Mission Impossible


511

Banyak orang mengira bahwa kasus hoax penganiayaan Ratna Sarumpaet adalah peristiwa lepas. Seakan itu adalah bagian dari strategi dari tim lawan yang berdiri secara acak, tanpa mengetahui bahwa dibalik itu semua ada grand design yang tengah dimainkan untuk menggoyang sang petahana.

Pernah liat film Mission Impossible yang dibetot oleh aktor gaek Tom Cruise selaku agen Ethan Hunt? Nah kurang lebih, aksi RS kemarin punya motif yang sama. Ada pihak intelijen yang bergerak didalamnya. Apa tujuannya? Memanipulasi keadaan untuk menggelar perang asimetrik.

Kenapa harus melancarkan perang asimetrik?

Jawabannya satu. Kalo pakai cara konvesional lewat adu program, adu gagasan apalagi adu prestasi, apa yang bisa diusung pasangan BOSAN untuk melawan sang petahana?

Ibarat pertandingan lari kura-kura melawan kelinci. Harusnya kelinci yang menang. Tapi toh cerita yang kita dengar berkata lain. Kura-kuralah yang akhirnya memenangkan pertandingan tersebut. Ironisnya sang kelinci tak menyadari bahwa itu sebenarnya adalah akal-akalan semata.

Perhatikan modusnya…

Selalu ada pematik yang akan membuat sebuah isu dikarbit hingga membesar dalam waktu sekejab.

Lihat pada kasus Ahok. Cukup seorang Buni Yani yang membuat video editan untuk kemudian disundul ke media sosial. Dan sekejab isu-pun meledak menjadi bom yang berdaya ledak dahsyat. Padahal kalo dipikir, siapa Buni Yani sebelumnya?

Pada kasus yang beda, juga memakai modus yang sama dimana isu dikarbit dengan instan guna menjadi ledakan yang dahsyat. Ingat peristiwa Tanjung Priok pada 1984. Hanya butuh seorang anggota babinsa bernama Sertu Hermanu yang kemudian masuk sebuah mushola tanpa membuka sepatu dan melepas pamphlet dengan air got.

Banyak kasus lainnya. Tapi bukan disitu fokus tulisan saya. Point’nya, butuh pematik untuk membuat sebuah isu menjadi kekuatan yang mempunyai daya ledak besar.

Tak terkecuali kasus RS. Memang berapa banyak dari kita yang kenal seorang bernama Rusdianto Samawa? Dialah yang meng-upload muka bengep RS ke medsos via akun facebook-nya. Dialah sang pematik yang diharapkan akan menggiring opini publik akan kejamnya rejim Jokowi.

Lihatlah apa yang terjadi kemudian. Komentar demi komentar guna membentuk opini publik yang mendiskreditkan pemerintah Jokowi dari pihak BOSAN mulai bermunculan. Pertanyaan sederhana: kenapa ide gila ini perlu diambil?

Karena momen-nya pas bulan September. Bulan PKI bangkit. Ingatan massa mula dikorek-korek untuk memanggil kesadisan PKI tersebut.

Kebayang gak kalo misalnya bulan September ini dilewatkan hanya dengan aksi nobar dengan melihat film Pengkhianatan G-30S/PKI? Tentu kontra produktif bray… Selain itu aksi lawas yang cuma kopas, apa yang bisa diharapkan dari aksi tersebut? Mungkin gak terjadi aksi massa besar-besaran setelah nobar? Lha Gatot Nurmantyo aja ketiduran pas ngelihat tuh film…

Harus ada aksi spektakuler yang bisa membuat orang marah terhadap rejim yang akan disasar. Dan kasus RS adalah pilihan yang tepat. Seorang nenek yang kritis terhadap pemerintah malah dihajar sampai bengep dan meninggalkan luka yang parah disekujur tubuhnya. Skenario yang sempurna.

Flyer-flyer dan spanduk mulai dipersiapkan lengkap dengan nasbungnya. Penggelontoran dana yang lumayan gede dengan memesan demo-demo mahasiswa kampret juga sudah dilakukan. Tak cukup sampai disitu, upaya lobi ke dunia internasional lewat forum penulis internasional di Chile-pun coba diraih.

Coba bayangkan, dengan wajah yang lebam, akankah publik Chile diam menilhat kondisi RS. Minimal akan timbul pertanyaan: “What happened to your face?” Dari situ, karangan bebas bisa melalang buana untuk membentuk opini publik internasional bahwa rejim Jokowi ternyata cukup sadis juga.

Tapi sayang-sungguh sayang. Kubu oposisi kurang menghitung keajegan jajaran kepolisian di bawah komando om Tito Karnavian. “Aksi-nya nggak kreatif. Masa mau copas aksi 212 untuk menjatuhkan Jokowi?” demikian kira-kira isi kepala om Tito.

Singkat kata, kebohongan segera dibuka dimuka publik.

Pihak oposisi sungguh tak menyangka aksinya bakal ditelanjangi dimuka umum. Sadar mulai menuai cemohan publik, maka mulai-lah satu persatu minta maaf, dan merasa didzolimi dengan menjadi korban kebohongan RS. Dan puncaknya, RS dibekuk di bandara, karena ada upaya melarikan diri ke Chile. Mirip-mirip aksi Habibul, kan?

Akankah semua aksi ini terhenti? Seperti ulasan saya sebelumnya. Akan ada aksi-aksi spektakuler lainnya sebagai menu ditiap bulannya. Too good to be true bagi seorang pakde untuk bisa menang telak. disitulah seninya. Dimana menurut diktum kampret, “Sepinter-pinternya cebong berenang, pasti akan cape juga.”

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!