat utama yang bisa menjadikan seseorang masuk dalam jajaran kabinet Jokowi? Orang itu harus extraordinary alias nggak biasa-biasa saja. Cara ngitungnya bagaimana? Ya dengan prestasi, bukan sensasi.
Tahu Terawan? Dia adalah satu sosok yang memang sesuai dengan kriteria Jokowi tersebut. Extraordinary.
Saat menjabat sebagai perwira di bidang kesehatan, Terawan sudah buat aksi spektakuler dengan menggelar Digital Subtraction Angiography alias metode cuci otak guna mengatasi pasien yang terkena stroke. Biayanya relatif terjangkau daripada menjalani pengobatan resmi yang ongkosnya jauh lebih mahal.
Apakah efektif? Tentu saja, mengingat negara Jerman bahkan sampai mengadopsi cara yang dipakai oleh Terawan tersebut. (https://gaya.tempo.co/read/1076201/cuci-otak-ala-dokter-terawan-biayanya-bisa-kurang-dari-rp10-juta/full&view=ok)
Disini, IDI meradang. Dengan klaim bahwa metode cuci otak yang dibesut Terawan belum melalui uji klinik dan belum terbukti secara ilmiah dalam mengobati stroke, sebagai akibatnya sang dokter ‘ditendang’ keanggotaannya dari lembaga tersebut. Mal praktik, istilahnya. (https://wiken.grid.id/read/391895938/menkes-dokter-terawan-dihentikan-dari-anggota-idi-karena-lakukan-metode-cuci-otak-tenyata-seperi-ini-cara-penyembuhannya-yang-biayanya-mulai-dari-rp-30-jutaan-pasi?page=all#:~:text=Biaya%20pengobatan%20metode%20cuci%20otak,ini%20khusus%20untuk%20penyakit%20stroke.)
IDI boleh meradang, namun nyatanya terapi yang dibesut Terawan tersebut telah berhasil mengobati 4142 pasien stroke di tahun 2012 saja. “Cara ini akan memberikan aliran darah yang signifikan bagi otak agar bisa mengatasi penyumbatan pembuluh darah,” demikian kurleb ungkap Terawan. (https://gaya.tempo.co/read/1076160/heboh-cuci-otak-ala-dokter-terawan-apa-itu/full&view=ok)
Bukan hanya IDI. Setelah diangkat menjadi Menkes pada kabinet Pakde, Terawan lagi-lagi buat pihak yang selama ini nyaman dengan jaringan mafia obat ikutan meradang. Terawan kembali menginginkan agar obat asli Indonesia lebih banyak digunakan.
Alasannya klasik. Bahan baku gampang didapat, sehingga bisa menekan harga di pasaran. Dan Indonesia nggak perlu bergantung pada luar negeri. (https://health.grid.id/read/352036261/hadapi-corona-menkes-terawan-usul-gunakan-obat-tradisional-indonesia?page=all)
Apakah mungkin besar keuntungan yang berhasil dikeruk dari jaringan mafia obat dan alkes hanya senilai jutaan rupiah per bulannya?
Saat tiga pasien Kopit di Indonesia dinyatakan sembuh, dengan santainya Terawan bilang kalo pasien Kopit bakalan sembuh dengan sendirinya. Terlepas suka atau nggak, memang apa yang membuat pasien Kopit bisa sembuh selain dirinya sendiri? (https://news.detik.com/berita/d-4936214/terawan-teorinya-benar-corona-penyakit-yang-akan-sembuh-sendiri)
Bukan itu saja. Saat pandemi si Kopit, Terawan juga buat kebijakan yang bikin gerah pihak yang selama ini ‘menginginkan’ pandemi terus diperpanjang.
Pertama Terawan menghapus penggunaan istilah PDP, ODP dan OTG dalam kasus si Kopit, yang udah sukses bikin masyarakat makin parno. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200714081912-20-524309/menkes-terawan-hapus-istilah-pdp-odp-dan-otg-kasus-corona)
Dan kedua, Terawan juga tidak lagi merekomendasikan penggunaan rapid test dalam mendiagnosa orang yang terinfeksi si Kopit. (https://www.wartaekonomi.co.id/read294977/terawan-tak-rekomendasikan-rapid-test-ahli-epidemiologi-bilang)
Lengkap sudah kelompok yang sukses dibuat ‘klepek-klepek’ oleh Terawan.
Maka disusunlah aksi balasan untuk ‘mempermalukan’ Terawan di muka publik, dengan mengundangnya ke acara talk-show yang dikawal oleh Najwa Shihab. Tujuannya setelah sukses buat malu, maka Terawan diharapkan akan sukarela turun dari jabatan.
Sayangnya, Terawan nggak terprovokasi untuk datang, sehingga jadilah wawancara mbak Nana dengan bangku kosong yang kemudian viral tersebut. (https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/30/094510665/wawancara-kursi-kosong-najwa-bukan-hal-baru-ini-kejadian-sebelumnya?page=all)
Puas?
Tentu tidak. Karena barisan sakit hati itu nggak akan berhenti bergerak sebelum Terawan hengkang dari posisi Menkes.
Dan terakhir, petisi online digelar oleh Koalisi untuk Indonesia Bebas COVID-19 dengan satu tujuan ‘pencopotan Terawan dari kabinet Jokowi’. (https://inet.detik.com/cyberlife/d-5200079/petisi-online-minta-terawan-dicopot-tembus-6500-orang)
Mungkin dibenak orang-orang itu, kalo bisa tembus jutaan yang tanda tangan online, maka otomatis Jokowi bakal dukung kemauan mereka.
Kalo di Amrik, itu bisa saja terjadi, mengingat ada aturan main yang mengatakan bahwa pemerintah AS wajib menjawab petisi online kalo sudah ditandatangani setidaknya oleh 100 ribu orang, dalam kurun waktu sebulan. (https://lokadata.id/artikel/bedanya-petisi-di-indonesia-dengan-amerika-serikat-26960)
Nah di negeri berflower dimana Kakek Sugiyono menjadi legend, aturan tersebut mana berlaku?
Akankah Terawan berhasil dipaksa turun oleh barisan ondel-ondel?
Saya kasih tahu. Kalo mau turunin Terawan, turunin dulu Jokowi.
Kenapa?
Karena Terawan akan tetap dipakai selama Jokowi jadi presiden. Berani?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
Bang jelasin dong soal omnibuslaw gmna faktanya, soalnya ini kasus kayanya serius banget, sampe sampe tempat ane kerja harus libur 3 karna nolak tu undang undang, apakah ada pihak tertentu yang mensponsori aksi tersebug?
sebenarnya saya agak malas mengulas politik dalam negeri, karena akan banyak pihak yang baperan setelah membaca analisa saya. makanya saya batasi untuk mengulas politik dalam negeri. tapi oke-lah, nanti saya akan bahas dengan detil ttg omnibus law. secara umum saya pernah sempat singgung tentang omnibus law pada analisa saya kurleb setahun yang lalu. please check this one: https://ndaruanugerah.com/langkah-catur-jokowi-bagian-2/
semoga membantu.