Sisi Kelam Energi Hijau (*Bagian 1)


528

Sisi Kelam Energi Hijau (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah

Energi hijau digadang-gadang dapat menggantikan energi berbahan bakar fosil karena ramah terhadap lingkungan. Itu yang sering anda dengar, bukan? (https://www.cnbc.com/2021/04/23/climate-renewables-could-oust-fossil-fuels-to-power-the-world-by-2050.html)

Pertanyaannya: apa iya?

Pakar energi asal AS yang sangat terkenal Robert Bryce menerbitkan laporan terbarunya beberapa bulan yang lalu tentang energi hijau yang ternyata banyak menyimpan banyak sisi kelam.

Apa saja?

Silakan anda baca laporan dari Bryce yang diberi judul Not in Our Backyard, tersebut agar paham duduk masalahnya. Ini saya kasih link-nya. (https://files.americanexperiment.org/wp-content/uploads/2021/04/Not-in-Our-Backyard-Robert-Bryce.pdf)

Anyway, berita model gini, mana mungkin anda dapatkan pada media mainstream yang jadi corong Ndoro besar?

Perlu anda tahu bahwa di AS sana, sumber energi terbarukan lagi naik ‘daun’ alias primadona karena masifnya endorsement yang dilakukan oleh kartel sang Ndoro lewat media.

“Sekitar 70% orang warga AS menyukai tenaga angin, sedangkan 80%-nya menyukai energi matahari,” demikian ungkap Gallup Institute. (https://news.gallup.com/poll/2167/energy.aspx)

Karena hal tersebut, maka negara bagian hingga kota-kota kecil di AS mulai membuat berbagai program dan peraturan yang mendorong pemakaian kedua energi terbarukan tersebut. Tujuannya apalagi selain transisi energi guna mencapai status ‘carbon-free’ yang berkelanjutan.

Menariknya, menurut Bryce, proses transisi energi secara penuh, merupakan hal yang sangat sulit dicapai alias tidak mungkin.

Kenapa nggak mungkin?

Karena dalam mencapai status ‘energi bersih’ tersebut, akan membutuhkan sejumlah besar logam tanah jarang (rare earth elements) yang harus ditambang untuk menunjang pembentukkan panel surya dan juga turbin angin. (https://www.nhm.ac.uk/press-office/press-releases/leading-scientists-set-out-resource-challenge-of-meeting-net-zer.html)

Ambil contoh, di Inggris. Saat mereka berencana memproduksi kendaraan listriknya dibutuhkan kobalt dua kali lebih banyak daripada yang diproduksi secara global dalam setahun, hampir semua produksi dunia pada neodymium, 75% produksi lithium dunia dan setidaknya 50% produksi tembaga dunia.

Sangat boros!

Itu baru dari bahan bakunya. Sementara konsumsi listrik yang dibutuhkan dalam memproduksi kendaraan listrik 20 kali lipat-nya, dari listrik yang dihasilkan di Inggris dalam setahun.

Bagaimana dengan panel surya dan turbin angin yang jadi andalan energi hijau?

Sama saja. Mereka juga butuh logam tanah jarang yang jumlahnya banyak layaknya yang dibutuhkan dalam memproduksi electric vehicles (EV).

Jadi menurut Bryce, di Inggris saja dalam upaya transisi energi menuju energi hijau tersebut sebagai hal yang tidak mungkin, bagaimana di AS yang luas wilayah dan penduduknya jauh lebih besar?

Apakah para pendukung energi hijau tahu akan hal ini? Mengapa mereka bungkam?

Lanjut mang…

Selanjutnya, bagaimana dengan luas lahan yang dibutuhkan?

Energi hijau sangat boros lahan karena membutuhkan area yang sangat luas guna mendukung fasilitas pembangkit listrik tenaga angin dan matahari.

Misalnya apa?

Anda tahu rencana Joe Biden untuk mentransfer AS menuju sumber energi terbarukan?

Guna mewujudkan rencana ini, sang Opa berencana memasang 500 juta panel surya, 8 juta atap surya, sistem energi komunal dan 60 ribu turbin angin di seantero Amrik. Angka yang spektakuler! (https://www.worldoil.com/news/2020/10/26/yes-joe-biden-really-does-want-to-end-the-oil-and-gas-industry-in-america)

Sekarang anda tahu konsekuensi guna merealisir rencana tersebut?

Nah untuk mewujudkan ini, dibutuhkan lahan setidaknya seluas 228 ribu mil persegi yang sama dengan luas gabungan negara bagian California dan Washington.

Pertanyaannya: lahan mana yang akan dipakai guna mewujudkan rencana ini? Apakah lahan pertanian bakal dikonversi guna menjalankan skenario ini?

Mungkin kalo hanya lahan seluas lapangan bola, kita masih bisa pakai lahan kosong di samping kelurahan. Iya ga, sih?

Itu baru dari segi lahan.

Masih banyak faktor lainnya yang menyebabkan proyek energi hijau nggak mungkin untuk dieksekusi. Apa saja?

Pada bagian selanjutnya saya coba bahas. Takut kepanjangan, ntar anda jadi mumet mencerna informasinya.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!