Saatnya Plandemi Baru?


517

Saatnya Plandemi Baru?

Oleh: Ndaru Anugerah – 15032024

Pergantian musim, adalah masa dimana beragam penyakit musiman kembali merebak. Yang paling umum adalah flu yang disertai bapil. Namun ada juga yang lain, campak.

Akhir-akhir ini, penyakit campak menjadi primadona media mainstream Barat. Di AS wabah ini mulai merebak dari California hingga Arizona, yang memakan korban ratusan orang. (https://www.dailymail.co.uk/health/article-13187351/america-measles-outbreak-california-infections-2023.html)

Kalo anda berpikir bahwa wabah campak hanya terjadi di AS, anda salah besar. Media mainstream yang lain menyatakan bahwa wabah ini telah merebak di 19 negara di dunia. (https://www.theatlantic.com/health/archive/2024/03/measles-outbreak-america-politics/677735/)

Bahkan ada kisah yang cukup menakutkan, dimana satu orang penumpang maskapai Etihad dari Abu Dhabi menuju ke Dublin, dinyatakan terkena campak. Dikatakan penumpang tersebut menyebarkan penyakitnya tersebut ke penumpang lainnya. (https://www.bbc.co.uk/news/uk-northern-ireland-68548965)

Akibat peristiwa tersebut, otoritas berwenang di Irlandia, berniat memburu siapapun yang ikut dalam penerbangan yang sama agar wabah campak tidak menyebar ke orang lain. (https://www.irishtimes.com/health/2024/03/12/hse-issues-urgent-appeal-to-passengers-on-abu-dhabi-flight-following-confirmed-case-of-measles/)

Jadi ada kesamaan narasi yang hendak dimunculkan, wabah campak.

Sebelum membahas lebih lanjut, memangnya campak merupakan penyakit yang mematikan?

Berdasarkan data, rasio kematian akibat campak adalah 0,02%. Dengan demikian, jika ada 10000 orang terkena campak, maka 9998 orang yang akan selamat dari kematian, alias sangat kecil. (https://vaccineknowledge.ox.ac.uk/measles#Key-disease-facts)

Pegangan kita hanya data saja yah, jangan yang lain, bahwa campak bukanlah penyakit yang mematikan karena tingkat kematiannya sangatlah kecil. Titik.

Tapi, seperti halnya Kopit, fakta ini coba digeser dengan narasi-narasi menakutkan yang point-nya campak adalah penyakit yang mematikan meskipun faktanya bukan. Itu kalo campak akan didaulat sebagai plandemi selanjutnya.

Sekarang kita berandai-andai, semisal campak akan dijadikan plandemi selanjutnya, apa target yang akan dicapai?

Tentu saja vaksinasi massal.

Narasi ini telah dimunculkan oleh media mainstream tentang wabah campak yang merebak di Inggris, yang ditenggarai akibat kurangnya tingkat vaksinasi. (https://www.nytimes.com/2024/03/03/world/europe/uk-measles-outbreak.html)

Bahkan ada yang coba mengaitkan penyebaran penyakit menular (salah satunya campak), akibat penyangkalan terhadap vaksin si Kopit. Karena menolak vaksin Kopit, seseorang akan rentan terhadap penyakit menular. Apa kaitannya, coba?  (https://eu.courier-journal.com/story/opinion/2024/03/13/covid-19-denialism-threat-to-public-health/72942668007/)

Dengan kata lain, jika mau wabah campak nggak melebar secara global, kita perlu melakukan vaksinasi massal. Vaksinasi MMR (Measles, Mumps, Rubella), tepatnya.

Di Inggris, otoritas kesehatan telah mengupayakan pemberian vaksin MMR agar warganya terhindar dari penyakit campak. (https://www.mirror.co.uk/news/health/nhs-launches-measles-vaccination-drive-32328611)

Hal yang sama juga dilakukan otoritas kesehatan Kanada yang berencana memberikan vaksinasi wajib MMR bagi warganya. (https://www.ctvnews.ca/video/c2882210-should-measles-vaccinations-be-mandatory-)

Tapi bukan saja vaksinasi yang dijadikan sasaran tembaknya.

Maksudnya?

Siapa yang ditenggarai membawa penyakit campak tersebut?

Jawabannya: para imigran, khususnya imigran gelap. Mereka bisa membawa wabah ke suatu negara akibat pintu perbatasan yang ‘dibiarkan’ terbuka.

Ini terjadi di AS sana, khususnya setelah Trump lengser digantikan Biden. (https://www.dailymail.co.uk/health/article-13183919/Bidens-border-leaving-America-open-drug-resistant-outbreaks-experts-warn-second-measles-case-confirmed-Chicago-migrant-shelter.html)

Bahkan beberapa tempat penampungan, diduga menjadi episentrum penyebaran wabah TBC akibat sanitasi yang kurang baik. (https://www.express.co.uk/news/politics/1796073/Migrants-tents-Braverman-emergency-plans)

Apa solusi atas masalah ini?

Tentu saja kontrol atas perbatasan, khususnya yang menyasar kaum migran.

Bentuknya bisa macam-macam, seperti pembangunan dinding perbatasan digital yang dilengkapi dengan teknologi Artificial Intelligence (AI). Dengan hadirnya AI, maka semua pergerakan manusia di perbatasan bisa diawasi. (https://www.axios.com/2023/12/12/border-patrol-ai-us-mexico-wall-surveillance-virtual)

Bahkan beberapa negara telah menerapkan DTC alias Digital Travel Credential yang memungkinkan kontrol atas lalu lintas orang di perbatasan. (https://identityweek.net/the-dawn-of-the-digital-travel-credential-a-future-without-physical-passports/)

Tentu saja untuk menerapkan ini, program digital ID harus dijalankan terlebih dahulu. Tanpa adanya Big Data (yang mengumpulkan semua data kependudukan berkedok digital ID), maka teknologi AI nggak akan bisa diterapkan.

Dan ini yang menjadi sasaran kedua dibalik skenario plandemi susulan.

Dengan menerapkan digital ID, maka semua pergerakan orang dapat dikontrol secara digital. Dengan menerapkan digital ID, maka pembentukkan tatanan dunia baru sudah ada dalam genggaman.

Jadi, kalo ke depan anda mau bepergian ke luar negeri yang mewajibkan para imigran mendapatkan vaksinasi tertentu, anda nggak bisa diprotes. Toh siapa yang bisa menjamin kalo anda steril atas penyakit tertentu?

Pertanyaannya: akankah wabah campak dijadikan batu loncatan sang Ndoro, bagi terwujudnya tatanan dunia baru?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!