Yang Kembali Panas
Oleh: Ndaru Anugerah
Nagorno Karabakh (NK) kembali memanas. Konflik ini dipicu oleh Armenia dan Azerbaijan (keduanya bekas pecahan Uni Soviet) dalam memperebutkan wilayah tersebut. Total ada 23 orang tewas merujuk pada laporan media. (https://www.bbc.com/news/world-europe-54314341)
Sejak itu, banyak analis geopolitik mulai menurunkan analisanya. Yang satu pro Armenia, dan satunya lagi mendukung langkah yang diambil Azerbaijan.
Pro dan kontra adalah sesuatu yang wajar dalam konteks geopolitik. Selama ditunjang oleh bukti yang bisa dipertanggungjawabkan, suatu analisa layak untuk dicerna.
Tetapi kalo analisanya nggak ditunjang oleh fakta yang mumpuni, kasian juga nasib para pembacanya. Alih-alih mendapatkan informasi, yang ada malah dapat sesuatu yang justru nggak berguna.
Kejujuran kita dalam menganalisa, itu kata kuncinya.
Kita mulai pada akar masalahnya. Banyak klaim mengatakan bahwa Nagorno-Karabakh adalah bagian dari wilayah Armenia. Apa iya?
Seperti yang kita ketahui, bahwa mayoritas warga NK adalah etnis Armenia. Namun ini bukan berarti secara politis bahwa wilayah NK otomatis sebagai bagian dari Armenia. Meskipun PM Armenia, Pashinyan punya klaim yang sama, nggak otomatis itu jadi pembenaran. (https://tass.com/world/1205619)
Nyatanya wilayah NK adalah wilayah bagian dari Azerbaijan, dan bukan wilayah Armenia apalagi sebagai wilayah merdeka yang lepas dari kedua negara tersebut. (https://en.wikipedia.org/wiki/Nagorno-Karabakh)
Kedudukan Azerbaijan atas wilayah NK diperkuat dengan keluarnya empat Resolusi DK PBB (Nomor 822,853,874 dan 884), yang mengamatkan agar Armenia menarik pasukannya dari wilayah teritorial Azerbaijan.
Meskipun Armenia berkali-kali memakai dalih bahwa intervensi militer-nya ke daerah NK dilandaskan atas dasar kemanusiaan, hal ini secara internasional tetap tidak bisa dibenarkan.
Lantas dengan adanya konflik tersebut apakah akan memicu Rusia untuk ikutan berperang mendukung Armenia yang merupakan sekutunya pada aliansi CSTO alias Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif?
Nyatanya, Rusia malah mengakui NK sebagai bagian dari Azerbaijan. Nggak aneh jika permintaan Armenia agar Rusia mendukungnya pada konflik perbatasan tersebut, ditanggapi secara ‘dingin’ oleh Rusia. CSTO malah kasih statement bahwa konflik tersebut seharusnya disudahi bukan malah diperpanjang. (https://eurasianet.org/fighting-between-armenia-and-azerbaijan-widens)
Lain cerita kalo Azerbaijan mulai ‘macam-macam’ terhadap wilayah Armenia, karena masalah wilayah menjadi perhatian Rusia. Diktum yang berlaku: Senggol bacok.
Lagian, nggak mungkin juga Rusia ikutan mendorong Armenia berkonflik.
Kenapa?
Karena Rusia adalah bagian anggota tetap DK PBB yang tempo hari menelorkan resolusi PBB yang menuntut Armenia untuk menarik tentaranya dari wilayah yang secara internasional diakui milik Azerbaijan. Kalo nggak, resolusi itu pasti sudah jauh-jauh diveto oleh Rusia.
Nah terus, bagaimana peran Turki?
Banyak yang menuding Turki mencoba memprovokasi Armenia dengan mendukung Azerbaijan. Nggak sedikit juga yang menganggap langkah Turki pada NK sebagai bagian dari strategi Neo-Ottoman-nya.
Masalahnya, Turki sudah banyak terlibat konflik dibanyak negara mulai dari Irak, Suriah, Siprus, Yunani dan Libya. Aliasnya Turki sudah mulai kedodoran ekonominya guna memperluas pengaruhnya di negara-negara tersebut. Apa iya Turki masih mau menyokong Azerbaijan?
Mengapa?
Karena Armenia adalah anggota CSTO. Nyolek Armenia sama saja nyolek Rusia.
Sementara hubungan Rusia dan Turki (walaupun keduaanya terlibat konflik di Suriah), nyatanya baik-baik saja, tuh. Nggak percaya? Anda tahu dari mana Turki dapat supply gas-nya? Rusia-lah jawabannya, lewat Gazprom. (https://jamestown.org/program/turkey-makes-strides-in-diversifying-its-natural-gas-imports/)
Bahkan dengan harga yang 2 kali lebih mahal dari harga jual ke Eropa, nyatanya Turki tetap membelinya. Mau beli darimana lagi? Masa iya beli ke Pertamina?
Belum lagi kaitan Rusia dan Turki dalam bidang militer seperti S-400. (https://www.aljazeera.com/news/2019/12/06/russia-turkey-working-on-new-s-400-missile-contract-official/?gb=true)
Dan juga sektor energi seperti Turkish Stream (https://www.iene.eu/putin-says-russia-ready-to-extend-turkish-stream-pipeline-to-bulgaria-p1362.html)
Apa iya Turki mau merusak hubungan tersebut hanya karena NK?
“Bukankah Azerbaijan adalah sekutu Israel, Bang? Jadi otomatis kita harus mendukung Armenia, donk?” tanya seseorang.
Azerbaijan memang menjual energinya ke Israel. (https://caspiannews.com/news-detail/azerbaijan-becomes-1st-muslim-majority-country-represented-at-aipac-2020-3-9-0/)
Selain itu, Azerbaijan juga beli peralatan perang dari negeri Zionis tersebut. (https://www.haaretz.com/israel-news/.premium-azerbaijan-has-bought-5-billion-in-israeli-military-goods-1.5473569)
Cuma jangan lupa. Armenia juga punya hubungan yang nggak kalah mesra dengan negara Yahudi tersebut. Apakah anda tahu kalo Armenia buka kedutaan negaranya di Israel? Padahal sebelumnya Armenia mati-matian bilang kalo pembukaan jalur diplomatik dengan Israel nggak akan pernah terwujud. (https://en.armradio.am/2020/09/18/armenias-embassy-officially-opens-in-israel/)
Jadi, kalo anda punya anggapan kita harus dukung Armenia karena spirit anti-Zionis, data yang anda pakai darimana asalnya? Karena keduanya, nyatanya pemandu sorak bagi zionisme walaupun dengan kadar yang berbeda.
Sekali lagi, kalo anda punya analisa sendiri mengenai NK, silakan saja. Cuma satu yang perlu diingat bahwa fakta-lah yang harus kita kedepankan sebagai bahan analisa dan bukan opini semata.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments