Organisasi Paralel sang Ndoro Besar (*Bagian 2)


540

Organisasi Paralel sang Ndoro Besar (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan, kita sudah bahas tentang bagaimana BRICS di-inisiasi berdasarkan proyeksi yang dibuat oleh pejabat di Goldman Sachs. Dengan kata lain, kemunculan BRICS yang digadang-gadang sebagai ‘penantang’ NATO, hanyalah ilusi belaka. (baca disini)

Belum lagi agenda yang diusung oleh BRICS, nggak lain dan nggak bukan, selaras dengan agenda sang Ndoro Besar, yaitu: Sustainable Development Goals di tahun 2030 mendatang. (https://impakter.com/huge-potential-role-brics-achieving-2030-agenda/)

Lalu dimana posisi BRICS yang ‘katanya’ hadir sebagai organisasi penantang hegemoni Ndoro Besar?

Sekarang kita mau bahas lebih dalam soal BRICS. Apakah benar BRICS berseberangan visi dengan lembaga-lembaga bentukan dan juga agenda sang Ndoro Besar?

Di penghujung Juni silam, para pemimpin BRICS bertemu di Beijing, dalam acara KTT yang ke-14. Alih-alih plandemi Kopit, pertemuan itu nyatanya hanya berlangsung secara virtual dan bukannya onsite. (https://news.cgtn.com/news/2022-06-23/BRICS-leaders-take-virtual-group-photo-at-14th-summit-1b6yv5S24TK/index.html)

Sekali lagi, bagaimana mungkin mau menentang hegemoni Ndoro Besar jika agenda sang Ndoro-lah yang menjadi rujukan mereka untuk tidak bertemu secara face-to-face?

Lalu kita mau lihat, apa komitmen para pemimpin BRICS, berkaitan dengan visi mereka ke depannya?

Pada pidatonya di KTT BRICS tersebut, Cyril Ramaphosa menekankan pada kurangnya akses vaksin Kopit dalam upaya menyelamatkan banyak jiwa. Jadi solusi agar bisa selamat dari si Kopit, manusia di kolong jagat harus divaksin. (https://www.presidency.gov.za/speeches/pre-recorded-message-president-cyril-ramaphosa-occasion-brics-business-forum-2022)

Modi lain lagi ceritanya. Dia malah mengulas tentang pentingnya pemulihan ekonomi pasca plandemi Kopit. Padahal, kondisi ekonomi yang melorot saat ini, bukan Kopit yang menjadi penyebabnya, melainkan kebijakan konyol yang diambil para pemimpin, seperti lockdown. (https://newsonair.gov.in/News?title=PM-Narendra-Modi-calls-for-mutual-cooperation-among-BRICS-nations-in-global-post-Covid-recovery&id=443180)

Sedangkan Xi Jinping malah bicara lebih vulgar lagi. Menurutnya, bagaimana mungkin kemiskinan dan ketidakadilan bisa diatasi tanpa mencapai SDG 2030 seperti yang diusulkan oleh PBB? (https://english.news.cn/20220622/2531b1cc563d4f59b11a3f2f42eea908/c.html)

Kalo bisa diringkas, maka semua agenda para pemimpin BRICS yang dilontarkan saat KTT, hanyalah seputar agenda sang Ndoro besar juga. Kalo nggak plandemi Kopit ya Sustainable Development Goals 2030.  Jadi, ke depannya, itu semua yang akan mereka garap.

Terus, dimana letak anti-tesis atas rencana sang Ndoro pada lembaga BRICS?

Bukankah BRICS juga berencana mengembangkan mekanisme keranjang mata uang bersama yang berbeda dengan Special Drawing Right milik IMF? (https://swarajyamag.com/business/exploring-possibility-of-creating-an-international-reserve-currency-based-on-basket-of-brics-currencies-putin)

Jangan buru-buru ambil kesimpulan.

China pernah buat lembaga perbankan alternatif yang bernama China’s Cross-border Interbank Payment System (CIPS).

“Seiring dengan perkembangan internet seluler, pembayaran digital juga akan menjadi alat transaksi lintas batas,” begitu ungkap Cao Heping selaku ekonom senior di Universitas Peking. (https://www.globaltimes.cn/page/202206/1268800.shtml)

Nyatanya, jaringan pembayaran yang dilakukan, tetap menggunakan jaringan SWIFT yang selama ini digunakan oleh lembaga keuangan Barat. (https://www.globaltimes.cn/page/202206/1268800.shtml)

Kalo begini, mana sifat alternatif-nya yang seharusnya lepas dari kungkungan negara Barat?

Yang kedua, anda perlu tahu bahwa Bank for International Settlements (BIS) punya target untuk menerapkan pemberlakuan mata uang digital di seluruh dunia. Untuk mewujudkan rencana ini, maka mereka butuh banyak ‘jembatan’ sebagai penghubungan transaksi uang digital.

Jadi, kalo BRICS merencanakan pembentukkan bank alternatif sebagai pesaing SDR (Special Drawing Rights) yang dimiliki IMF, bukankah ini bisa jadi ‘jembatan’ yang kebetulan diperlukan bagi BIS dalam mewujudkan Multiple-Central Bank Digital Currency (mCBDC)? (https://www.bis.org/about/bisih/topics/cbdc/mcbdc_bridge.htm)

Sekali lagi, apakah hanya kebetulan semata jika rencana yang diusung BRICS selaras dengan pembentukan m-CBDC yang dibesut BIS?

Kalo kita rangkum, agenda yang dibawa BRICS nggak lain dan nggak bukan adalah agenda sang Ndoro besar juga. Jika ada yang punya pandangan bahwa akan ada organisasi penantang NATO, apakah itu istilah yang ‘tepat’?

Silakan anda jawab sendiri pertanyaan tersebut.

Satu hal yang perlu anda pahami, jangan pernah pandang suatu organisasi dari persona-nya melainkan pada apa yang diusung oleh organisasi tersebut. Tidak hadirnya Klaus Schwab pada BRICS, bukan berarti organisasi itu langsung dicap sebagai organisasi tandingan WEF ataupun NATO. Dimana sifat kritis anda?

Sekali lagi jangan pandang persona-nya. Anda akan sesat jika itu dijadikan pijakan anda dalam menganalisa suatu kasus. Misalnya saat BRICS meluncurkan rencana pendirian Pusat Penelitian dan Pengembangan Vaksin. Apa tujuannya? Kenapa harus vaksin yang dimajukan? Apakah akan ada plandemi susulan? (https://www.gktoday.in/topic/brics-vaccine-rd-centre/)

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!