Langkah Blunder WHO
Oleh: Ndaru Anugerah
Kalo ditanya siapa pihak yang paling bingung ditengah situasi pandemi abal-abal yang berjudul si Kopit?
WHO jawabannya.
Gimana nggak. Pandeminya nggak jelas juntrungannya, namun kanan kiri, depan belakang mulai muncul ‘gerakan’ ilmuwan dunia yang secara sporadis mempertanyakan kejelasan seputar informasi C19 yang mulai diragukan oleh akal sehat.
Merasa diserang dari segala arah, WHO mulai linglung. Kenapa bingung? Karena nggak punya jawaban yang ajeg seputar si Kopit. Kalo misalnya ditanya, “Si Kopit berbahaya, nggak?” Pasti bingung lah WHO, karena nggak punya dasar dalam memberikan jawaban secara ilmiah.
Iya kalo yang nanya Upin Ipin. Nah kalo yang nanya pakar kesehatan kelas dunia bergelar profesor, apa nggak repot? Belum lagi Dirjen WHO saat ini (Tedros), BUKANLAH SEORANG DOKTER. Apa nggak pusing kepalanya kalo ditanya soal medis yang bukan bidangnya?
Walhasil jawaban sekenanya diberikan tanpa ada dasar ilmiahnya.
Contoh yang paling gampang adalah saat Dr. Maria Van Kerkhove selaku pimpinan teknis WHO pada pandemi C19 tiba-tiba mengeluarkan pernyataan, “Penularan virus Corona C19 pada orang tanpa gejala (OTG), tampaknya jarang terjadi.” (https://www.cnbc.com/2020/06/08/asymptomatic-coronavirus-patients-arent-spreading-new-infections-who-says.html)
Nggak lama setelah keluar pernyataan tersebut dari mulut Dr. Kerkhove, komunitas yang selama ini menganggap C19 adalah pandemi mematikan, jelas kebakaran jenggot. Bayangkan jika banyak orang PERCAYA pada pernyataan WHO tersebut, apa yang akan terjadi?
“OTG ternyata nggak berbahaya, kan jarang terjadi,” begitu kurleb orang berpikir. Pernyataan tersebut nggak akan berhenti cukup sampai disitu. Berikutnya bukan nggak mungkin orang akan menganggap si Kopit ternyata nggak berbahaya, menakutkan apalagi mematikan.
Kalo diujung cerita tiba-tiba ada rencana jualan vaksin sebagai penawar pandemi si Kopit, kira-kira laku nggak barang dagangannya?
Dan siapa salah satu pihak yang paling keras dalam menangkis pernyataan Kerkhove tersebut?
Nggak lain adalah Dr. Anthony Fauci selaku penasihat kesehatan Gedung Putih sekaligus ‘jaringan’ BG. “Pernyataan WHO bahwa penularan virus Corona oleh orang yang tidak pernah mengalami gejala jarang terjadi, adalah tidak benar,” ungkap Dr. Fauci. (https://www.cnbc.com/2020/06/10/dr-anthony-fauci-says-whos-remark-on-asymptomatic-coronavirus-spread-was-not-correct.html)
“WHO telah berjalan mundur karena tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa itulah masalahnya,” tambah Dr. Fauci lagi. “Dan kita tahu dari studi epidemiologi bahwa mereka dapat menular ke seseorang yang tidak terinfeksi bahkan ketika mereka tanpa gejala sekalipun.”
Dalam medis, orang tanpa gejala adalah seseorang yang terinfeksi penyakit tetapi tidak menunjukkan gejala penyakit pada umumnya. Dan ini tidak sama dengan pasien pra-gejala yang kemudian mengembangkan gejala.
Contoh yang paling gamblang tentang OTG adalah pada kasus Typhoid Mary yang terjadi pada awal 1900-an, dimana orang yang menyebarkan demam tifoid kepada orang lain adalah orang tanpa gejala apapun. (https://theconversation.com/typhoidmary-now-a-hashtag-was-a-maligned-immigrant-who-got-a-bum-rap-136571)
Bukan itu saja, Dr. Fauci juga mengatakan bahwa pandemi C19 ternyata telah berubah menjadi mimpi TERBURUK yang pernah ada di dunia, karena telah menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. (https://www.cnbc.com/2020/06/09/dr-anthony-fauci-says-coronavirus-turned-out-to-be-my-worst-nightmare-and-it-isnt-over.html)
Yang mau disampaikan Dr. Fauci adalah pandemi C19 SAMA BURUKNYA DENGAN PANDEMI FLU SPANYOL YANG TERJADI DI TAHUN 1918. “Setidaknya orang sudah memiliki pemikiran seperti itu,” kurlebnya.
Apakah demikian adanya? Saya pernah bahas soal ini. (baca disini)
Kembali ke laptop..…
Mungkin karena mendapat TEKANAN, kurang dari 24 jam Dr. Maria Van Kerkhove akhirnya kasih klarifikasi, “Tentang pernyataan saya sebelumnya, itu bukan pernyataan resmi WHO tapi pribadi saya dan ada kesalahpahaman karena kita belum memiliki jawaban yang pasti soal hal itu.” (https://www.statnews.com/2020/06/09/who-comments-asymptomatic-spread-covid-19/)
Bagaimana sebenarnya tentang OTG ini?
Sampai saat ini belum ada penelitian komprehensif yang menunjang dan dapat mendeteksi penyebaran virus oleh orang tanpa gejala tadi. Setidaknya penelitian seperti itu akan sangat sulit untuk dilakukan, atau bahkan hampir nggak mungkin untuk dilakukan.
Tapi pakar medis mengakui bahwa SANGAT JARANG TERJADI, TIDAK SAMA ARTINYA DENGAN TIDAK TERJADI. Ini yang harusnya jadi tekanan. Dan Dr. Kerkhove secara eksplisit telah ngomong tentang hal ini, dengan menggunakan frase adverbia SANGAT JARANG.
Terus kenapa Dr. Fauci demikian sewot dengan pernyataan Kerkhove?
Sebab yang boleh ada dalam kepala publik tuh hanya 1, bahwa si Kopit harus dinyatakan BERBAHAYA, MENULAR DAN SUDAH TENTU MEMATIKAN.
Hanya dengan itu saja, proyek besar vaksinasi global plus dapat berjalan sesuai rencana.
Sampai sini ngerti kan, Kondom Bocor?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments