Riak di Haiti (*Bagian 1)
Oleh: Ndaru Anugerah – 26032024
“Bisa bahas tentang situasi chaos yang ada di Haiti?” tanya seorang netizen.
Seperti yang kita ketahui bersama, situasi gawat darurat yang ada di Haiti bermula saat terjadinya aksi pembobolan penjara secara besar-besaran yang dilakukan oleh geng bersenjata yang ada di negara tersebut.
Puncaknya, ribuan narapidana berhasil keluar dan membuat situasi menjadi tak terkendali. (https://www.rt.com/news/593757-haiti-massive-jailbreak-gangs/)
Akibat aksi pembobolan penjara tersebut, pemerintah Haiti menerapkan status darurat selama 3 hari selain memberlakukan jam malam.
Apa geng bersenjata tersebut melakukan aksi pembobolan penjara?
Geng bersenjata Barbekyu yang dipimpin oleh Jimmy Cherizier tersebut punya itikad untuk menyingkirkan sang perdana menteri Ariel Henry dengan cara menuntutnya mundur. Aksi ini dilalukan tepat saat Henry sedang melakukan perjalanan luar negeri ke Kenya.
Ngapain Henry melakukan kunjungan ke Nairobi?
Nggak lain untuk meminta dukungan Kenya untuk membentuk pasukan keamanan yang bakal mendapat sokongan dari PBB guna memerangi aksi geng bersenjata yang ada di Haiti.
Menjadi masuk akal jika Henry meminta bantuan keamanan PBB mengingat catatan statistik melaporkan bahwa setidaknya lebih dari 8.400 orang telah menjadi korban kekerasan geng Haiti di tahun 2023 silam, termasuk pembunuhan, pengeroyokan hingga aksi penculikan.
Dan angka tersebut meningkat lebih dari 2 kali lipat sejak 2022 silam. Bahkan AS sempat melarang warganya untuk plesiran ke Haiti karena dipandang tidak aman. (https://apnews.com/article/haiti-gangs-killed-raped-injured-a947708120e8a143d81071adb29bf7ae)
Sebagai informasi, Henry mengambil alih jabatan perdana menteri setelah pembunuhan presiden Haiti Jovenel Moise pada 2021 silam di kediamannnya oleh pasukan bersenjata. (https://edition.cnn.com/2021/07/07/americas/haiti-president-jovenel-moise-attack-intl/index.html)
Masalahnya, setelah kematian Moise tersebut, Henry terus menunda upaya pemilihan parlemen dan juga presiden di Haiti. Hanya janji tarsok melulu yang terlontar dari mulutnya tanpa realisasi, demi memperlama jabatan sementaranya. Dan ini memicu kemarahan geng bersenjata yang punya niatan mengganti sosok Henry di Haiti.
Ada apa sebenarnya di Haiti?
Kenapa kelompok para militer bisa leluasa mengacak-acak negeri tersebut tanpa bisa ditumpas oleh pasukan keamanan negara?
Pada awalnya, Haiti dipimpin oleh Francois Duvalier yang akrab dikenal sebagai Papa Doc yang memimpin sejak 1957-1971. Sejak kematiannya, maka otomatis Papa Doc digantikan oleh putranya yang masih bau kencur bernama Jean Claude Duvalier (Baby Doc) diusianya yang masih 19 tahun. (https://www.nytimes.com/2014/10/05/world/americas/jean-claude-duvalier-haitis-baby-doc-dies-at-63.html)
Kebayang nggak, diusia yang masih kencing aja belum lurus, lantas dikasih wewenang untuk urus negara? Apa yang bisa diharapkan?
Aliasnya, ada dinasti politik yang bercokol di Haiti dan ini, mirip-mirip dengan kelakukan pak lurah yang ada di Planet Namek.
Kenapa rakyat nggak protes?
Karena dinasti politik ini melahirkan kediktatoran otokratis yang nggak segan membunuh orang-orang yang berani mengkritisi kebijakan mereka tanpa pandang bulu. Agak mirip dengan kelakuan eyang Harto saat menjadi penguasa Orde Baru.
Dan Baby Doc dapat meneruskan tongkat estafet kepemimpinan ayahnya sampai Februari 1986. Di tahun tersebut, Jean dikudeta oleh pasukan bersenjata yang mendapat sokongan rakyat Haiti, yang menyebabkan dirinya kabur ke Perancis dengan dibantu pesawat jet milik angkatan udara AS.
Wajar jika aksi kudeta dialamatkan kepada Baby Doc, mengingat aksi korupsi yang dilakukannya cukup spektakuler. Tercatat ada tabungan senilai USD 6 juta yang akhirnya dibekukan, di Bank Swiss. Itu baru satu bank lho yah.
Menurut tuduhannya, duo Bapak-Anak tersebut berhasil menggasak keuangan negara Haiti selama menjabat, senilai USD 300 juta. Angka yang tidak sedikit. (https://www.bbc.com/news/world-latin-america-29493170)
Mengapa kekuasaan Duvalier cenderung adem-ayem saat menjabat, tanpa ada rongrongan dari dalam negeri?
Karena keduanya melayani kepentingan bisnis AS alias jadi jongos dan juga mengusung spirit anti-komunisme.
Jelas saja disokong AS. Bukankah Amerika Selatan (termasuk Haiti) adalah backyard AS yang sudah pasti dijaga agar tidak jatuh dalam genggaman kaum kiri?
Layaknya presiden ‘boneka’ yang sengaja ditempatkan di belahan negara manapun, asal mau disetir dan nggak neko-neko, maka kepemimpinannya pasti aman terkendali, meskipun pelanggaran HAM dan korupsi yang dilakukannya sudah di luar nalar sekalipun.
Baby Doc dipaksa lengser karena aksi pelanggaran HAM yang dilakukannya sudah kelewat batas. Pernah dalam suatu aksi demonstrasi polisi memukuli perempuan yang tengah hamil, hingga menyebabkan janinnya keguguran. (https://libcom.org/article/haitians-overthrow-regime-1984-1986)
Wajar jika komunitas gereja (utamanya Katolik), mendukung upaya penggulingan Baby Doc, karena memang aksinya sudah masuk dalam taraf biadab.
Dan sekali lagi, Presiden Reagan memberi bantuan agar sang ‘boneka’ bisa kabur dari negaranya agar tidak diamuk massa, dan mendapatkan suaka di negara mitra sekutunya, Perancis.
Berakhirnya dinasti politik Duvalier jelas membawa angin perubahan bagi kebebasan dan demokrasi bagi Haiti. Apalagi sosok yang menggantikannya adalah Jean-Bertrand Aristide yang memenangkan kontestasi pilpres pada Februari 1991.
Sudah rahasia umum jika Aristide adalah sosok yang pro-wong cilik. Wajar saat dirinya terplih, sederet program reformasi dijalankannya, dan ini membuat pihak militer sebagai lengan AS di Haiti, gerah.
Ujungnya, Aristide dikudeta pihak militer pada September 1991. Masa kepemimpinan tersingkat di Haiti, yang hanya 234 hari saja. (https://www.britannica.com/biography/Jean-Bertrand-Aristide)
Meskipun pernah dikudeta, Aristide nggak juga kapok untuk ikutan kembali kontestasi pilpres di negaranya. Tercatat sudah 4 kali dirinya terpilih sebagai orang nomor 1 di Haiti. Dan semuanya berakhir mengenaskan karena Aristide dipaksa ‘turun panggung’.
Bagaimana nasib Haiti pasca Aristide? Dan mengapa upaya destabilisasi terus digelar di negara itu? Apa motif-nya?
Pada bagian kedua, saya akan membahasnya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments