Demonstrasi anti Undang-Undang Ekstradisi yang tengah berlangsung di Hongkong, memasuki babak baru. Lama waktu demonstrasi, telah memecahkan rekor 70 hari seperti yang berlangsung di 2014. Hebatnya bukannya berhenti tapi terus berlanjut. Kali ini sasarannya obyek vital, yaitu Bandara.
Dan yang perlu diberikan acungan jempol adalah sikap polisi Hongkong yang super sabar. Pada beberapa video yang beredar di dunia maya, terlihat para demonstran malah memukuli para polisi tanpa ampun. Kenapa polisinya nggak melawan? Apa nggak bisa melawan?
Jangan terlalu menyimpulkan.
Pemerintah Tiongkok sangat tahu permainan yang tengah digelar di Hongkong, oleh dalang sesungguhnya AS. Betul, perang asimetrik-lah yang sekarang sebenarnya tengah terjadi disana. Sekarang sudah pada tahap aksi dengan eskalasi besar.
Tinggal dibutuhkan sedikit provokasi untuk menuju step berikutnya, yaitu proses pendudukan. Jangan heran, pemerintah China sangat berhati-hati mengambil langkah, sejengkal saja bakal dihitung dampaknya.
Begitu ada pancingan sedikit dan polisi Hongkong bertindak brutal terhadap demonstran sehingga mengakibatkan jatuhnya martir, maka situasi bakal kusut. Bisa dipastikan, upaya pendudukan bukan nggak mungkin terealisasi.
Namun nyatanya, pihak China yang justru diuntungkan posisinya saat ini. Demonstran sudah kelewat batas aksinya. Bukan saja merusak fasilitas publik, bahkan polisi juga jadi sasaran kebrutalan mereka. Kalo kemudian pihak China daratan ambil langkah balasan, salahnya dimana?
Mengantisipasi hal ini, ratusan anggota bersenjata lengkap dari China daratan bergerak menuju Shenzhen yang berbatasan dengan Hongkong. Kendaraan paramiliter seperti truk dan kendaraan lapis baja diboyong kesana. Ada apa? Apa sekedar latihan militer seperti banyak dilansir media?
“Ini sebenarnya sinyal keras dari China daratan, bahwa aksi balasan tinggal hitungan waktu untuk digelar,” demikian ungkap narsum. Jadi ngeri-ngeri sedap melihatnya.
Lain di Hongkong, lain pula di Indonesia.
Pada kasus Ahok, sebelum sebuah isu penistaan agama digelar, sebenarnya ada prakondisi berupa provokasi. Ini dilakukan oleh Buni Yani yang mengedit video Ahok di Kepulauan Seribu baik durasi dan juga konten. Wajar dilakukan pada sosok Ahok, mengingat gaya ngomongnya yang bledag-bledug.
Walaupun kita tahu itu kerjaan intelijen yang berafiliasi dengan parpol tertentu, tapi upaya ini nyaris menggoyang pemerintah Jokowi dengan sukses.
Dari provokasi, timbul isu penistaan agama, dan disambut aksi massa yang diklaim dihadiri ‘jutaan’ ummat di Jakarta.
Tapi sayangnya Jokowi lebih piawai. Dia sadar, walaupun telat, bahwa Ahok adalah sasaran antara. Dirinya-lah target penggulingan kekuasaan sesungguhnya.
Satu benang merahnya, semua itu dimulai dengan upaya provokasi yang kecil.
Kasus Enzo sebenarnya juga bentuk provokasi. Kelompok kadal gurun yang berlindung dibalik ajaran agama, memang sengaja menunggu momen saat diketahui Enzo diduga terafiliasi dengan HTI. Harapannya satu, Kasad bakal mendepak Enzo jadi catar karena terbukti merupakan simpatisan HTI.
Namun sayangnya, ini nggak terjadi.
Padahal, harapannya dikeluarkannya Enzo, maka mereka akan otomatis menjalankan misi selanjutnya dengan memainkan isu ‘rejim dzalim’-lah, ‘rejim komunis’-lah ataupun ‘rejim anti Islam’. Kalo sudah begini masalah bakalan kusut. Padahal Jokowi belum lagi dilantik.
Maka, bisa ditebak siapa yang dapat bonus akan kasus Enzo tempo hari? Ada umi-nya Enzo, kelompok goyang dombret, dan satu lagi… Iya betul! Anda bisa simpulkan sendiri….
Apakah upaya provokasi yang dilakukan kelompok 212 cukup sampai disini?
Beredarnya video UAS yang tengah mengaitkan salib dengan jin yang membuat takut seorang ibu di acara tausiah-nya, adalah bentuk provokasi yang lain. Harapannya apa? Akan ada aksi balasan dari kubu Kristen yang tidak terima salib ‘dibegitu-kan’. Kemudian UAS dicela deh, sebagai gantinya.
Mencela UAS akan dengan mudahnya disimpulkan sebagai bentuk penistaan agama oleh kelompok kadal guru. Begitu skenario-nya. Bila itu sampai kejadian, bagaimana dampaknya?
Padahal upaya provokasi ini bersayap, alias ada 2 sisi. Pertama mereka akan memainkan isu playing victim. Dan yang kedua adalah keahlian mereka yang utama, yaitu membenturkan konsep bernegara dengan ajaran kaffah ala mereka.
Ini perlu dilakukan sebagai bentuk counter. Dari apa? Bully-an netizeb jelang perayaan kemerdekaan. Sudah jadi tradisi, bahwa jelang perayaan kemerdekaan, netizen pasti mem-bully kelompok ini.
“Kalo lagu kebangsaan kita Indonesia Raya, lagu kebangsaan kadal gurun apa ya?” begitu cuitan netizen disalah satu platform digital. Dan ini disambut oleh perundungan yang lain.
Wajar dilakukan netizen, karena ajaran mereka memang mengharamkan perayaan 17-an. Lha negara saja dianggap thogut. Apalagi sekedar lagu kebangsaan dan bendera merah putih? Haram hukumnya untuk dihormati.
Pusing tujuh keliling, maka keluarlah video UAS tersebut. Padahal itu video lawas. Coba telisik isu video tersebut. Kan tentang bagaimana membenturkan isu bernegara dengan ajaran agama? Nggak jauh-jauh dari itu, karena memang itu spesialisasi mereka.
Bagaimana pemerintah akan menindak kelompok perongrong ideologi negara ini?
Tenang, saya kasih sedikit bocoran. Ada tim kecil yang saat ini sedang bergerak secara intensif. But wait until the moment comes. Bisik-bisik tetangga, mereka tengah menggodok cara bagaimana menangani kadal gurun di lapangan nantinya, dengan singkat dan tepat.
In the meantime, biarlah kadal menggonggong, 17-an tetap berlalu.
Dirgahayu Indonesia-ku!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments