Teknologi Pengawasan


513

Teknologi Pengawasan

Oleh: Ndaru Anugerah

China buat terobosan baru. Apa itu?

Baru-baru ini, pemerintah Beijing telah meluncurkan teknologi yang lebih canggih ketimbang teknologi pengenalan wajah alias face recognition. Namanaya emotional recognition technology alias teknologi pengenalan emosi. (https://www.theguardian.com/global-development/2021/mar/03/china-positive-energy-emotion-surveillance-recognition-tech)

Jadi dengan teknologi terbaru tersebut, pemerintah China akan dapat mengenali emosi yang terpantau melalui pemindaian yang dilakukan oleh mesin tersebut.

Bukan itu saja, teknologi tersebut mampu menyimpulkan perasaan seseorang terhadap ekspresi wajahnya, nada suara atau gerakan tubuh lainnya.

Dan untuk menjalankan teknologi ini, maka data pribadi banyak orang diperlukan untuk dapat melacak, memantau dan menganalisa ekspresi seseorang.

Lalu kenapa pemerintah China memberlakukan teknologi ini?

Karena banyak perilaku yang tidak terduga yang sebenarnya dapat diantisipasi, misalnya perilaku kekerasan yang dilakukan narapidana, siswa bermasalah di sekolah hingga seseorang yang berniat untuk melakukan tindakan bunuh diri.

Dan teknologi emotional recognition dapat mencegah hal tersebut terjadi.

Rencananya teknologi tersebut akan dipakai di sekolah untuk memantau aktivitas belajar, di panti jompo, tempat perbelanjaan, tempat parkir kendaraan dan juga rumah tahanan. Dan teknologi ini digadang-gadang dapat menekan aksi kekerasan karena dapat memprediksi tindakan seseorang.

Atas adanya temuan ini, banyak kritikus HAM dari Barat bersuara keras. “Ini bukan soal pencegahan tindak kejahatan dan kekerasan yang dilakukan seseorang tapi lebih tepatnya soal intimidasi dan sensor yang dilakukan negara pada warganya.”

Singkatnya mereka menuding bahwa akan ada implikasi serius yang akan dilanggar pada aspek HAM, privasi dan kebebasan berekspresi atas teknologi yang memakai sistem Biometric 3.0 tersebut. “Ini harus dilarang sebelum dipakai secara global.”

Lha kok lucu. Kalo China melakukan teknologi tersebut pada warganya ya wajar-wajar aja, karena mereka negara sosialis yang menganut asas surveillance state. Itu konsekuensi logis.

Yang jadi aneh kalo misalnya para penggiat HAM dari Barat tersebut nggak bersuara pada tindakan yang dilakukan oleh kepala negaranya dalam menerapkan vaksinasi, digital ID2020 dan juga Green Passport pada Kopit.

Lha, bukannya itu semua menuju pada konsep pemerintahan global yang diusung oleh sang Ndoro besar yang ujung-ujungnya akan memberlakukan surveillance state pada setiap warganya mirip seperti di China?

Di China mereka teriak sekenceng-kencengnya seolah membela kemanusiaan, tapi saat dunia diarahkan ke sistem kek China ke depannya, mereka justru bungkam.

Pertanyaannya: nggak ngerti masalahnya apa pura-pura bego?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!