Professor Lockdown
Oleh: Ndaru Anugerah
Siapa yang paling bertanggungjawab atas dilakukannya lockdown di banyak negara di dunia?
Pernah dengar professor lockdown?
Awalnya Inggris berencana menerapkan strategi kekebalan kawanan (herd immunity) seperti yang diambil oleh Swedia saat awal-awal pandemi. Setidaknya Sir Patrick Vallance selaku Chief of Scientific Advisor Kerajaan Inggris menegaskan hal itu. (baca disini)
Sial, langkahnya tersebut dijegal oleh Prof. Ferguson yang menyatakan, “Akan ada setidaknya 500 ribu angka kematian di Inggris bila pemerintah tidak menerapkan lockdown.” (https://www.dailymail.co.uk/news/article-8327641/Coronavirus-modelling-Professor-Neil-Ferguson-branded-mess-experts.html)
Pemodelan yang dirilis Prof. Ferguson kelak dipakai oleh banyak negara di dunia dengan menerapkan lockdown, tak terkecuali AS. Inilah cikal bakal julukan Prof. Lockdown diberikan pada dirinya.
Prof. Johan Giesecke selaku mantan kepala ilmuwan untuk Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Eropa menegaskan bahwa pemodelan yang dikeluarkan Prof. Ferguson adalah yang paling berpengaruh di dunia, sekaligus salah satu yang paling ngawur. (https://www.telegraph.co.uk/news/2020/03/28/neil-ferguson-scientist-convinced-boris-johnson-uk-coronavirus-lockdown-criticised/)
Bagaimana tidak?
Saat Swedia menolak lockdown, Prof. Ferguson dengan pemodelan Imperial College yang kesohor itu bilang, “Swedia harus bayar mahal karena tidak menerapkan lockdown. Akan ada 40 ribu kematian di bulan Mei dan 100 ribu di bulan Juni.”
Benarkah?
Nyatanya hingga kini angka kematian di Swedia hanya 5907 (14/10) bukan puluhan ribu seperti klaim Ferguson. (https://www.worldometers.info/coronavirus/country/sweden/)
Dengan kata lain, pemodelan yang dilakukan Prof. Ferguson ngaco berat. Karena kerap buat perhitungan ngawur akan banyaknya korban, banyak kalangan akademisi menjulukinya sebagai Master of Disaster.
Kok bisa?
Di tahun 2002, Prof. Ferguson memprediksi akan ada 150 ribu orang meninggal akibat terkena paparan Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) alias penyakit sapi gila di Inggris, (https://www.nationalreview.com/wp-content/uploads/2020/05/Ferguson-Estimating-the-human-health-risk-from-possible-BSE-infection-of-the-British-sheep-flock.pdf)
Nyatanya, angka kematian meleset jauh. Total kematian akibat BSE di Inggris hanya 177 orang. (https://www.spectator.co.uk/article/six-questions-that-neil-ferguson-should-be-asked)
Di tahun 2005, Prof. Ferguson kembali buat prediksi berdasarkan pemodelan yang dimilikinya terhadap kasus flu burung di Inggris. “Akan ada 150 juta orang akan meninggal karena pandemi ini,” ungkapnya.
Nyatanya, rentang waktu 2003 hingga 2009, jumlah orang yang meninggal akibat flu burung hanya 282 orang. (https://www.spectator.co.uk/article/six-questions-that-neil-ferguson-should-be-asked)
Dan saat flu babi merebak di Inggris pada 2009 silam, Prof. Ferguson kembali buat prediksi yang dijadikan rujukan bahwa akan ada kematian sekitar 65 ribu orang.
Nyatanya, angka kematian akibat flu babi di Inggris hanya 457 orang, dan nggak nyampe angka ribuan seperti yang diklaim sang Prof. Lockdown.
Dan terakhir saat pandemi si Kopit, prediksi ngawur ala Ferguson kembali dijadikan rujukan utama.
Dan parahnya begitu tahu pemodelannya melenceng jauh dan orang-orang mulai menggugat kredibilitas pemodelan yang dimilikinya, Prof. Ferguson dengan entengnya berkata, “Saya telah salah memasukkan kode perhitungan. Maklum komputer yang saya miliki jadul.” (https://statmodeling.stat.columbia.edu/2020/05/08/so-the-real-scandal-is-why-did-anyone-ever-listen-to-this-guy/)
Berasa mau koprol sambil salto gak sih?
Dan di Mei silam, sang Prof. Lockdown akhirnya dipaksa turun dari jabatannya karena kedapatan membawa ‘pacarnya’ yang merupakan seorang wanita bersuami untuk tinggal di rumahnya.
Padahal sang profesor mati-matian nyuruh orang Inggris untuk lockdown di rumah dan kudu jaga jarak. Eh dia malah indehoy. Ironis. (https://www.telegraph.co.uk/news/2020/05/05/exclusive-government-scientist-neil-ferguson-resigns-breaking/)
Sudah tahu ngaco, kenapa pemodelan yang dikeluarkan Prof. Lockdown terus menerus dipakai?
Disinilah kekuatan sebuah jaringan. Yang perlu anda tahu bukan Prof. Lockdown-nya, namun siapa sosok yang ada dibaliknya. Dialah Bill Gates.
Tercatat bahwa BG-lah yang menjadi donatur jumbo kedua pada Imperial College yang dipimpin Prof. Ferguson bin Lockdown. Total yang dikeluarkan di tahun 2018 saja, sudah mencapai USD 185 juta. (https://unitynewsnetwork.co.uk/bill-gates-calls-for-a-decade-of-vaccines/)
Lantas apakah dana hibah segitu gede bakal digelontorin kalo misalnya Prof. Lockdown bukanlah pion dari sang Taipan?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments